Senin, 06 Desember 2021

Mengenal Kesusastraan Puisi Jepang

Hai Sobat Literasi, kalian pasti tidak asing dengan haiku yang termasuk ke dalam jenis puisi Jepang. Selain haiku masih ada puisi Jepang yang perlu diketahui, lho! Haiku sendiri memiliki keunikan, yaitu satu bait puisinya menerapkan pembagian suku kata 5, 7, 5. Artinya di baris pertama harus menggunakan 5 suku kata, baris kedua tujuh suku kata, dan baris ketiga lima suku kata. 

Pasalnya setiap negara mempunyai ciri khas sendiri dalam membuat karya sastranya sesuai budaya dan kebiasaan mereka. Begitu pun negara Jepang yang memiliki karya sastra puisi. Penyair Jepang seperti Matshuo Basho yang buku puisinya sudah populer dan ada yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia juga, lho! 

Matsuo Basho sendiri adalah orang yang mempopulerkan haiku. Isi dari haikunya berbau filosofis dan dramatis, menganalogikan keindahan alam menjadi suatu pemikiran yang dalam. Basho menulis kumpulan haiku yang berjudul “ookuno hosho michi”(narrow road to the north)  hasil dari perjalanannya berkelana dari Edo sampai ke Honshu kemudian Kembali ke Edo. Masih banyak lagi penyair Jepang yang memiliki kelebihan tersendiri dalam puisinya. 

Ragam puisi Jepang terbagi menjadi 7, yuk, kita bahas satu persatu! Berikut ragam puisi Jepang:

1. Waka (Puisi Kuno)

Waka merupakan bentuk pertama puisi di Jepang, di mana penulisannya terdiri dari 31 suku kata uang dibagi menjadi 5, 7, 5, 7, 7 suku kata berurutan dari baris pertama sampai kelima. Umumnya pemilihan kata yang digunakan menunjukkan rasa, ekspresi, ciri, dan pemikiran penyair.

Contoh:

Embun membeku

Malam hening sekali

Tak ada sinar

Hilang suara jangkrik

Senyap di kegelapan

2. Haikai

Haikai merupakan bentuk puisi Jepang yang bergenre jenaka, 

3. Haiku

Haiku adalah puisi Jepang yang terdiri dari satu bait dengan pembagian suku kata 5, 7, 5. Masaoka Shiki beranggapan jika bait pertama dari waka dengan komposisi tersebut bisa dijadikan sebuah puisi baru yang disebut Haiku. 

Mekar berbunga

Musim semi yang indah

Daun-daun menghijau

4. Kyoka

Kyoka menggunakan bahasa yang bebas, bisa dikatakan penggunaan kata-katanya kurang sopan karena dibuat dengan gaya penyairnya sendiri. Kyoka populer karena pedagang-pedagang dari Osaka pada tahun 1781-1789, hingga puisi Jepang ini mencapai puncak kepopulerannya.

5. Renga

Renga memiliki konsep, satu orang penyair selesai menuliskan baitnya, lalu disambung dengan penyair lainnya, tetapi tetap dengan tema yang sama. Sederhananya, terdapat dua orang penyair menggabungkan ide menjadi sebuah puisi yang disebut renga.

6. Senryu

Senryu mirip dengan haiku, tetapi senryu menggunakan bahasa yang santai untuk mengekspresikan diri, berbedaa dengan haiku yang elit dan serius. Tidak ada aturan khusus dalam membuat puisi ini, sehingga isi dan bait dari puisi ini bisa menjadi sebuah lawakan.

7.  Kindai Shi (Puisi Modern)

Puisi modern Jepang berbentuk syair yang merupakan serapan dari budaya yang masuk pada 1882. Sejak itu, puisi Jepang mengalami banyak perubahan baik dari segi jumlah suku kata, bait atau baris seperti pada peraturan yang ada di Waka. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.