Selasa, 27 September 2022

Tips Menulis Novel Tanpa Terselip Plot Hole


Sebagai penulis tentu familiar dengan istilah plot hole di dunia kepenulisan, yaitu lubang besar yang membuat cerita terasa janggal. Misalnya seorang siswa cupu bisa menghajar preman di jalan. Rasanya aneh, kan? Sebab, karakter diceritakan cupu yang pastinya pendiam, penakut, dan lemah. Namun, berbeda lagi jika penulis memberi penjelasan apabila siswa cupu tersebut sebenarnya bisa beladiri, tetapi ia memiliki penampilan seperti itu karena larangan ibunya.

Plot hole sendiri adalah sebuah lubang atau kejanggalan dalam alur cerita atau film yang tidak sesuai dengan logika. Dengan kata lain, plot hole adalah alur cerita yang tidak logis atau tidak masuk akal. Biasanya ini terbentuk karena ketidaksengajaan penulis dalam emnggambarkan tokoh atau alur cerita yang tidak sesuai di awal. 

Dalam satu keutuhan novel jika ada saja satu hal yang tidak wajar tentu akan merusak keselarasan cerita bahkan menyebabkan kesalahpahaman. Maka dari itu, banyak penulis yang menghindari kesalahan ini. Mengingat plot hole menjadi kekurangan dalam sebuah cerita sehingga tidak bagus di mata pembaca. Ada beberapa contoh plot hole yang sering dilakukan penulis, antara lain:

Baca juga: 4 Cara Mudah Menulis Blurb Novel Serta Contohnya

Mengisahkan peristiwa yang tidak masuk akal

Menghilangkan alasan dengan tidak menceritakannya lagi

Pertentangan antara dua hal yang sangat berlawanan

Perubahan karakter serta latar

Kesalahan berkelanjutan, misal awalnya tokoh berambut pendek, tiba-tiba diceritakan berambut panjang

Setelah mengetahui beberapa kesalahan dalam alur cerita yang menyebabkan plot hole, tentu sebagai penulis akan menyadari jika ini merupakan bencana dalam cerita. Maka dari itu, coba tips ini untuk mengatasi plot hole:

1. Membuat outline atau kerangka cerita

Inilah pentingnya outline untuk penulis, mengurangi risiko plot hole karena dengan adanya kerangka cerita dari awal sampai akhir penulis hanya tinggal menuliskan isi cerita dengan baik. Tak hanya mengurangi plot hole, tetapi ini juga membantu penulis agar tetap konsisten menyelesaikan tulisannya.

2. Menciptakan tokoh secara konsisten

Sering sekali mendengar perbincangan tentang sebuah novel yang tokohnya tiba-tiba berubah drastis tanpa alasan. Misal tokoh A yang awalnya diceritakan sebagai cowok geng motor, kejam, kasar, dingin tiba-tiba bersikap lemah lembut, bahkan suka menggoda seorang perempuan yang manja dan cantik. 

Tidak ada salahnya menciptakan tokoh seperti itu, tetapi perlu dijelaskan alasan masuk akal dari berubahnya sang tokoh. Seperti manusia biasa yang tidak mudah berubah hanya karena jatuh cinta, tetap saja ada sifat asli mereka yang tertinggal. Setidaknya, ada gengsi yang melekat saat cowok berandalan mengejar cewek seusianya. Jadi, dari awal pertahankan karakter tokoh dengan baik atau catat terlebih dahulu agar tidak lupa.

Baca juga: Konsep Alur dan Plot - Sastra Indonesia Org

3. Membaca bab sebelumnya

Kejanggalan dalam cerita sering terjadi karena penulis lupa dengan alur cerita dari bab sebelumnya. Oleh karena itu, sebelum lanjut menulis bab baru pastikan alurnya berkesinambungan sehingga tidak ada cerita yang terlewatkan.

