Rabu, 24 November 2021

Perbedaan Novelet, Novela, dan Novel

Hai Sobat Literasi, pasti kalian sudah sering mendengar istilah novel bahkan pernah membaca atau menulis karya berupa novel. Namun, jarang mendengar novelet dan novela. Dua istilah ini hampir sama dengan novel, mungkin hanya nama lainnya. Eits, salah! Memang namanya hampir sama karena ketiganya sama-sama berupa cerita bersambung, hanya jumlah kata yang membedakannya. 

Novelet dan novella sebenarnya banyak tersedia di toko buku, saudara dekat novel ini bisa dengan mudah ditemukan. Namun, karena lebih sering mengenal novel, orang jadi terbiasa menyebutnya sebagai novel mini atau menyamakannya. Yuk, kita kupas satu-persatu tentang ini!

Baca juga: Review Novel Zahra dan Abyan

1. Novelet

Novelet merupakan sebuah karya sastra yang memiliki bentuk lebih kecil dari novel, bisa juga disebut dengan novel mini, Istilah novelette sendiri berasal dari bahasa Italia yang berarti dongeng atau sebuah berita. Cerita yang ditulis menggunakan alur panjang, tetapi tidak terlalu kompleks, latarnya luas, penokohan detail, dan waktunya dengan tempo sedang.

Umumnya novelet lebih pendek dari novella, yaitu memiliki 7500-17000 kata. Novelet ini lebih panjang dari cerpen atau cerita pendek, sehingga dengan jumlah kata yang relatif sedikit ini bisa dimasukkan ke dalam list buku 'one-sit read' atau buku yang habis dibaca dengan sekali duduk. Nah, kalian bisa membaca buku karya Charles Dickens berjudul A Christmas Carol dan The Doll and Other karya Algernon Blackwood.

Baca juga: Rekomendasi Buku Habis Dibaca dengan Sekali Duduk

2. Novella

Para Penulis fiksi ilmiah dan fantasi Amerika mendefinisikan novelet memiliki jumlah kata 17.500-40.000 kata. Berbeda dengan sumber lainnya yang menyebutkan panjang novella antara 30.000-50.000 kata, yaitu menurut Dr,Furqonyl Axiez, M.Pd dan Dr, Abdl Hasim, M.Pd di dalam bukunya yang berjudul 'Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar'.

Awalnya di Italia pada abad pertengahan, isi novella berdasarkan acara lokal yang lucu, politik, dan hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Novella menjadi genre sastra yang umum di beberapa bahasa di Eropa, tetapi tidak di Inggris. Novella sendiri memiliki tempo sedang dan bertahap, dan biasanya melompat ke bagian berikutnya. Sehingga di beberapa bagian penulis langsung memberikan penyelesaian tanpa perlu menceritakan secara rinci.

3. Novel 

Terakhir adalah novel yang sudah sering kita kenal, tetapi beberapa orang tak memperhatikan jumlah katanya. Novel memiliki jumlah kata antara 70.000-400.000 kata. Tentunya, novel memiliki alur yang kompleks, penokohan yang rinci, lingkungan luas, terdapat berbagai konflik. 

Senin, 22 November 2021

Pujaan Hati Raka Elvanza, Sang Malaikat Gereja

 

Pujaan Hati Raka Elvanza, Sang Malaikat Gereja


Raka dalam pikiran segelap gorong-gorong Seattle

Dingin, pengap, penuh tikus-tikus kecil yang suka menggigit jari manusia

 

Saat Raka Elvanza termenung di kekosongan malam

Malaikat Gereja turun ke bumi, cantik dengan sayap indahnya yang menawan

Dia bersenandung lagu cinta mengusik hati yang sepi

 

Apakah malaikat itu jodohnya?

Raka terus mengeja pertanda Tuhan di langit,

suaranya menentramkan jiwa yang tak henti bergemuruh

 

Otak Raka menolak, sedang batinnya membisikkan benih cinta

Malaikat penjaga gereja, pujaan hati dalam sendu jiwa

 

Darah Raka berdesir, hasratnya ikut mengalir

Apakah semua ini dosa?

