Jumat, 29 September 2023

Pentingnya Mengelola Waktu dan Motivasi dalam Proses Menulis

Menulis adalah seni yang memadukan kata-kata menjadi cerita, informasi, atau pemikiran yang dapat menginspirasi, menghibur, atau memberikan pemahaman. Namun, menulis bukanlah hal yang mudah. Prosesnya membutuhkan kreativitas, ketekunan, dan fokus yang tinggi. 

Dalam perjalanan menuangkan kata-kata ke kertas atau layar komputer, ada dua aspek penting yang harus diperhatikan: mengelola waktu dengan baik dan menjaga motivasi tetap berkobar. Dalam artikel ini, kita akan membahas keenam alasan mengapa kedua aspek ini sangat penting dalam dunia menulis.

1. Menghindari Prokrastinasi yang Merugikan

Prokrastinasi adalah kecenderungan untuk menunda-nunda pekerjaan yang harus dilakukan. Ini adalah musuh utama seorang penulis. Ketika Anda tidak mengelola waktu dengan baik, Anda cenderung menunda pekerjaan menulis. Hasilnya, proyek menulis Anda bisa terlantar, dan Anda mungkin merasa stres dan tertekan.

Baca juga: Tips Menulis agar Tidak Bosan: Variasikan Diksimu dengan Situs yang Bantu Kamu Menambah Kosakata Ini!

Prokrastinasi sering kali muncul karena rasa takut, ketidakpercayaan diri, atau bahkan karena pekerjaan terasa terlalu berat. Bagaimanapun juga, mengelola waktu dengan baik dapat membantu Anda menghindari jebakan prokrastinasi ini. Dengan membuat jadwal yang ketat untuk menulis dan berkomitmen untuk mengikutinya, Anda akan memiliki lebih sedikit alasan untuk menunda-nunda.

2. Membangun Kebiasaan Menulis yang Konsisten

Menulis adalah sebuah keterampilan, dan seperti semua keterampilan, konsistensi adalah kuncinya. Ketika Anda mengelola waktu dengan baik dan meluangkan waktu untuk menulis secara teratur, Anda membentuk kebiasaan menulis yang konsisten. Ini berarti otak dan tubuh Anda akan terbiasa dengan waktu khusus untuk menulis, yang akan membuat Anda lebih produktif.

Membangun kebiasaan menulis yang konsisten sangat penting, terutama jika Anda bermaksud untuk mengejar karier sebagai penulis. Kebiasaan ini memungkinkan Anda untuk lebih efisien dalam menghasilkan karya tulis. Ingat, penulis yang produktif biasanya bukanlah yang memiliki lebih banyak waktu, tetapi yang mengelola waktu mereka dengan baik.

3. Menjaga Konsentrasi dan Fokus

Menulis memerlukan tingkat konsentrasi dan fokus yang tinggi. Ketika Anda mengelola waktu dengan baik, Anda dapat merencanakan sesi menulis yang panjang dan tanpa gangguan. Ini memungkinkan Anda untuk benar-benar meresapi ide Anda dan menciptakan kualitas tulisan yang lebih baik.

Saat Anda menulis, ada banyak gangguan yang dapat mengalihkan perhatian Anda, seperti ponsel, media sosial, atau tugas-tugas rumah tangga. Dengan mengatur waktu khusus untuk menulis, Anda dapat menghindari godaan-godaan ini dan memberikan perhatian penuh pada pekerjaan Anda.

Baca juga: Menjadi Penulis Muda di Era Digital: Peluang dan Tantangan

4. Mengatasi Blokade Kreatif

Setiap penulis pernah mengalami blokade kreatif, saat ide-ide terasa mati dan sulit untuk menulis. Ketika motivasi menurun, blokade kreatif bisa menjadi lebih sulit untuk diatasi. Namun, inilah saatnya motivasi memainkan peran penting.

Cara terbaik untuk mengatasi blokade kreatif adalah dengan mencari sumber motivasi yang tepat untuk Anda. Ini bisa berupa membaca buku-buku inspiratif, berbicara dengan penulis lain, atau hanya mengingatkan diri Anda mengapa Anda mulai menulis. Motivasi adalah api yang menghidupkan kembali kreativitas Anda dan membantu Anda mengatasi rintangan-rintangan dalam proses menulis.

5. Mengatur Prioritas dengan Baik

Mengelola waktu membantu Anda mengatur prioritas dengan lebih baik. Ini berarti Anda dapat menentukan tugas-tugas apa yang perlu diselesaikan terlebih dahulu dan menghindari pekerjaan yang kurang penting.

Dalam menulis, seringkali ada banyak ide dan proyek yang ingin Anda kejar. Namun, Anda tidak dapat menulis semuanya sekaligus. Dengan mengelola waktu dengan bijak, Anda dapat menentukan proyek mana yang harus diselesaikan lebih dulu, dan mana yang bisa ditunda. Ini membantu Anda fokus pada pekerjaan yang benar-benar memajukan proyek menulis Anda.

Baca juga: Menulis Sejarah dalam Balutan Fiksi, Begini Tips Agar Menggugah Imajinasi Pembaca

6. Mengukur Kemajuan Anda

Terakhir, mengelola waktu membantu Anda mengukur kemajuan Anda dalam menulis. Ketika Anda membuat jadwal dan target, Anda dapat melihat seberapa banyak yang telah Anda capai dalam jangka waktu tertentu. Anda dapat menilai diri sendiri dan mengukur pencapaian Anda.