4. Melakukan riset

Untuk membangun alur cerita agar terasa nyata dibutuhkan imajinasi yang tinggi. Walaupun cerita hanyalah fiktif belaka, penulis tetap perlu membuat cerita yang masuk akal sehingga menarik dan menginspirasi pembaca. Setidaknya cerita menyesuaikan kehidupan nyata, misal saat menggambarkan tokoh berprofesi sebagai ilmuwan, tentunya perlu melakukan riset tentang dunia penelitian untuk mendeskripsipkan ilmuwan secara realistis.

5. Memberi penjelasan secukupnya

Apabila ingin merubah cerita berikan penjelasan secukupnya agar pembaca tidak salah paham. Seperti contoh di awal, tokoh siswa yang cupu itu mengikuti les beladiri di sekolahnya sehingga ia bisa melawan para preman itu. Perihal masalah dalam cerita, tentu membutuhkan penjelasan sesegera mungikin untuk menghindari kesalahpahaman. 

Nah, itulah 5 tips yang bisa Sobat Penulis terapkan untuk menghindari adanya plot hole atau alur yang berlubang dalam cerita. Jika perlu, baca kembali dari awal jika melupakan cerita dari bab-bab sebelumnya. Serta tak lupa melakukan riset apabila Sobat Penulis kurang tahu dengan apa yang akan dihadirkan dalamm cerita. Sejauh ini kejanggalan apa yang sudah Sobat temui dalam cerita kekinian?

Jumat, 23 September 2022

Penulisan Huruf Kapital dalam Bahasa Indonesia, Bagaimana Penulisanmu?

 

Sobat Literasi pasti tidak asing lagi dengan salah satu kaidah kepenulisan yang sering bikin dilema ini. Ya, untuk beberapa orang menentukan huruf besar atau huruf kecil masih menjadi kesulitan tersendiri. Huruf kapital sendiri adalah huruf besar yang digunakan sebagai unsur utama kata di awal kalimat dan kegunaan lainnya.

Namun, banyaknya kegunaan lainnya yang masih sering menjadi kebingungan tersendiri terlebih dalam penulisan nama tempat. Misalnya pada kata ‘gunung’ tanpa diikuti nama gunung yang dimaksud ditulis kecil, berbeda jika ditulis ‘Gunung Arjuna’ menggunakan huruf kapital. Maka dari itu, berikut ada beberapa penjelasan tentang huruf kapital :

1. Huruf kapital digunakan pada huruf pertama di awal kalimat

Misalnya : 

Alister membersihkan bunga Aster yang berserakan di kamar. Ada juga Daisy—putri semata wayangnya yang menyebabkan kekacauan tersebut.

Baca juga: Perbedaan Penggunaan Tanda Hubung dan Tanda Pisah

2. Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur nama orang termasuk julukan

Contohnya :

Alister Evandari

Denada Manunggal Dewi

Aksara Diagara

Dewi Bulan

Alien

Penguasa Air

Note : 

Huruf kapital tidak digunakan sebagai huruf pertama nama orang dalam jenis atau satu ukuran, seperti ikan mujair 5 kilo.

Huruf kapital tidak digunakan untuk menuliskan huruf pertama kata anak dari, bin, binti, dan kata yang memiliki makna sama. Contohnya: Alister Evandari bin Tirtanegara, Denada Manolia binti Dewi, Ayam Jantan dari Timur.

3. Huruf kapital digunakan di awal kalimat dalam petikan langsung

Contohnya:

Alister bertanya, “Kenapa kamu memecahkan vas bunga ini, Nak?” 

Daisy menunduk, “Maaf, Yah, tadi Icy lihat ada pelempuan milip Icy di buku dialy Mama. Icy ….”

“Kembalikan buku diary itu ke sana, besok ayah belikan vas dan bunga asternya.” Alister menghela napas.

“Icy mau Tante Aster yang dimaksud Mama di buku dialynya, Icy pengin ketemu Tante Aster pokoknya!” isak Daisy yang membuat sang ayah memijit dahi.

Baca juga: Materi Tanda Elipsis - Sastra Indonesia

4. Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama pada kata nama agama, kitab suci, serta Tuhan, tak lupa sebutan dan kata ganti untuk Tuhan.