Benih-benih kenikmatan menembak berulang kali,

mengisi dingin malam dengan kehangatan tanpa henti

 

8 November 2021 

Biodata Penulis

Agus Sanjaya lahir di Jombang, 27 Agustus 2000. Ia sering mengikuti lomba cipta cerpen dan puisi secara online. Buku pertamanya berjudul Akar Kuning Nenek, serta ke duanya berjudul Lima Sekawan terbit di Guepedia tahun 2020. Saat ini ia tengah sibuk kuliah, mengirimkan karya ke media, dan menimba ilmu di COMPETER Indonesia. Untuk lebih dekat bisa menghubungi agussanjaya270800@gmail.com atau instagram agussanjay27.

Sabtu, 20 November 2021

Mengenal Bahasa Sanskerta dan Pentingnya untuk Bahasa Indonesia

Bahasa Sanskerta merupakan bahasa Indo-German, yaitu bahasa nenek moyang bahasa-bahasa Eropa sekarang. Pada zaman dulu bahasa tersebut digunakan oleh bangsa yang tinggal di daerah antara Laut Hitam dan Laut Kaspi, tetapi tentang asal-usulnya belum ada pendapat yang pasti. Bahasa Sanskerta mulai menyebar ke timur bahasa Indo (India) dan ke barat menjado bahasa German (Eropa).

Bahasa Sanskerta yang kita pelajari berasal dari bahasa Sanskerta Weda atau Wedis yang terdapat di India Barat Laut (Punjab) setelah berpisah dengan bahasa Sanskerta di Iran. Asalnya bahasa Sanskerta di India Tengah menggunakan Epos Ramayana dan Mahabharata yang digunakan untuk mengarang cerita kepahlawanan. Sehingga, bahasa Sanskerta di India tengah disebut bahasa Sanskerta Epis, lebih muda daripada bahasa Sanskerta.

Baca juga: Mengenal Peribahasa dan Jenis-Jenisnya

Sedangkan bahasa Sanskerta yang paling tua disebut bahasa Sanskerta Brahmana, di mana terdapat dalam buku-buku teologi. Bahasa Sanskerta yang lebih muda seperti Wedis dan Epis terdapat dalam buku-buku Filsafat, Upanisad. Pada tahun 400 M bahasa Sanskerta dibawa ke Indonesia oleh Brahmana, kemudian mempengaruhi bahasa penduduk asli terutama di daerah pantai Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Dalam perkembangannya bahasa Sanskerta berperan penting dalam pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia.

Sama halnya bahasa-bahasa Indo-German, bahasa Sanskerta juga memiliki aturan yang kompleks, sebagai berikut:

  1. Mengenal sandhi atau hubungan antara vokal akhir dari sebuah kata dengan vokal awal dari kata yang mengikutinya, atau luluhnya dua vokal menjadi satu.
  2. Mengenal konjugasi, yakni bentukan kata kerja yang mengandung waktu, modus, dan persona.
  3. Mengenal sistem kasus : akusatif, nominatif, dan yang lainnya.
  4. Kata benda mempunyai hitungan.
  5. Kata benda mengenal jenis kelamin.

Peran bahasa Sanskerta sangat penting dalam pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia, terutama dalam bidang kosakata/peristilahan. Bahkan, bahasa Sanskerta telah lama berpengaruh di Indonesia. Ada beberapa contoh bahasa Sanskerta yang digunakan dalam bahasa Indonesia seperti gembala, gulma, gerhana, kendala, renjana, neraka, cerita, cedera, curiga, bupati, budi, guru, denda, desa, dosa, dan lain-lain.


Rabu, 17 November 2021

Mengenal Peribahasa dan Jenis-Jenisnya

 


Hai Sobat Literasi, kalian pasti tidak asing dengan peribaha yang merupakan ungkapan berisi makna tersirat yang bisa dipahami oleh pendengar atau pembaca karena hidup dalam suatu lingkup budaya yang sama. Menurut KBBI, peribahasa mempunyai dua pengertian. Pertama, peribahasa adalah kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya dan mengiaskan maksud tertentu. Kedua, peribahasa adalah ungkapan atau kalimat ringkas, padat, berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku. Peribahasa sendiri bisa digunakan sebagai salah satu cara bijaksana untuk menegur seseorang agar orang itu tidak tersinggung. Bahkan, peribahasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari dalam kebudayaan Melayu dan Betawi.

Peribahasa dibedakan menjadi dua jenis, yaitu peribahasa yang mempunyai arti lugas dan yang memiliki arti simbolis. Lalu, peribahasa yang memiliki arti lugas dibagi menjadi dua jenis, yaitu bidalan dan pepatah. Lain halnya dengan peribahasa yang memiliki arti simbolis adalah perumpamaan. Yuk, simak penjelasannya!