Dengan mengukur kemajuan Anda, Anda dapat lebih mudah melihat bagian mana dari proses menulis yang memerlukan perbaikan. Anda dapat menyesuaikan rencana Anda jika perlu, dan Anda akan memiliki pandangan yang lebih jelas tentang bagaimana Anda berkembang sebagai penulis.

Maka dari itu, bisa disimpulkan bahwa dalam dunia menulis, waktu adalah sumber daya berharga. Dengan mengelola waktu dengan baik dan menjaga motivasi tetap berkobar, Anda akan lebih mampu untuk meraih kesuksesan dalam menulis.

Ingatlah bahwa menulis adalah perjalanan yang memerlukan dedikasi, kreativitas, dan ketekunan. Jadi, jangan ragu untuk merancang jadwal yang baik, tetap bersemangat, dan terus berkreasi dengan kata-kata Anda. Sukses menulis menanti Anda!

Jumat, 22 September 2023

Teknik Pemilihan Kata yang Efektif dalam Menulis

Menulis adalah seni yang membutuhkan pemahaman mendalam tentang kata-kata. Kata-kata adalah alat utama penulis untuk menyampaikan ide, emosi, dan informasi kepada pembaca. Oleh karena itu, pemilihan kata yang efektif adalah kunci utama dalam menciptakan tulisan yang kuat dan memikat.

Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi teknik pemilihan kata yang efektif dalam menulis, yang dapat membantu meningkatkan kualitas tulisan Anda.

1. Pahami Tujuan Anda

Sebelum mulai menulis, penting untuk memahami tujuan Anda. Apakah Anda ingin menghibur pembaca, memberikan informasi, atau meyakinkan mereka? Setiap tujuan menulis akan membutuhkan jenis kata yang berbeda. Misalnya, jika Anda ingin menghibur, Anda mungkin akan menggunakan kata-kata yang lebih kreatif dan menggugah imajinasi. Namun, jika Anda ingin memberikan informasi, kata-kata yang jelas dan objektif lebih sesuai.

2. Pertimbangkan Pembaca Anda

Melakukan pertimbangan mengenai siapa pembaca Anda itu juga memang sangat penting dilakukan. Misalnya saja seperti, Apakah mereka sudah ahli pada topik ini atau masih pemula? Apakah mereka berusia muda atau tua? Kemudian juga lakukan pertimbangan mengenai latar belakang, minat dan pengetahuan pembaca Anda. Ini akan membantu Anda memilih kata-kata yang sesuai dengan audiens target Anda.

Baca juga: Kesalahan Umum dalam Menulis Ending Cerita: Tips untuk Menghindari Dosa-Dosa Penutup

3. Gunakan Bahasa yang Jelas dan Sederhana

Terkadang, penulis mencoba terlalu keras untuk terdengar pintar atau rumit dalam tulisan mereka. Namun, terlalu banyak kata-kata yang rumit atau berbelit-belit bisa membuat pembaca kebingungan. Gunakan bahasa yang jelas dan sederhana untuk menjelaskan ide Anda. Jika Anda bisa menjelaskan sesuatu dengan kata-kata sederhana, lakukan itu.

4. Hindari Kata-kata Klise


Kata-kata klise adalah kata-kata atau frasa yang sering digunakan dan sudah terlalu umum. Mereka sering kali kehilangan daya tarik dan mengurangi keefektifan tulisan Anda. Cobalah untuk menghindari kata-kata klise dan carilah kata-kata yang lebih segar dan orisinal. Contohnya, alih-alih mengatakan "kuat seperti baja," Anda bisa mengganti dengan "kuat seperti batu karang."

5. Pilih Kata-kata yang Menggugah Emosi

Salah satu tujuan menulis adalah untuk mempengaruhi emosi pembaca. Pilih kata-kata yang dapat memicu emosi yang sesuai dengan pesan atau cerita yang ingin Anda sampaikan. Kata-kata yang kuat dan menggugah emosi dapat membuat tulisan Anda lebih berkesan dan berdampak.

Baca juga: Rekomendasi 5 Buku Self Improvement untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Anda

6. Gunakan Kata-kata Deskriptif

Ketika Anda ingin menggambarkan sesuatu, kata-kata deskriptif adalah teman terbaik Anda. Mereka membantu pembaca membayangkan dan merasakan apa yang Anda deskripsikan. Contoh, alih-alih mengatakan "rumah itu besar," Anda bisa mengganti dengan "rumah itu megah dengan atap tinggi dan pintu-pintu yang mengilap."

7. Perhatikan Ritme dan Suara

Pemilihan kata juga berhubungan dengan ritme dan suara dalam tulisan Anda. Beberapa kata memiliki suara yang lebih enak di telinga daripada yang lain. Cobalah membaca tulisan Anda keras-keras dan perhatikan bagaimana kata-kata tersebut terdengar. Ini akan membantu Anda mengevaluasi dan memilih kata-kata yang sesuai dengan nada dan ritme yang Anda inginkan.

8. Jaga Keseragaman

Konsistensi dalam penggunaan kata-kata juga penting. Pastikan Anda menggunakan istilah yang sama untuk merujuk pada hal yang sama sepanjang tulisan Anda. Ini akan membuat tulisan Anda lebih mudah dipahami dan lebih profesional.