Misalnya: Al-Qur’an, Salat Zuhur, Salat Ashar, hamba-Nya, berdoa pada-Nya, Allah, Tuhan, Alkitab, Hindu Weda, dan masih banyak lagi.

5. Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keagamaan, akademik, yang diikuti nama orang, serta gelar akademik yanng mengikuti nama orang.

Misalnya: 

Haji Agus Salim

Insinyur Soekarno Hatta

Raden Ajeng Kartini

Nugraha Dwi Nursila, Sarjana Pendidikan Sastra dan Bahasa Indonesia

Budiono, Magister Humaniora

Nah, itulah beberapa peraturan penulisan huruf kapital yang bisa Sobat pelajari. Untuk peraturan lainnya akan dijelaskan di unggahan selanjutnya. Kalau Sobat Literasi masih bingung penulisan huruf kapital yang bagaimana?

Rabu, 21 September 2022

Bahasa dan Gender: Ketertimpangan dalam Pemakaian Bahasa Indonesia di Masyarakat



 Bahasa dan Gender: Ketertimpangan dalam Pemakaian Bahasa Indonesia di

Masyarakat

Oleh : Salma Dhiya Ulhaq

Dalam lingkungan kemsyarakatan, penutur bahasa tidak hanya dipakai oleh orang yang mempunyai kriteria yang sama, penutur bahasa bisa dari golongan apa saja. Kedudukan sosiolinguistik menempatkan bahasa dalam hubungan dengan pemakaian bahasa yang digunakan dalam masyarakat sehingga dapat memandang bahasa sebagai alat komunikasi.

Sosiolinguistik berperan dalam menjelaskan kemampuan seseorang menggunakan aturanaturan berbahasa dengan tepat menyesuaikan situasi-situasi yang bermacam-macam (Rokhman, 2002). Perbedaan kata didasarkan atas jenis kelamin penutur, bahasa dan gender begitu berkaitan dalam masyarakat sehingga keduanya mempunyai keterkaitan yang erat.

Gender merupakan faktor yang berpengaruh terhadap variasi bahasa meskipun sampai saat ini studi bahasa pada umumnya membiarkan perbedaan jender dalam pemakaian bahasa. Gender juga sebagai pembeda fungsi peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan di masyarakat.

Hubungan gender dengan proses keyakinan adalah dengan cara apa seharusnya lakilaki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya di tempat mereka berada. dapat melihat kenyataan bahwa gaya bicara dan karakteristik pilihan pembicaraan sangat dipengaruhi jenis kelamin. Tidak jarang, dalam pemakaian bahasa sehari-hari terjadi bias antara laki-laki dan perempuan.

Bias gender ini terjadi apabila salah satu pihak dirugikan, sehingga mengalami ketidakadilan, yang dimaksud ketidakadilan dalam konteks ini yakni apabila salah satu jenis gender lebih baik keadaan, posisi, dan kedudukannya. Baik laki-laki maupun perempuan bisa terkena imbas dari adanya bias gender.


Bahasa Indonesia pada dasarnya tidak terdapat pembagian bahasa berdasarkan kategori jenis kelamin atau gender. Berebeda dengan bahasa negara lainnya yang beberapa diantaranya menggunakan kategori gender dalam pemakaiannya. Badudu (1984:48) mengungkapkan bahwa dalam bahasa Indonesia tidak ada bentuk gramatika untuk menyatakan atau membedakan benda-benda atau jenis laki-laki dan perempuan.

Dalam kaitanya dengan penggunaan bahasa, menurut ilmu sosiolinguistik, dapat dilihat. Pada praktek nyatanya yang ada dalam masyarakat, biasanya perempuan lebih terkesan menggunakan kosa kata yang berbeda dibanding laki-laki. Dalam kehidupan masyarakat, tak jarang masih adanya bias atau ketimpangan gender yang juga sebagai ungkapan dalam wujud nama penanda status keluarga atau perkawinan.