  • Fungsi Peribahasa
  1. Sebagai identitas pembicara dalam suatu kaum.
  2. Bisa memperindah bahasa cakap.
  3. Sebagai bentuk pengamatan terhadap dunia dan keadaan.
  4. Berfungsi sebagai nasihat.
  • Jenis-jenis Peribahasa
1. Pepatah

Pepatah tak beda jauh dengan bidalan, tetapi pepatah memiiliki rangkaian perkataan berpatah-patah. Peribahasa jenis pepatah memiliki isi yang bijak, ringkas, dan seakan diucapkan untuk mematahkan pernyataan orang lain.

Contoh:

Ada asap ada api

Artinya ada akibat karena sebab. Segala sesuatu pasti ada penyebabnya.


2. Bidalan

Bidalan adalah susunan kata yang mengandung perbandingan, pengajaran, dan teladan. Walau kita jarang mendengarnya, jenis peribahasa ini digunakan secara umum dalam masyarakat Melayu dan sering digolongkan ke dalam bentuk puisi karena memiliki rima dan irama.

Contoh:

Biar pecah di perut jangan pecah di mulut

Artinya rahasia perlu disimpan dengan baik.

3. Perumpamaan

Perumpamaan merupakan susunan kata-kata ringkas, indah, kemas, dan memiliki maksud yang tersirat. Tak jauh beda dengan pepatah yang mempunyai isi bijak, ringkas, dan seakan diucapkan untuk mematahkan ucapan orang lain. Biasanya peribahasa jenis ini dimulai dengan kata laksana, umpama, seperti, ibarat, dan bagai.

Contoh:

Bagai punguk merindukan bukan

Artinya:

  • Seseorang yang mencintai kekasihnya tetapi cintanya tidak berbalas
  • Merindukan kekasih yang tak mungkin didapat karena perbedaan derajat





Jumat, 12 November 2021

Materi Tatika Oleh Kak Im Fieda

 


Tatika merupakan kependekan dari CeriTA TIga KAlimat. Menurut penggagasnya, Prof. Tengsoe Tjahjono, yang juga penggagas pentigraf (cerpen tiga paragraf), prinsip dasar Tatika tidak jauh beda dengan pentigraf. Jika sudah memahami pentigraf dengan benar, akan lebih mudah memahami tatika. Meski hanya terdiri atas tiga kalimat, elemen narasi (tokoh, alur dan latar) harus tetap hadir untuk membangun atau mendukung tema.

Secara umum ciri-ciri Tatika menurut Prof Tengsoe sebagaimana dinukil dari bukunya “Berumah Dalam Sastra Tiga” adalah sebagai berikut:

Baca juga: Materi Pentigraf Oleh Kak Im Fieda

  1. Hanya terdiri dari tiga kalimat yang ditulis secara berkesinambungan dalam satu paragraf.
  2. Ada baiknya menggunakan ragam kalimat. Ini maksudnya agar terdapat variasi kalimat, sehingga tidak monoton. Selain itu, agar gagasan dapat disampaikan secara menarik, efektif, cermat, dan komunikatif.
  3. Maksimal tatika ini hanya 75 kata.
  4. Hanya fokus pada permasalahan satu tokoh.
  5. Elemen narasi yang terdiri atas tokoh, alur, dan latar harus berkelindan secara kompak mendukung tema.
  6. Terdapat kejutan atau twist.
  7. Dalam tatika hanya boleh ada satu kalimat langsung.

Komponen utama tatika adalah kalimat. Kalimat yang digunakan dalam tatika bisa kalimat tunggal, bisa majemuk. Umumnya untuk dapat membangun cerita utuh dalam tiga kalimat, maka kalimat majemuk yang sering digunakan. 

Kalimat mejemuk adalah kalimat yang terdiri atas lebih dari satu pola kalimat. Kalimat majemuk dibedakan menjadi:

Baca juga: 7 Langkah Terbaik dalam Menulis Cerpen untuk Pemula

  • Kalimat majemuk setara merupakan kalimat yang memiliki dua klausa yang hubungan antara dua klausa tersebut sederajat. Kalimat majemuk setara dibedakan menjadi setara menggabungkan (menggunakan kata tugas: “dan”, “karena itu”, “setelah itu”), memilih (dengan kata tugas “atau”), mempertentangkan (dengan kata tugas: “tetapi”, “namun”, ‘melainkan”, “hanya”) dan menguatkan (menggunakan kata tugas: “bahkan”, “lagi”, lagipula”).
  • Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat majemuk yang sekurang-kurangnya terdiri atas dua klausa, sedangkan klausa yang satu menjadi bagian klausa yang lain. Klausa yang menjadi bagian klausa yang lain disebut klausa terikat atau anak kalimat, sedang klausa yang memuat klausa terikat dinamakan klausa bebas atau induk kalimat. (Tengsoe Tjahjono, 2020:81).
  • Sedangkan kalimat majemuk rapatan merupakan gabungan beberapa kalimat tunggal yang karena subyek atau predikatnya sama maka bagian yang sama hanya disebutkan sekali.