9. Edit dan Revisi

Terakhir, namun tidak kalah pentingnya, adalah melakukan edit dan revisi pada tulisan Anda. Setelah Anda menulis draft pertama, baca kembali dan perbarui pemilihan kata-kata Anda jika perlu. Terkadang, kata-kata yang lebih baik muncul saat Anda mengedit.

Baca juga: Menghindari Kesalahan Umum dalam Menulis: 5 Kesalahan yang Harus Dihindari agar Tulisanmu Berkualitas

Maka dari itu, pemilihan kata yang efektif adalah keterampilan yang dapat diasah seiring berjalannya waktu dan praktik. Dengan memahami tujuan Anda, mempertimbangkan audiens Anda, dan mengikuti teknik-teknik di atas, Anda dapat meningkatkan kemampuan Anda dalam memilih kata-kata yang tepat untuk setiap tulisan.

Ingatlah bahwa menulis adalah seni dan ilmu yang dapat Anda kembangkan sepanjang hidup Anda, jadi teruslah belajar dan bereksperimen dengan kata-kata baru. Semakin Anda menguasai teknik pemilihan kata, semakin efektif Anda akan menjadi dalam menyampaikan pesan Anda kepada dunia. 



Jumat, 15 September 2023

Waskitho Nilahmndaru Penulis Esensi Ruang dan Waktu

 Detail Buku


Biodata Penulis

Waskitho Nilahmndaru adalah lulusan D3 Teknologi Informasi dari Universitas Muhammadiyah Magelang dengan IPK 3.92. Berpengalaman dalam organisasi dan meliliks Loyalitas tinggi. Memiliki kemampuan dalam menganalisa pemecahan masalah critical thinking Selalu menggunakan data untuk mengambil sebuah keputusan. Memiliki ketertatikan dalam bidang seni dan pelayanan Administratif.

Karya Waskitho Nilahmndaru di AE Publishing

Nama: Waskitho Nilahmndaru

Judul Buku: Esensi Ruang dan Waktu

Blurb: Dalam perjalanan ini, kita akan melangkah melintasi dimensi-dimensi yang kompleks, menjelajahi esensi waktu dalam berbagai sudut pandang manusia. Kita akan merasakan relasi antar dimensi waktu, mengikuti jejak waktu pada tepi pasir zaman purba, dan menemukan keajaiban yang tersembunyi dalam detik-detik waku.

 

Jumat, 08 September 2023

Cerita Mini Karya Bara


12 Oktober

Karya: Bara

Bahkan aku diam pun tetap salah.

Mei menyeka darah di sudut bibirnya. Luka sobek di bibir dan lebam di pipinya sudah tidak bisa lagi dia tutupi, pada akhirnya apakah dia harus pergi ke luar dengan penampilan seperti ini?

Perlakuan abuse ayahnya semenjak 7 tahun lalu kini semakin menjadi-jadi. Tidak hanya menyalahkannya karena membuat istrinya yaitu ibunya meninggal, ayahnya juga dengan teganya memukulnya, sekecil apa pun kesalahan yang dia buat, ayahnya akan tetap menyiksanya.

Mei bangkit dari duduknya, darah dan bekas luka di tubuhnya sudah menutupi warna asli kulitnya.

“Mei.” Seorang wanita dari pintu kamarnya memanggil.

Meski tahu ayahnya melakukan abuse padanya, wanita itu, Mama tirinya hanya menutup mata. Dia memandang Mei dingin.

Mei merapikan rambutnya yang berantakan, “iya Bu.”

“Habis ini kamu jangan tidur, sudah hampir pagi, segera kamu mandi dan bantu ibu masak,” perintah ibu tirinya, sebelum Mei membalas ucapannya, ibu tirinya sudah pergi.

Mei menghela napas, dia melihat jam di dinding kamarnya, sudah jam 5. Semalam ayahnya marah padanya jam 01.35, berarti sudah lebih 3 jam dia di pukuli ayahnya.

Seluruh tubuhnya rasanya sangat sakit waktu dia bangun. Mei memaksakan tubuhnya untuk bangkit dan menyeret kakinya menuju kamar mandi. Dari pantulan air di bak mandi, Mei melihat wajahnya yang benar-benar babak belur.

Matanya memerah, tapi tidak ada lagi air mata yang bisa dia keluarkan. Air matanya kini sudah kering.

“Pfft....”

Sebagai gantinya Mei pun tertawa, awalnya hanya tertawa kecil namun semakin lama tawanya semakin keras.

Sungguh, tidak ada yang bisa dia lakukan pada hidupnya yang malang selain menertawakannya.

Jam 05.59.

Mei sudah selesai membantu ibu tirinya memasak. Setelah banyak bergerak waktu masak, tubuhnya sudah tidak sesakit tadi.

“Mei, sana kamu siap-siap buat sekolah, ibu mau membangunkan adik-adik mu,” ucap ibu sembari mencuci piring kotor di wastafel.

“Baik Bu.” Mei melepas celemek yang dia pakai, dan meninggalkan dapur menuju kamarnya.

Waktu dia keluar dari dapur, tidak sengaja dia berpapasan dengan ayahnya. Melihat tatapan dingin ayahnya, Mei pun tersenyum.

Sebelum ada kata yang bisa dia katakan, dengan dinginnya ayahnya melewatinya masuk ke dapur.

