Selasa, 07 April 2020

Materi - Bedah Buku Tenggelamnya Kapal Van der Wijck oleh Putri Muhaiminah Asy.syifa cucu Buya Hamka - Sastra Indonesia Org







Mengapa penulis mengambil latar budaya minang dalam novel ini? Apakah budaya minang memiliki kekhasan atau nilai-nilai luhur yang begitu mencolok bila dibandingkan dengan budaya lain?

Alasan pertama:

Karena beliau orang Minangkabau, tepatnya di Danau Maninjau Sumatera Barat. Banyak dari karya beliau itu diambil dari apa yang beliau lihat sehari-hari di sekitar lingkungan beliau tinggal.

Alasan kedua:

Kebudayaan Minang yang memang kompleks dan sangat kental, dan sedikit bertolak belakang dengan syariat dalam agama Islam. Karena menikah harus dengan orang Minang juga yang punya suku/ marga, gunanya supaya anak cucu keturunan merasakan harta warisan suku dari keturunan si ibu. Jadi, laki-laki di Minangkabau itu tidak punya harta warisan dan lain-lain. Sedangkan dalam agama pembagian harta warisan itu lebih besar kepada laki-laki.

Namun, konsep sebenarnya dari adat Minang itu, kenapa perempuan yang dapat harta warisan? Karena laki-laki bekerja atau bisa mencari uang. Sedangkan perempuan menjadi ibu rumah tangga.

Dalam syariat Islam juga tentang menikah itukan yang terpenting sama-sama beragama Islam. Jadi, bertolak belakang dengan sebuah pepatah Minang.

"Adat basandi Syara'. Syara' basandi kitabullah". Maksudnya di sini, adat berlandaskan kepada syariat Islam, syariat Islam berdasarkan kitab Al-Qur’an, karena di sana mayoritas beragama Islam.

Alasan ketiga:

Kenapa karya ini diangkat Buya Hamka sebagai bentuk protes ketidaksetujuan dari adat yang kurang cocok atau pas rasanya digunakan untuk menentukan pernikahan dan jodoh? Karena dampaknya tentu luar biasa. Seperti Hayati setelah menikah dengan Aziz, dia tidak merasa bahagia sama sekali.

By: Putri Muhaiminah Asy.syifa




Baca juga:











Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.