Contoh:

Sari sedang memasak sayur bayam di dapur, sementara sang suami sedang sibuk di kebun belakang rumah. Namun, Sari kehabisan bumbu dan meminta sang suami mengambilkannya. Sarjo, suaminya datang sambil mengomel, “Kuncinya kan ada di dekatmu, kenapa kamu berteriak padaku?”

Kamis, 11 November 2021

Materi Pentigraf Oleh Kak Im Fieda

Pentigraf adalah singkatan dari kalimat cerpen tiga paragraf. Dalam pentigraf menceritakan sebuah kejadian yang sama seperti cerita lain pada umumnya. Hanya saja dalam pentigraf biasanya dibatasi jumlah kata yang digunakan, maksimal jumlah kata yang digunakan hanya 210 kata.

Jadi, penyajiannya juga harus singkat, padat, dan jelas. Dialog juga dibuat seminim mungkin. Penokohan, alur, setting tempat, sama dengan cerita-cerita lain pada umumnya, hanya saja yang menjadi ciri khas dari sebuah pentigraf adalah hadirnya sebuah twist.

Baca juga: 7 Langkah Terbaik dalam Menulis Cerpen untuk Pemula

Formulanya:

1. Pembukaan. Biasanya menceritakan latar belakang tokoh, setting tempat, dan mulai menggiring pembaca menuju konflik. 

2. Konflik. Karena hanya tiga paragraf maka konflik harus sudah muncul. Bagian ini adalah puncak cerita. Penulis harus bisa membuat pembaca larut dalam cerita.

3. Ending. Di sinilah twist harus muncul. Sesuai arti twist maka ending harus dibuat tidak biasa dan tidak bisa ditebak. Namun, tidak semua pentigraf mempunyai twist. Beberapa pentigraf sudah memberikan clue pada paragraf sebelumnya.

Baca juga: Tips Menulis Cermis Oleh Kak Yudith

Contoh:

Tragedi Sumur Tua

Siang itu aku berniat salat Dhuhur di musala dekat rumah. Jarak ke sana tidak terlalu jauh, hanya melewati dua rumah dan sebuah sumur tua. Azan baru saja berkumandang jadi aku berjalan perlahan sambil memandang sekitar.

Tatapanku berhenti pada keramaian di dekat sumur. Dua pria dan satu wanita. Sepertinya mereka memperebutkan sesuatu yang kuyakini tentang cinta. Pertengkaran itu begitu sengit hingga akhirnya dua pria yang mulai adu kekuatan itu berada tepat di bibir sumur. Seiring dengan teriakan menyayat dari sang wanita, kedua pria itu masuk ke dalam sumur. Untuk sesaat aku terkesiap.

Tak berapa lama beberapa orang mulai keluar rumah dan melihat kehebohan di dekat sumur. Termasuk Pak Kusno dan putra kecilnya. Mereka berusaha menyelamatkan dua pria di dalam sumur. Putra kecil Pak Kusno segera berlari ke salah satu rumah sambil berteriak, “Pak Jari! Ayamnya nyemplung sumur.”




Rabu, 03 November 2021

Mengenal Puisi Melipatdus dan Melipatdusku

  •  Puisi Melipatdusku

Puisi Melipatdusku adalah puisi yang merupakan singkatan dari MEnurun LIma emPAt Tiga DUa Satu bersoliloKUi. Menurut KBBI solilokui, ialah sinonim dari senandika (KBBI) wacana seorang tokoh di karya susastra dengan dirinya sendiri di dalam drama yang dipakai untuk mengungkapkan perasaan, firasat, konflik batin yang paling dalam dari tokoh tersebut, atau untuk menyajikan informasi yang diperlukan pembaca atau pendengar (nomina).