“Rin, aku hari ini akan berangkat pagi-pagi soalnya banyak kerjaan di kantor,” kata papa pada ibu tirinya.

Dulu sekali waktu mamanya masih ada, sesibuk apapun ayahnya di kantor, ayah tidak pernah berangkat lebih awal, bahkan ayahnya masih sempat untuk mengantarnya ke sekolah.

Rasanya Mei rindu dengan waktu itu, dia rindu dengan kehangatan papanya, dengan tawa Papanya yang kini sudah tidak lagi dia lihat.

Yang tersisa kini hanya kenangan, dan kenyataan bahwa semuanya sudah tidak lagi seperti dulu.

Memakai riasan bukanlah kebiasaan Mei, sebagai seorang perempuan dia tentu tahu bagaimana caranya bermake-up, hanya saja tidak seperti perempuan pada umunya, Mei memakai make up untuk menutupi lebam di pipinya. Meski rasanya perih waktu butiran bedak dan foundation mengenai lukanya, namun Mei harus bisa tahan, sayangnya luka sobek di bibirnya tidak bisa dia tutupi, setelah dirasa lebam di wajahnya sudah tertutupi dengan sempurna, Mei pun mengambil tasnya dan bersiap berangkat.

Sudah satu jam Mei bersiap-siap di kamarnya, dan makanan yang ada di meja makan kini sudah tidak ada.

“Bu, apa gak ada sisa makanan untukku?” tanyanya pada sang ibu yang mulai membereskan piring-piring kotor.

“Sudah habis, kamu nanti makan saja di sekolah, uang jajanmu masih ada kan?”

Mei pun menggeleng pelan.

“Ck!” decak ibu tirinya dan dengan kasar menaruh piring-piring kotor di atas wastafel.

Ibu tirinya mengambil dompet dari kamarnya, mengeluarkan uang selembar 50 an, dia melemparnya pada Mei.

Mei sudah biasa mendapatkan perlakuan seperti ini dari ibu tirinya, padahal dulu ibu tirinya adalah teman baik ibunya dan juga sangatlah baik padanya. Dia mengambil uang itu yang terjatuh di lantai.

“Sudah sana berangkat,” kata ibu tirinya.

Mei memasukkan uang itu ke dalam saku seragamnya, dia menghampiri ibu tirinya untuk salaman sebelum berangkat, tapi ibu tirinya buru-buru menepisnya.

“Segera sana berangkat.” ucap ibu tirinya ketus.

Sebenarnya sejak kapan semuanya berubah begini, Mei sudah lelah, kadang ia selalu berpikir mungkin lebih baik dirinya menghilang saja. Dengan begitu, ayahnya tidak akan terus-terusan berdosa karena menyiksanya.

“Sudah berapa kali ku bilang, kamu jangan sekali-kali punya pikiran seperti itu, Mei.” Waktu Mei mengatakan apa yang dia pikirkan pada Aline sahabatnya, sahabatnya itu malah memarahinya.

“Tapi aku lelah Lin, untuk apa juga aku harus hidup.”

Aline memeluk sahabatnya, dia tahu penderitaan yang dialami Mei, dan sebagai temannya yang bisa dia lakukan hanya lah memberinya pelukan.

“Kamu itu kuat Mei, kamu sudah bertahan sampai sejauh ini, percayalah semua penderitaanmu akan berakhir. Lagipula mati bukan jalan keluarnya, iya kalau nanti masuknya ke surga kalau misalnya masuk neraka gimana?”

“Di sini pun sudah bagai neraka, Lin.”

Aline semakin mengeratkan pelukannya, “pokoknya gak boleh, kamu gak boleh punya pikiran seperti itu, masak kamu tega meninggalkan aku sih, Mei.”

“Lalu apa yang harus aku lakukan? Aku sudah lelah.”

“Kamu bisa istirahat Mei, atau kamu bisa sementara waktu tinggal di rumahku untuk menenangkan pikiran dulu.”

Mei memikirkan perkataan Aline, ada dia di rumah atau tidak, keluarganya tidak akan peduli. Mungkin untuk sebentar saja dia ingin menenangkan pikiran dulu.

“Tapi aku tidak memaksa mu kalau....”

“Baiklah.” Mei memotong ucapan Aline, membuat Aline tersenyum senang.

Sebenarnya sudah sering Aline menyarankannya untuk menginap di rumahnya, tapi Mei selalu saja menolaknya.

“Nah gitu dong, orang tuaku pasti senang kalau kamu menginap” tiba-tiba perut Aline berbunyi, “lapar nih Mei, makan dulu yuk.”

Aline lalu mengajak Mei pergi ke kantin. Waktu mereka akan pergi, tiba-tiba Anaya, adik tiri Mei datang menemuinya.

“Ternyata kakak ada di sini?”

“Ada apa Nay, kamu mencariku?” Tanya Mei.

“Berikan uang dong kak, aku lagi butuh nih.”

“Bukannya kamu sudah di kasih uang sama ibu?”

“Itu kurang kak, kakak juga tadi pagi sudah di kasih uang kan sama ibu, sudah cepat berikan padaku.” Anaya sedikit memaksanya.

“Ehh woi, sebagai adik kamu harus sopan dong sama kakakmu, memang begitu cara meminta pada orang yang lebih tua,” emosi Aline waktu melihat Anaya bicara dengan ketus pada Mei.