Sejak lahir, manusia sudah dikotak-kotakkan atau diklasifikasikan ke dalam gender: laki-laki dan perempuan. Untuk mengekalkan keberadaan keluarga, di beberapa suku dan kelompok sosial lainnya, sudah menjadi kebiasaan mencantumkan nama ayah di belakang nama anak, bukan nama ibu. Jika masyarakat tidak mengenal adat tersebut, ketika dewasa nama yang dipilih adalah nama ayah dan bukan nama ibu.

Beberapa kata dapat merekam adanya stereotipe dan sifat-sifat tertentu yang mengasosiasikan laki-laki atau perempuan. Stereotipe yang berkembang di masyarakat mengatakan bahwa fisik perempuan lebih lemah daripada laki-laki. Stereotip yang tumbuh dan berkembang di masyarakat mengatakan bahwa perempuan secara fisik lebih lemah daripada laki-laki.

Wanita biasanya diberi predikat pasif, lemah, lemah lembut, sabar, setia, mengalah, emosional, bahkan irasional. Begitu juga dengan cara berbahasa mereka dalam kesehariannya, pada perbendaharaan kata sosiolinguistik, secara umum, pembahasan tentang perbedaan penggunaan bahasa antara perempuan dan laki-laki ditumpukan pada konteks jaringan sosial dan maksud pembicara.

Maksud dari pembicara sangat ditentukan oleh konteks, yakni dari waktu, tempat, peristiwa, kelas, etnik, agama, lingkungan sosial, ekonomi, politik, proses, keadaan, dan mitra tutur. Maksud pembicara tersebut bisa disimak dari kosakata yang dipilihnya. Dalam bahasa

Indonesia, misalnya, kalimat yang berbunyi “Saya mau mengawini dia.” atau “Saya akan menceraikan dia.” dapat bisa langsung diketahui siapa yang dimaksud subjek “saya” dan “dia”. ”Saya” dalam kalimat itu pasti laki-laki dan ”dia” perempuan. Penentuan referen “saya” seorang laki-laki dan “dia” itu perempuan karena dalam jaringan sosial masyarakat kita, yang dapat dilekatkan dengan kata “mengawini” dan “menceraikan” adalah laki-laki, sedangkan perempuan hanya dapat “dikawini” dan “diceraikan”.

Ketika melihat konteks struktur bahasa, kalimat “Tuti mengawini Yusuf” atau “Yusuf dicerai Tuti” tidak salah, sepanjang ada fungsi gramatikal subjek (S), predikat (P), dan objek (O). Tetapi, bahasa bukan hanya masalah intrinsik struktur bahasa, melainkan juga masalah ektrinsik-konteks budaya.

Kalimat, “Ratih diceraikan Hendi,” perempuan sebagai subjek jika dibandingkan dengan kalimat, “Hendi mengawini Ratih,” dianggap memenuhi kaidah struktur kalimat dan konteks sosial budaya, kata ‘diceraikan’ dan ‘dikawini’ dengan ‘mengawini’ dan ‘menceraikan’ walaupun tanpa tahu subjeknya pun sudah dapat ditebak siapa objek dan subjeknya.

Selama budaya di Indonesia masih ada sistem patriarki yang sangat kental, perempuan mustahil untuk mendapat orang yang dianggap ”mengawini” dan ”menceraikan” kedua kata tersebut terdengar lebih cocok pada laki-laki seolah menunjukkan posisi mereka dalam realita sosial.


Terdengar memiliki power dan tidak berada dipihak yang lemah. Selain itu, adanya penentuan kategori dalam jenis kelamin, contoh sederhananya dari penggunaan sufiks [-wan], [-man], dan fonem /a/ untuk maskulin; serta sufiks [–wati], dan fonem /i/ untuk feminin (Parera, 1994:32). Sampai sejauh ini kita meyakini setiap kata yang berakhiran [–wan] atau [-man] yang menandai bentuk maskulin untuk laki-laki, pasti memiliki pasangan femininnya untuk perempuan.