Biasa dalam puisi ini penulis menjadikan dirinya sebagai sesuatu, misal: benda, makhluk hidup lain dan sebagainya, dalam menyampaikan pesan, baik dalam bentuk amarah, rintihan dan sebagainya. Kemudian, yang dimaksud dengan menurun yaitu puisi lipatdus jenis ini, memiliki jumlah bait dan jumlah kata tertentu. Di setiap baitnya dibatasi jumlah larik dan kata. Jumlah bait pada puisi ini berjumlah lima bait.

Judul ditulis dengan huruf kapital.

🌸 Bait pertama

Larik kesatu terdiri dari lima kata

Larik kedua terdiri dari empat kata

Larik ketiga terdiri dari tiga kata

Larik keempat terdiri dari dua kata

Larik kelima terdiri hanya satu kata

(Satu kata di larik kelima harus bisa jadi penegas dan bisa dihubungkan dengan judul)

Baca juga: Yuk, Lipatdus Sambil Buat Puisi!

🌸Bait kedua

Larik kesatu terdiri dari empat kata

Larik kedua terdiri dari tiga kata

Larik ketiga terdiri dari dua kata

Larik keempat hanya satu kata

(Satu kata di larik ke empat bait ke dua harus bisa jadi penegas dan bisa dihubungkan dengan penegas di bait kesatu)

🌸Bait ketiga

Larik kesatu terdiri dari tiga kata

Larik kedua terdiri dari dua kata

Larik ketiga hanya satu kata

(Satu kata di larik ketiga bait ke tiga harus bisa jadi penegas dan bisa dihubungkan dengan penegas di bait kedua)

🌸Bait keempat

Larik kesatu terdiri dari dua kata

Larik kedua hanya satu kata

(Satu kata di larik kedua bait keempat harus bisa jadi penegas dan bisa dihubungkan dengan penegas di bait ketiga)

🌸Bait kelima

Larik kesatu hanya satu kata dengan huruf kapital

(Satu kata bait terakhir harus bisa dihubungkan dengan penegas di keseluruhan penegas dan judul).

Satu kata ini tetap dianggap sebagai bait puisi dengan ketentuan harus terpisah dari kata atau kalimat di atasnya. Terakhir, judul dan setiap larik terakhir dari tiap bait disatukan.

Contoh: 

DALAM RESAH

Karya : Uzwatun Hazanah

Detak waktu melaju tanpa henti

Sementara luka masih basah

Menggores sudut hati

Dalam resah

Sendiri

 

Rindu yang terus menghunjam

Tak kunjung padam

Meski kuredam

Kelam

 

Entah kapan bersua

Bahagia bersama

Selamanya

 

Di sini

Kembali

 

Kunanti

 

Dalam resah sendiri kelam selamanya kembali kunanti


Pemalang, 09 Desember 2019


  • Puisi Melipatdus

 Melipatdus sama halnya dengan puisi melipatdusku, bedanya hanya tidak bersolilokui. Melipatdus merupakan kependekan dari MEnurun LIma emPAt Tiga DUa Satu dengan Kerangka pola:

Baca juga: Materi Puisi Patidusa Sastra Indonesia Org

A

B B

C C C

D D D D

E E E E E

F F F F

G G G

H H

I

 

Susunan pola: 

  1. Baris pertama satu kata
  2. Baris Kedua dua kata
  3. Baris ketiga tiga kata
  4. Baris keempat empat kata
  5. Baris kelima lima kata
  6. Baris keenam empat kata
  7. Baris ketujuh tiga kata
  8. Baris kedelapan dua kata
  9. Baris kesembilan satu kata 

Atau bisa juga seperti ini:

 

A A A A A

B B B B

C C C

D D

E

F F

G G G

H H H H

I   I   I   I   I

Susunan pola: 

  1. Baris pertama lima kata
  2. Baris kedua empat kata
  3. Baris ketiga tiga kata
  4. Baris keempat dua kata
  5. Baris kelima satu kata
  6. Baris keenam dua kata
  7. Baris ketujuh tiga kata
  8. Baris kedelapan empat kata
  9. Baris kesembilan lima kata

Contoh: 

1.      Judul: Gadis Penenun Hujan

Karya: Jivi

Gelisah menadah hujan tak meredah

Atma berdiri untuk melangkah

Diam-diam tersenyum merangkai kisah

Ilustrasi indah

Sejarah

 

Padma

Elok menghiasnya

Nestapa paras cantiknya

Elegi buatnya merah merona

Nabastala membentang awan kelabu mempesona