“Ihh apaan sih, memang kamu siapa ngatur-ngatur orang?” ketus Anaya membalas Aline.

“Kamu ya....”

“Lin, sudah.” Mei menahan Aline agar tidak berdebat dengan adik tirinya itu.

“Nay, kan kemarin aku sudah memberikan uang padamu, masak suda habis sih?” padahal uang yang dia berikan cukup banyak.

“Ngapain sih kakak tanya, cepat berikan saja uangnya,” ketus Anaya tidak sabaran.

Mei menghela napasnya, meski dia dan Anaya tidak punya hubungan darah sebagai saudara, tapi Mei menyayanginya, dia tidak mau terlalu memanjakan Anaya dengan memberikan apa yang adiknya itu inginkan.

“Maaf ya Nay, tapi aku gak bisa memberikanmu uang, aku...aku juga memerlukan uang ini.”

“Jadi Kakak tidak mau ngasih?” Anaya terlihat marah padanya.

Mei yang tidak mau berurusan dengan Anaya mengajak Aline untuk segera pergi dari sana.

“Sebagai anak pungut, kakak seharusnya sadar diri, aku cuman minta uang yang ibuku kasih pada kakak, lagian aku tidak meminta banyak kok.”

Mei menghentikan langkahnya waktu mendengar ucapan Anaya.

“Kamu punya mulut di jaga dong, sendirinya cuman anak tiri ngatain Mei anak pungut,” emosi Aline pada Anaya.

Mei berjalan ke arah Anaya.

“Apa maksudmu Nay, aku anak pungut, dari mana kamu bisa beranggapan aku anak pungut?”

“Dari siapa? jelas dari ayah lah.” Anaya lalu menceritakan apa yang dia dengar waktu tidak sengaja menguping pembicaraan ayah dan ibunya, tentang Mei yang mereka kira bukanlah Mei asli.

Selama ini, Mei selalu bertanya-tanya, mengapa perlakuan ayahnya tiba-tiba berubah padanya. Ternyata karena orang tuanya mengira dia bukan Mei, lalu jika dia bukan Mei, dia lalu siapa?

“Tidak mungkin, aku adalah anak ayah.” Mei menggeleng-gelengkan kepalanya.

Anaya memutar bola matanya sambil bersidekap dada, “anak ayah apa? Anak ayah itu sudah mati waktu kebakaran, kakak itu cuman anak pungut.”

Kebakaran?

Hanya sekali Mei terjebak dalam kebakaran, dan itu waktu dia berumur 9 tahun yang artinya 8 tahun yang lalu, setahun sebelum mamanya meninggal karena kecelakaan.

“Mei, sudah. Gak usah pedulikan ucapannya, lebih sekarang kita pergi dari tempat ini,” ajak Aline memegang tangan Mei yang segera di tepis olehnya. “Mei...,Mei!”

Mei berlari meninggalkan tempat itu, tidak menghiraukan teriakan Aline yang memanggilnya.

Hari ini, tanggal 12 Oktober. Hari ulang tahunnya dan hari kematian mamanya. Mei sangat mengingat tanggal ini, selain karena kenangan menyakitkan itu juga terjadi pada tanggal ini, ayahnya akan memberinya kado yang juga menyakitkan, Mei memegang sudut bibirnya yang sobek. Setitik air mata terjatuh membasahi pipinya.

Ternyata air matanya tidak mengering seperti yang dia pikirkan.

Saat kebakaran waktu itu, Mei hampir saja mati. Tapi seorang anak perempuan yang ia tidak ingat siapa menolongnya dengan mempertaruhkan nyawanya, sebagai gantinya tidak hanya anak kecil itu saja yang mati tapi dia juga kehilangan kalung, hadiah ulang tahunnya yang ayahnya berikan pada saat itu.

Mei memegang lehernya, tepat saat kebakaran itu juga adalah hari ulang tahunnya.

Terlalu banyak tragedi di tanggal ini, apakah 12 Oktober adalah tanggal sial, atau kah kelahirannya yang sial. Jika begitu seharusnya dia tidak usah di lahirkan saja.

TPU Anyelir, tidak begitu jauh dari sekolahnya. Seperti yang dia duga, seorang pria mengenakan baju kantoran tengah bersimpuh di makam Mamanya.

Setiap hari kematian Mamanya, Ayahnya pasti akan datang ke makam ini. Mei biasanya hanya melihat Papanya dari kejauhan, tapi kali ini dia memberanikan dirinya untuk mendekat.

“Mira, maafkan aku. Aku sudah berbohong padamu, Putri kita, dia sudah meninggal waktu kebakaran itu terjadi, maafkan aku tidak memberitahumu, aku takut kamu akan sedih mengetahui fakta ini Mira, aku membiarkanmu merawat anak perempuan itu sebagai pengganti Mei, Putri kita. Tapi aku tidak menyangka karena anak itu kamu harus meninggal karena kecelakaan. Maafkan aku Mira, ini semua salahku.”

Mendengar pengakuan ayahnya di kuburan sang Mama, air mata Mei kembali mengalir. Sungguh, rasanya sakit mengetahui ayahnya sendiri mengiranya sebagai orang lain.

“Kalau...kalau ayah meragukanku sebagai anak ayah, kenapa ayah tidak melakukan tes DNA padaku?”