 Contohnya, antara lain: wartawan >< wartawati, seniman >< seniwati, peragawan >< peragawati. Tetapi, kenyataannya ada beberapa kata yang tidak memiliki pasangan femininnya, seperti: budiman, pahlawan, bahasawan, bangsawan, hartawan, ilmuwan, sejarahwan, cendekiawan, budayawan, dan sebagainya. Kenyataan tersebut dapat dijadikan sebagai bukti akan adanya bias gender terkait dengan maskulinitas dan feminitas dalam bahasa Indonesia.

Sebagai contohnya, penamaan profesi polisi merupakan penamaan yang bersifat general dan netral, sedangkan bagi perempuan yang menjadi polisi maka ada panggilan khusus yakni polisi wanita (polwan). Hal tersebut menjadi bermasalah karena nama profesi yang dikotak-kotakkan ini merupakan bentuk dari pengistilahan bias gender yang linear dengan penyebutan berdasarkan sufikssufiks yang menempel pada kata dasarnya.

Dalam pandangan umum bahwa perempuan dan laki-laki memilki perbedaan dalam menggunakan bahasa karena dari segi seks mereka berbed. Para ahli bahasa juga sepakat bahwa perbedaan ciri-ciri bahasa yang digunakan antara laki-laki dan perempuan dapat diamati dan dibedakan. Diyakini bahwa itu tidak dapat dihindari dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial.

Bahasa Indonesia memiliki perbedaan kosa kata yang biasanya digunakan oleh laki-laki dan perempuan. Perbedaaan bahasa bukan berarti dua bahasa yang sama sekali berbeda dan terpisah, tetapi bahasa mereka tetap sama, tetapi dalam penggunaan bahasa laki-laki dan perempuan memiliki karakteristik yang berbeda.

Masalah bahasa dan komunikasi lebih penting bagi perempuan daripada laki-laki karena pada umumnya, perempuan lebih sering berbicara daripada laki-laki. Misalnya, dalam penggunaan kata warna, ada kosa kata feminin yang tidak disukai oleh laki-laki, seperti: ungu muda, merah jambu, dan magenta.

Bisa dikatakan, jika dibandingkan, perempuan lebih menguasai banyak kosakata dalam penggunaan bahasa dalam sehari-hari daripada laki-laki dalam menamai sebuah objek. Dalam kehidupan sehari-hari perempuan sering menggunakan banyak kata sifat, seperti kata menggemaskan, menawan, cantik; kata yang jarang laki-laki gunakan.

Menggunakan lebih banyak kata sifat untuk menggambarkan sesuatu dan perasaan, hal tersebut dapat membuktikan bahwa wanita lebih peka terhadap lingkungan dan cenderung mengekspresikan emosinya. Perempuan cenderung fokus pada fungsi afektif ketika sedang berinteraksi daripada laki-laki. Afektif yang dimaksud di sini yaitu yang berkaitan dengan sikap dan nilai ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.

Biasanya, dalam sebuah interaksi, perempuan lebih banyak mengumpulkan fungsi afektif yang meliputi perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai daripada laki-laki. Perempuan juga lebih terampil secara verbal daripada laki-laki, tujuan laki-laki dalam menggunakan bahasa cenderung untuk menyelesaikan sesuatu, sedangkan perempuan cenderung untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Laki-laki lebih banyak berbicara tentang hal-hal dan fakta, sedangkan perempuan lebih banyak berbicara tentang orang, hubungan, dan perasaan.

Perbedaaan bahasa bukan berarti dua bahasa yang sama sekali berbeda dan terpisah, tetapi bahasa mereka tetap satu, hanya saja dalam pemakaian bahasa lelaki dan perempuan mempunyai ciri-ciri yang berbeda. Masalah bahasa dan komunikasi lebih penting bagi perempuan daripada laki-laki karena pada umumnya, perempuan lebih sering berbicara daripada laki-laki. Perempuan lebih terampil secara verbal dibandingkan dengan laki-laki.

