Senin, 21 April 2025

Hari Kartini: Karya Sastra yang Mengangkat Perjuangan Perempuan


SastraIndonesia.org – Tanggal 21 April selalu menjadi momen istimewa dalam sejarah Indonesia. Di hari ini, bangsa memperingati Hari Kartini, mengenang jasa Raden Ajeng Kartini sebagai pelopor kebangkitan perempuan Indonesia. Namun, perjuangan Kartini tak hanya hidup dalam sejarah dan buku pelajaran. Dunia sastra Indonesia pun turut memainkan peran penting dalam mengabadikan semangatnya.


Dari era puisi, novel, hingga naskah drama, banyak karya sastra lahir untuk menyoroti perjuangan, keberanian, dan harapan perempuan Indonesia. Kartini sendiri dikenal lewat kumpulan suratnya yang kemudian dibukukan menjadi “Habis Gelap Terbitlah Terang”, karya monumental yang menjadi tonggak awal sastra emansipasi perempuan di tanah air.


Sastra sebagai Cermin Perjuangan


Tak sedikit penulis perempuan masa kini yang menjadikan Kartini sebagai inspirasi utama dalam menciptakan karya. Penulis seperti Toeti Heraty, Nh. Dini, Oka Rusmini, hingga Leila S. Chudori menggunakan medium sastra untuk menyuarakan persoalan gender, ketimpangan, dan keteguhan perempuan dalam menghadapi dunia.


Melalui cerita dan puisi, mereka mengekspresikan bentuk perjuangan modern yang tetap berakar pada semangat Kartini—yakni pendidikan, kebebasan berpikir, dan kesetaraan hak. Sastra menjadi ruang aman di mana suara perempuan bisa lebih leluasa didengar dan dihargai.


Perayaan Kartini dalam Karya Kontemporer


Peringatan Hari Kartini tahun ini juga dimeriahkan oleh sejumlah acara sastra bertema perempuan. Mulai dari pembacaan puisi bertema emansipasi, peluncuran buku antologi puisi perempuan, hingga diskusi karya sastra feminis di berbagai komunitas literasi di Indonesia.


Salah satu acara menarik digelar di Yogyakarta, yakni “Kartini dalam Kata”, sebuah panggung puisi terbuka yang menampilkan karya dari penulis perempuan muda, membacakan puisinya tentang perempuan, ibu, dan kebebasan diri.


Sastra dan Perjuangan yang Tak Pernah Usai


Di era digital, perjuangan perempuan telah bergeser ke medan baru, namun nilai-nilai yang diwariskan Kartini tetap relevan. Sastra menjadi penghubung antara masa lalu dan masa kini, menyuarakan aspirasi perempuan lintas zaman.


Sebagai bangsa, kita diajak untuk terus membaca dan menulis, bukan hanya untuk mengenang, tetapi juga melanjutkan perjuangan. Sebab sebagaimana kata Kartini, “Tiada awan di langit yang tetap selamanya. Begitu pun dengan derita perempuan.”


Selamat Hari Kartini. Mari kita rayakan dengan kata dan karya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.