Ayah menoleh padanya waktu mendengarnya bicara.

“Aku Mei ayah, kenapa ayah menganggap aku sebagai orang lain?” waktu itu Mei melihat kalung yang menghitam di tangan ayahnya.

Itu adalah kalungnya, dia ingat betul dengan liontin bunga dengan permata merah di tengahnya.

“Kenapa kamu ada di sini?,” ucap Ayahnya yang begitu dingin padanya.

Mei bersimpuh di depan ayahnya, dia memegang tangan ayahnya dan lalu menatapnya, “lihat aku ayah, apa ayah tidak mengenaliku sebagai putrimu, padahal dulu ayah selalu ada untukku, ayah selalu menemaniku, membacakanku dongeng sebelum tidur, lalu...lalu ayah juga yang mengatarku ke sekolah, kenapa ayah tidak bisa mengenaliku sebagai putrimu?”

Meski sedikit, Mei dapat melihat reaksi terkejut ayahnya.

Kenapa ayahnya bisa tidak mengenalinya? Apakah karena wajahnya yang terkena luka bakar hingga harus melakukan operasi plastik waktu itu. Tapi, bukankah anak dan orang tua punya ikatan yang kuat, tapi kenapa ayahnya malah bersikap dingin padanya.

“Kamu bukan Mei,” ucap ayahnya pada akhirnya, “kamu bukan anakku, Mei ku, dia sudah mati waktu kecelakaan itu,” Ayah memalingkan wajahnya, matanya menggenang dengan air mata.

“Kalau Mei sudah mati lalu aku siapa? Meskipun Mei sudah mati kenapa ayah selama ini menyiksaku? Apa salahku? Apakah karena aku penyebab kematian Mama?” teriak Mei pada ayahnya.

“Jika aku memang benar Mei dan Mama mati karena ku, apa ayah juga akan menyiksaku juga, menyiksa anak ayah sendiri?”

Ayah tidak berkata apa-apa.

“Ayah, aku Mei. Aku masih ingat setiap malam ayah akan menceritakan aku dongeng sebelum tidur, aku juga ingat rahasia kita waktu ayah diam-diam memberiku permen waktu Mama melarangku untuk memakan banyak manisan, bahkan aku ingat, ketika kita liburan ke desa, aku tersesat dan ayah menemukanku sedang menunggu di gubuk tua dalam hutan, waktu itu, aku menangis di pelukan ayah dan ayah menenangkan ku dan berjanji akan memberikanku permen coklat, lalu apa ayah ingat apa yang ayah katakan dulu ‘Sudah, jangan menangis lagi, ayah sudah di sini, ayah akan melindungi tuan putri ayah,' apa ayah lupa dengan semua itu?”

Terlihat ayah yang terkejut waktu mendengar ucapan Mei, namun tidak lama ayah kembali memalingkan wajahnya.

“Ayah, lihat aku. Apa ayah masih meragukanku? Kalau begitu ayah tes DNA saja aku,” teriak Mei, dia melihat sekitarnya mencari sesuatu, waktu menemukan batu runcing dia mengambilnya dan menggores tangannya dengan batu itu hingga tangannya mengeluarkan darah, “ini ayah.” Mei menaruh darahnya di telapak tangan ayahnya, “ayah bisa menggunakan darah ini untuk tes DNA, kalau darah saja tidak cukup, ayah bisa menggunakan rambutku,” Mei mencabut rambutnya kasar yang dia taruh di tangan ayahnya, “apakah masih kurang, Mei bisa memberikan semua darah, rambut bahkan semua yang ada di tubuhku untuk ayah tes, agar ayah percaya aku adalah putri ayah. Selama ini aku mencoba bertahan dengan semua siksaan ayah, aku ingin ayah kembali menyayangiku, tapi kalau ayah meragukanku, aku rela jika harus mati untuk membuktikannya hanya agar ayah mengakuiku sebagai putri ayah.” Tatapan Mei begitu putus asa waktu melihat Ayahnya yang masih memalingkan wajah darinya.

“Ayah, tolong lihat aku. Tolong jangan menganggapku orang lain, aku adalah putrimu, ayah.” Mei menunduk di depan ayahnya sambil kembali memegang tangan ayahnya. Dia menangis sesenggukan di depan ayahnya yang hanya diam saja sejak tadi.

Ayahnya melepaskan tangannya dan pergi meninggalkannya di tempat itu.

“Ayah!” panggilnya, mengejar ayahnya.

“Ayah, tunggu aku.” Tapi ayahnya tidak juga berhenti, waktu keluar dari area pemakaman, waktu Mei menyeberangi jalan untuk mengejar ayahnya, tidak sengaja dia tertabrak mobil yang melaju dengan kecepatan penuh.

Bugh!

Suara tabrakan antara dia dan mobil itu begitu keras, waktu ayah menoleh dia sudah terpental sejauh dua meter dari tempatnya tertabrak. Darahnya dengan cepat membasahi jalanan, telinganya berdenging karena benturan keras yang dia alami dengan aspal jalan.

Dengan pandangan buram, dia melihat ayahnya berlari ke arahnya, dia tersenyum pada sang ayah yang menatapnya khawatir.

“A-ayah, lihat, darahku banyak yang keluar, ayah bisa melakukan tes DNA berkali-kali dengan semua darah ini, sampai ayah yakin kalau aku adalah putri....” Sebelum Mei menyelesaikan kata-katanya, pandangannya tiba-tiba menghitam dia kehilangan kesadarannya.