Perempuan lebih cenderung menggunakan linguistic device yang menekankan solidaritas daripada yang dilakukan laki-laki. Sebagian perempuan dalam berinteraksi terutama saat memberi saran ke temannya yang sesama perempuan, menyampaikan arti yang berbeda dari arti yang asli. Biasanya memakai metafora untuk menyampaikan maksudnya, hal yang mungkin jarang dilakukan laki-laki. Linguistic device ini beberapa diantaranya ada simile, hiperbola, metafora dan lain-lain.

Dalam bahasa Indonesia, tidak terdapat tidak terdapat pembagian bahasa berdasarkan kategori jenis kelamin atau gender, berbeda dengan bahasa negara lainnya yang beberapa diantaranya menggunakan kategori gender dalam pemakaiannya. Gender merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi variasi bahasa, meskipun sampai saat ini pembelajaran bahasa secara umum memungkinkan adanya perbedaan gender dalam penggunaan bahasa.

Gender juga sebagai pembeda fungsi peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan di masyarakat. Tidak jarang, dalam pemakaian bahasa sehari-hari terjadi bias antara laki-laki dan perempuan. Bias gender ini terjadi apabila salah satu pihak dirugikan, sehingga mengalami ketidakadilan, yang dimaksud ketidakadilan dalam konteks ini yakni apabila salah satu jenis gender lebih baik keadaan, posisi, dan kedudukannya. Kejadian bias tersebut bisa saja terjadi baik kepada laki-laki maupun perempuan.

Fakta bahwa peran sosial laki-laki dan perempuan tidak setara dalam budaya kita juga memiliki nilai paralel dalam bahasa. Bahasa merekam asumsi-asumsi yang diyakini oleh masyarakatnya mengenai bagaimana seharusnya seorang laki-laki atau perempuan berperilaku. Jika bahasa merupakan seperangkat konvensi yang mampu merefleksikan hubungan–hubungan sosial dan budaya di masyarakat, maka bias gender dalam bahasa memperlihatkan adanya budaya Indonesia yang lebih berpihak pada laki-laki dari pada perempuan, budaya yang menyudutkan perempuan dan menganggap perempuan sebagai manusia lemah dan tidak berdaya.

DAFTAR PUSTAKA

Aminah. Jalil, Abdul. 2018. “Gender Dalam Perspektif Budaya dan Bahasa.” dalam Jurnal

Jurnal Al-Maiyyah, Vol. 11 No. 2. Sulawesi Selatan: Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI)

DDI Pangkep.

Budiwati, Tri Risna. 2011. “Representasi Wacana Gender dalam Ungkapan Berbahasa

Indonesia dan Bahasa Inggris: Analisis Wacana Kritis.” dalam Jurnal Kawistara Vol. 1, No.

3. Yogjakarta: Universitas Ahmad Dahlan.

Harimansyah, Ganjar. Perempuan dan Bahasanya: Cermin Pengaruh Jenis Kelamin dalam

Faktor Pilihan Berbahasa dan Mitos di Sekitarnya.

https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/node/328 diakses pada 31 Oktober 2021.

Ismail, Asri. 2018. Menyelami Kuasa dan Bahasa Perempuan.

https://news.detik.com/kolom/d-3880048/menyelami-kuasa-dan-bahasa-perempuan diakses

pada 31 Oktober 2021

Jaeni, Muhammad. 2009. “Bahasa dan Ketimpangan Gender.” dalam Jurnal Muwazah Vol.

1, No. 2. Pekalongan: STAIN Pekalongan.

6

Jalal, Moch. “Fenomena Bias Gender dalam Pemakaian Bahasa Indonesia.” dalam Jurnal

Sastra Indonesia. Surabaya: Universitas Airlangga. 



