Hai Sobat, pasti tak asing lagi dengan istilah International Standard Book Number yang merupakan kode sistem identifikasi unik yang mencakup seluruh dunia. Kode ISBN terdiri dari 10 digit untuk setiap buku yang diterbitkan. ISBN ini sebagai tanda jika buku Sobat resmi terdaftar di Perpustakaan Nasional. Perlu Sobat tahu, sistem pengkodean ini terdiri dari empat bagian, antara lain ID grup, ID penerbit, ID judul, dan 4 digit angka pemeriksaan.
Dalam ISBN juga terdapat barcode LAN untuk produk buku yang diterbitgan serta digabungkan dengan angka pemeriksaan. ISBN sendiri memiliki banyak manfaat, antara lain memberikan identitas pada sebuah judul buku. Tak heran, jika ISBN memiliki peran penting sebagai sistem identifikasi buku yang jumlahnya sangat banyak di dunia. Untuk mendapatkan ISBN pun tidaklah mudah karena penerbit harus meminta nomor ISBN buku.
ISBN bisa diberikan di negara mana pun atas permintaan lembaga yang ditunjuk. Seperti di Indonesia, penerbit bisa mengajukan ISBN melalui Perpustakaan Nasional. Selain menjadi sistem identifikasi, ISBN juga berfungsi memperlancar distribusi buku dari 10 digit angka yang tertera di dalamnya yang menunjukkan pengenal penerbit, pengenal judul, angka pemeriksaan, pengenal kelompok, dan LAN Barcode.
Baca juga : Pengalaman Kontrak Novel Menjadi Film oleh Mia
Biasanya ISBN dicantumkan di bagian bawah sampul belakang, di balik halaman judul, dan punggung buku jika tebal buku memungkinkan. ISBN yang sistemnya diatur oleh kantor pusat ISBN di Berlin, Jerman. Beberapa bulan ini ISBN menjadi perbincangan hangat lantaran peraturan baru yang aneh bagi masyarakat di jagat literasi, nah, ada beberapa fakta tentang ISBN yang perlu Sobat tahu!
Beberapa waktu kemarin, ISBN yang tertunda menjadi topik pedas yang hingga sekarang masih merasakan. Faktanya, Perpusnas RI yang ditunjuk sebagai pengelola ISBN di Indonesia memperoleh teguran dari Badan ISBN Internasional. Seperti yang dilansir dari teraju.id untuk pemberian ISBN dari Badan ISBN Internasional yang berada di London, Inggris mengintruksi agar pemberian ISBN ditunda sementara.
Hal ini terjadi karena produksi judul buku di Indonesia dianggap tidak wajar. Ya, dalam beberapa tahun ini terlebih sejak pandemi buku yang diberi ISBN naik dari tahun sebelumnya. Dikutip dari teraju.id buku yang diberi ISBN pada tahun 2020 sejumlah 144.793 judul dan di tahun 2021 mencapai 63.398 judul. Sedangkan ISBN di Indonesia dengan nomor khas blok 978-623 diberikan sebanyak 1 juta ISBN dengan rentang waktu lebih dari 10 tahun. Nah, di beberapa negara ISBN yang berjumlah 1 juta itu habis lebih dari 15 tahun bahkan 20 tahun.
Baca juga : Perlunya Pendidikan Pemustaka oleh Tulus Wulan Juni, S.Sos
Terakhir ISBN berjumlah 1 juta nomor itu diberikan pada tahun 2018, tetapi di tahun 2022 pemberian ISBN sudah melar lebih dari 50%, yaitu 623.000 judul. Jadi, hanya tersisa 377.000 nomor untuk setidaknya enam tahun lagi. Wow! Produktif sekali, tentunya itu juga mencerminkan adanya kemajuan literasi di negara kita. Namun, tidak semua buku relevan untuk diberikan ISBN terlebih yang bukan termasuk buku. Oleh karena itu, ada ciri buku yang bisa memenuhi syarat ISBN, berikut cirinya :
1. Buku diperjualbelikan dalam jumlah yang besar dengan minimal 50 eksemplar.
2. Buku tersedia untuk umum secara luas dan bisa diakses secara gratis maupun berbayar.
Nah, dari sanalan masalah penerbit ini datang terlebih ISBN dibutuhkan untuk kenaikan pangkat dosen, di mana mereka harus menerbitkan buku dengan ISBN. Masalah ISBN yang tertunda, tentunya ikut meresahkan dan menyulitkan penerbit, tetapi hal ini menyadarkan kita akan pentingnya ISBN dallam membuat buku aman dan resmi. Apa nih keluh kesahmu karena gonjang-ganjing ISBN ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.