“Hai kamu Mei kan, kenalin aku Fey,” seorang anak kecil tersenyum cerah padanya, “wah kalungmu sangat cantik, boleh aku pinjam?”

 Fey adalah anak kecil seumurannya yang dia temui di pesta kantor ayahnya. Kalung itu baru dia dapatkan pagi ini dari ayahnya sebagai hadiah ulang tahunnya.

Mei sebenarnya tidak mau meminjamkannya, tapi kata Mamanya dia harus baik pada temannya, jadi akhirnya dia pun meminjamkan kalung itu pada Fey.

“Tapi sebentar saja, ya?” kata Mei, Fey pun mengangguk.

Fey tampak senang memakai kalungnya, dia pun lalu mengajaknya bermain bersama. Mei sangat senang bisa bertemu dengan Fey, namun sayang pertemuan mereka begitu singkat, terjadi kebakaran di tempat itu, dia dan Mei terjebak di tengah kebakaran.

Alih-alih mengajaknya bersembunyi, Fey mengajaknya untuk mencari jalan keluar dari kebakaran itu.

“Jangan khawatir, kita pasti bisa keluar dari sini,” ucap Fey sambil tersenyum padanya.

Mei pun balas tersenyum, tidak menyadari jika di atasnya langit-langit runtuh dan hampir menimpanya, Fey yang melihat itu buru-buru menariknya menjauh dari reruntuhan itu yang naasnya malah dirinya yang tertimpa reruntuhan.

“Fey!” teriak Mei berusaha menyingkirkan reruntuhan dari atas tubuh Fey, tapi sayangnya dia tidak sekuat itu untuk mengangkat reruntuhan itu.

Fey pun juga tidak bergerak dan darahnya menggenang di kakinya. Mei menangis, merasa takut, dia jatuh terduduk di depan Fei. Api mulai membesar dan tidak sengaja mengenai bagian samping wajahnya.

“Argh!” teriak Mei kesakitan waktu api membakar wajahnya.

Dia terjatuh di samping Fey, dia menangis.

Saat itu, dia berharap untuk dapat selamat, dia berharap ada orang yang menolongnya. Jika saat itu dia mengetahui masa depan yang menantinya. Maka dia akan memilih lebih baik saat itu dia mati saja bersama Fey. Karena tidak ada gunanya dia hidup selain merasakan penderitaan yang membuatnya sangat sekali ingin mati.

Seharusnya yang mati adalah dia bukan Fey. Seharusnya dia mati saja.

Kenapa dia harus hidup.

Dia ingin mati.

Tidak, dia harus mati.

“Mei.” Sayup-sayup dia mendengar seseorang memanggilnya.

“Mei!” Semakin lama suara itu semakin jelas terdengar.

“Mei, ayah mohon bangun nak, maafkan ayah, ayah terlalu bodoh  tidak mengenalimu, maafkan ayah, tolong beri ayah kesempatan untuk membalas semua perlakuan ayah padamu, ayah mohon nak, tolong buka matamu, ayah minta maaf.” Menangis, ayah memeluk Mei yang dinyatakan sudah meninggal oleh dokter, dia tidak mau melepas Mei, dia tidak mau membiarkan  Mei Putrinya mati.

“Maafkan ayah Mei, tolong jangan tinggalkan ayah.”

Istrinya di sampingnya juga menangis, Mei adalah putri sahabatnya, namun sekejam itu dia memperlakukan Mei selama ini. Dia menghapus air matanya dan dengan lembut memeluk suaminya.

“Mas, sudah mas, ikhlaskan Mei, dia sekarang sudah meninggal.”

“Tidak!” teriak suaminya menepisnya, “Mei belum mati, dia hanya masih marah padaku, mangkanya dia tidak mau membuka matanya.”

“Mas.” Air mata istrinya mengalir.

“Mei tidak akan pergi, dia tidak akan mati semudah itu, dia tidak....” suaminya tidak melanjutkan kalimatnya. Ia kembali menangis sesenggukan. “Tolong Mei, jangan tinggalkan ayah,” ucap ayahnya lirih, begitu putus asa. Dia memegang tangan Mei yang dingin.

Tiba-tiba air mata terjatuh dari mata Mei, dan jarinya tiba-tiba mulai bergerak.

“Mei.” Ayahnya yang merasakan pergerakan dari jarinya, bangkit kembali, dia mengelus rambut Mei.

Jari Mei kembali bergerak, dan tangannya yang tadinya dingin kini mulai kembali hangat.

“Do-dokter aku...aku akan panggil dokter,” kata istrinya yang melihat mata Mei bergerak. Dia meninggalkan suaminya dan Mei yang pelan-pelan membuka matanya.

“Terima kasih ya tuhan, terima kasih sudah mengembalikan Mei padaku, nak, Mei, ayah di sini, ayah minta maaf atas semua perlakuan ayah padamu Mei, ayah minta maaf.”

Ayah memeluk Mei yang baru saja membuka matanya.

Mei pun juga ikutan menangis.

“Fey.” Lirih Mei bersuara, ayah menatapnya.

“Mei?”

Mei lalu tersenyum, “waktu kebakaran itu, Fey yang mati menggantikan Mei, harusnya saat itu Mei yang mati, bukan dia.”