Sabtu, 17 September 2022

7 Jenis Puisi Baru yang Perlu Penyair Ketahui

 


Sobat Literasi pasti tidak asing dengan jenis karya tulis satu ini, ya, puisi yang digemari semua kalangan karena bahasa indah dan penuh maknanya. Puisi memiliki daya tarik tersendiri di mata para penggiat sastra. Namun, perlu diketahui kalau ada beragam jenis puisi di antaranya, puisi lama, puisi baru, dan puisi kontemporer, serta masih ada yang lain berdasarkan aspek lain.

Kali ini kita akan mengupas tentang puisi baru merupakan jenis puisi yang bebas, dengan kata lain tidak terikat pada ketentuan suka kata atau rima, dan jumlah baris. Puisi ini pun dibagi menjadi tujuh, antara lain romansa, epigram, elegi, himne, ide, sampai satire. Puisi-puisi tersebut mempunyai ciri, karakter, serta keunikan tersendiri. Berikut jenis-jenis puisi serta penjelasannya :

1. Puisi romansa

Dari namanya puisi ini berisi ungkapan perasaan kasih sayang atau cinta kepada seseorang dengan bahasa puitis. Puisi jenis ini paling banyak digemari oleh kalangan anak muda karena puisi ini menggunakan bahasa yang romantis dan indah.

Baca juga : Tips Menulis Puisi Agar Menjadi Indah

2. Puisi Ode

Puisi ini baru ini berisi sanjungan terhadap orang yang dianggap mempunyai jasa besar. Umumnya, puisi mempunyai ciri khas bernada anggun dengan gaya bahasa resmi, serta mempunyai makna tentang hal yang dimulai, dan bersifat memberi sanjungan atau menyanjung.

3. Puisi Satire

Istilah satire berasal dari bahasa latin, yaitu satura yang berarti sindiran, kecaman tajam terhadap suatu kejadian. Dengan kata lain, satire diartikan sebagai jenis puisi yang berisi sindiraan atau kritikan.

4. Puisi himne

Himne memuat pujian yang biasanya berupa sebuah lagu yang dilantunkan untuk menghormati Tuhan, dewa, pahlawan, maupun guru. Jenis puisi ini juga bisa didefinisikan sebagai puisi yang dinyanyikan untuk pujian terhadap sesuatu yang dihormati.

5. Puisi epigram

Epigram berasal dari Bahasa Yunani epigramma yang mengandung unsur pengajaran, membawa nasihat kebenaran yang bisa dijadikan petunjuk dan teladan hidup. Sederhananya, epigram adalah puisi yang berisi petuah atau pedoman hidup.

Baca juga : Materi Puisi Akrostik - Sastra Indonesia

6. Puisi elegi

Elegi adalah puisi yang mendeskripsikan ratapan atau kesedihan, puisi ini berisi sajak yang menunjukkan keluh kesah serta duka mendalam. Umumnya, puisi ini digunakan mengungkapkan kesedihan karena ditinggalkan oleh seseorang.

7. Puisi balada

Balada adalah puisi yang mengungkapkan tabir hidup dengan mendeskripsikan perilaku manusia, secara dialog maupun monolog, dan mengandung unsur cerita tertentu. Puisi ini memiliki aturan tentang rima dan baitnya, tetapi seiring perkembangan zaman dibebaskan asal memiliki sifat bercerita. Menurut peraturan, puisi ini terdiri dari 3 bait dengan masing-masing bait terdiri dari 8 baris. Serta rima a-b-a-b-b-c-c-b dan bisa berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c.

Itulah tujuh jenis puisi baru yang perlu Sobat Literasi ketahui jika ingin belajar lebih dalam mengenai karya sastra satu ini. Saat belajar puisi tidak hanya mempelajari beragam jenis puisi, tetapi Sobat juga perlu mencari tahu tentang struktur serta perkembangannya, tak lupa juga memperkaya kosakata. Nah, pernahkah Sobat Literasi mencoba membuat salah satu jenis puisi di atas?

