Novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck berhasil mengangkat
unsur adat budaya Minangkabau, dan masyarakat luas bisa membuka mata, bahwa
pernikahan tidak hanya tentang bagaimana adat dan budaya harus dijalankan
dengan baik, dengan mengesampingkan hal-hal yang lebih penting, seperti
persoalan menikah adalah bagaimana kita bisa mendapatkan pasangan sesurga yang
seiman, yang memiliki karakter baik, dan tidak hanya dipandang dari harta dan
kedudukan juga adat istiadat. Karena dalam agama tidak ada larangan menikah
dengan yang berbeda adat, tetapi carilah yang seiman dan bisa menjadi imam.
Kekurangan
Novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck sebenarnya sangat
bagus dan menarik, cuma tidak semua kalangan masyarakat yang dalam ejaan lama
yang digunakan Buya, dan tata bahasa lebih mengarah ke bahasa Melayu. Jika pun
diubah menjadi PUEBI yang baik dan benar, itu bisa menghilangkan nilai
sastranya–berupa seni dalam merangkai kata menjadi indah.
Manfaat
Novel ini menambah ilmu dan wawasan untuk mengenal seperti
apa adat dan budaya Minangkabau, serta membuka cara berpikir yang lebih baik
dari poin-poin masalah yang dihadirkan oleh seorang Buya Hamka, bahwa pernikahan
bukan hanya urusan adat dan budaya, tetapi juga urusan agama dan hati yang
baik.
By: Putri
Muhaiminah Asy.syifa
Baca juga:
6. Materi - Cara Menulis dan Mengirim Karya ke Media oleh Anggi Putri - Sastra Indonesia Org
7. Materi - Tips Agar Tulisan Naik ke Bioskop oleh Erby S - Sastra Indonesia Org
7. Materi - Tips Agar Tulisan Naik ke Bioskop oleh Erby S - Sastra Indonesia Org
9. Materi - Bedah Buku Tenggelamnya Kapal Van der Wijck oleh Putri Muhaiminah Asy.syifa cucu Buya Hamka - Sastra Indonesia Org
10. Materi - Bedah Buku Tenggelamnya Kapal Van der Wijck oleh Putri Muhaiminah Asy.syifa cucu Buya Hamka - Sastra Indonesia Org
10. Materi - Bedah Buku Tenggelamnya Kapal Van der Wijck oleh Putri Muhaiminah Asy.syifa cucu Buya Hamka - Sastra Indonesia Org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.