Buru-buru ayah menutup mulutnya, menggeleng, “jangan mengatakan itu Mei, jangan katakan, ayah tidak mau kehilangan kamu, ayah selama ini sudah salah sangka, ayah minta maaf. Tolong berikan ayah kesempatan untuk memperbaiki semua yang sudah ayah perbuat padamu.”

Mei tersenyum, “Ayah tidak harus meminta maaf, bukan salah ayah,” ucap Mei lirih, dia lalu menghela napas. “Mei juga mau berterima kasih, terima kasih sudah memberi Mei luka.” Mei tersenyum, “dengan begini, Mei bisa membalas kebaikan Fey dengan tidak bahagia di atas kematiannya.” Air mata Mei mengalir meski sudut mulutnya tersenyum, begitu pun dengan ayahnya yang juga menangis mendengar ucapannya.

Tidak ada yang bisa dia katakan, sudah banyak luka yang dia berikan pada putrinya selama ini.

“Maafkan ayah, Mei.”


Biodata Penulis  


Nama Bara meski aslinya bukan laki-laki, memiliki nama asli yang dapat disingkat Rifani, kelahiran tahun 2002 yang bentar lagi umur 21, seorang mahasiswi yang bentar lagi akan lulus, menyukai dunia literasi tapi lebih suka dunia sendiri yaitu nolep sepanjang hari.

 

Jumat, 01 September 2023

Parade Puisi Tema Kemerdekaan Karya Lea

78 Tahun Yang Lalu

Karya: Lea

 

Hari ini lembaran sejarah usang kembali dibuka

Dihadapkan pada para generasi penerus bangsa

Untuk diperingati, diteriakkan lalu kembali dilupa

 

Tanpa ada yang peduli dengan nisan yang berlumut membatu

Nama-nama yang mati dalam ucapan, mati dalam ingatan

Kisah-kisah perjuangan yang tak dibukukan, yang tak lagi riuhkan

Lalu luka lama dibiarkan kembali menganga

 

Puluhan tahun yang lalu kata kemerdekaan diteriakan  di seluruh pelosok bangsa

Dengan setiap kata merdeka digadaikan dengan nyawa

Sekarang merdeka tak lagi diriuhkan hanya mengeja kata merdeka tanpa tahu makna sebenarnya Bhineka Tunggal Ika

Atau hanya mewarisi kata merdeka yang tertulis di sosial media?

 

Pada subuh 78 tahun yang lalu, tak lagi dingin karena semua embun berdarah

Anak-anak sarapan air mata di depan mayat orang tua

Setiap azimat dirapalkan, tiap ayat dilantunkan memohon pada semesta

Agar tak ada lagi sengsara, agar tak ada lagi kabar duka

 

Kini, masihkah kita meneguk tawa, padahal mereka kering dari benak pikiran?

Masihkah kita bercumbu dengan nikmat merdeka tanpa melangitkan doa-doa untuk mereka?

Atau selama ini kita hanya menanak luka?

Mengeja kata merdeka dengan bercanda?

 

Jawa Tengah, 16 Agustus 2023

=== 

Eksistensi Kemerdekaan Indonesia

Karya: Lea

 

Apa makna kemerdekaan?

Kala hidup terus dirundung susah dan duka hingga tak kuasa memejam mata

Kala daksa ditaklukan kekuatan jahat dan zalim sampai lemah tak berdaya

Kala atma dilanda keputus-asaan dan dilumat rasa kekecewaan maupun kehilangan

 

Eksistensi merdeka; ialah bebas dari penghambaan manusia kepada manusia

Kemenangan dan keadilan bukan hanya sebatas fatamorgana

Setiap jiwa tak merintih di bawah kezaliman dan kesewenang-wenangan

Kehormatan, persamaan, dan hak asasi manusia dapat diwujudkan

 

Eksistensi merdeka bukan seberapa keras gebyar proklamasi bertabuh

Bukan seberapa besar bangunan bangsa bertumbuh

Tetapi seberapa kuat nilai Pancasila direngkuh

Demi menjunjung hak asasi yang tak boleh runtuh

 

Kemerdekaan bukanlah pelabuhan akhir dari rihlah panjang perjuangan

Tetapi titik mula untuk merajut cita-cita kemerdekaan

Sebagai bangsa yang tumbuh atas tali persatuan.

Sebagai bangsa yang bebas dari penjajahan dan penghambaan

 

Kemerdekaan hakikatnya adalah tegak bersatu dalam perbedaan

Suara kebenaran mampu didengarkan; hidup penuh cinta dalam tatanan kedaulatan

Saling menghargai dalam bingkai kebhinekaan

Saling memahami nilai kedudukan manusia

 

Karena, sejauh apa jangkar proklamasi berkayuh

Akan patah ditikam persatuan yang rapuh

Mari melangkah bersama demi menggapai cita-cita

Demi banyak nyawa yang telah berkorban untuk kata merdeka

 

Jawa Tengah, 16 Agustus 2023

 ===


Biodata Penulis


Anak sulung dari dua bersaudara, mempunyai nama panggilan Lea. Lahir di Tegal, 4 Oktober. Sedang dalam kesibukan yang tidak berarti hanya sedang memperbaiki diri menjadi lebih baik. Masih bekerja keras untuk bisa membahagian ayah dan ibu tercinta, juga adik saya satu satunya.