Sabtu, 10 September 2022

Jenis Kata dalam Bahasa Indonesia yang Wajib Penulis Ketahui

Dalam dunia kepenulisan, kata menjadi unsur yang paling penting untuk membentuk kalimat. Tak hanya bentuk dasarnya, kata juga terbentuk dari proses morfologis seperti pengimbuhan (afiksasi), perulangan (reduplikasi), penggambungan (komposisi). Hal ini dimaksudkan untuk menyampaikan makna yang terkandung dalam kalimat.

Kata pun memiliki kedudukaan dalam kalimat mulai dari subjek, objek, predikat, serta keterangan. Hal ini berkaitan dengan kedudukan dalam kalimat, fungsi, dan makna yang ditunjukkan sehingga kata dikategorikan ke dalam kelas kata. Menurut perkembangannya dalam tata bahasa Indonesia, ada berbagai rumus tentang kelas kata yang dibuat oleh para ahli bahasa.

Menurut bentuknya, kata dibagi menjadi empat, yaitu kata dasar, dasar yang terdiri dari morfem dasar, kata berimbuhan, kata majemuk, dan kata ulang. Sedangkan menurut kesamaan bentuk, fungsi, serta makna, kata dikategorikan menjadi sepuluh jenis. Antara lain nomina, verba, pronomina, numeralia, bilangan, adverbia, konjungsi, preposisi, artikulasi, dan interjeksi. Yuk, kita kupas satu-satu penjelasannya!

Baca juga : Gunakan Konjungsi Perbandingan dengan Tepat, Ini Perbedaannya!

1. Nomina atau kata benda

Dalam bahasa Indonesia, nomina adalah nama dari semua benda serta segala sesuatu yang dibendakan. Berdasarkan wujudnya, nomina dibedakan menjadi kata benda konkret dan kata benda abstrak. Kata benda mempunyai ciri-ciri, yaitu semua kata yang bisa dijelaskan atau diperluas dengan menambahkan yang+kata sifat atau yang sangat+kata sifat di belakangnya. Contohnya : sepatu yang cantik, bunga yang indah.

2. Verba atau kata kerja

Verba adalah kata yang menyatakan suatu perbuatan atau tindakan, gerak, proses, keadaan, atau terjadinya sesuatu. Dalam kalimat verba menduduki fungsi sebagai predikat. Ciri-ciri verba adalah bisa diperluas dengan kelompok kata dengan+kata sifat atau dengan+kata benda. Misalnya : bersenandung dengan merdu, bernyanyi dengan teman.

Baca juga : 7 Peraturan Baru dalam EYD Edisi V yang Menggantikan PUEBI

3. Adjektiva atau kata sifat

Adjektiva merupakan kata yang bisa diikuti dengan kata keterangan sekali dan bisa dibentuk menjadi kata ulang berimbuhan gabung se-nya. Dalam frasa, kata sifat berada di belakang kata benda yang disifatkannya. Contohnya : bunga cantik, sepatu santai, gaun sederhana. Umumnya, adjektiva merupakan kata yang menyatakan sifat, watak seseorang, benda, atau binatang, dan keadaan. Dalam kalimat, adjektiva memiliki fungsi sebagai penjelas subjek, objek, dan predikat.

4. Adverbia atau kata keterangan

Adverbia merupakan kata yang menjelaskan predikat (verba) suatu kalimat. Dalam bahasa Indonesia, ada beberapa jenis kata keterangan antara lain, adverbial kuantitatif, adverbial limitative, adverbial frekuentif, dan lainnya.

5. Pronomina atau kata ganti

Kata ganti merupakan kata yang digunakan untuk mengacu kepada nomina lain dalam kalimat. Terdapat beberapa macam pronominal antara lain, pronominal persona, pronominal penunjuk, dan pronominal penanya. 

Nah, itulah beberapa jenis kata dalam bahasa Indonesia yang wajib Sobat Literasi ketahui. Sebenarnya masih ada lima jenis kata lagi yang perlu diketahui, selain kata di atas. Untuk mengetahui lima jenis lainnya, pantau terus postingan di sastraindonesia.org yang selanjutnya, ya! Sobat Literasi sudah kenal belum dengan jenis kata ini?