Jumat, 20 Maret 2020

#Kamis_Cerpen - Rindu Tasbih oleh Siti Zahara Lubis - Sastra Indonesia Org







Rindu Tasbih
Oleh: Siti Zahara Lubis


Jiwa ini seperti mereka yang bebas merdeka, berbuat semaunya tanpa peduli nasihat yang berfaedah. Bertingkah laku tanpa aturan yang bertentangan dengan sejatinya agama yang dipeluk erat sejak lahir. Tidak bosan dengan tingkah keji yang mungkin menjadi celaan para tetangga, dan menjadi kebencian pihak keluarga. Semua dianggap tidak ada dan perilaku buruk seperti kebahagiaan hakiki yang berada di atas puncak kemegahan.
"Nak, segeralah bertobat. Sudah cukup semua yang kamu lakukan ini. Ibu mohon."
"Ibuku sayang, jangan ganggu hidupku. Aku sungguh bahagia dengan kehidupan sekarang. Lebih baik Ibu duduk tenang dan tunggu saja di rumah."
"Cukup. Nak. Ibu tidak ingin kamu terlena dengan dunia hingga melupakan ibadahmu. Ibu mohon jangan pergi," rintih Ibu.
Tera acuh dan meninggalkan ibunya. Pandangannya tidak memedulikan ibu yang mengejarnya hingga ke pintu depan. Langkah cepatnya langsung menaiki mesin beroda empat berwarna putih dan melaju cepat. Tidak ada dalam benak gadis itu untuk menghargai wanita tua yang menangis di ambang pintu.
Wajahnya yang sumringah dipenuhi dengan tawa bersama teman sejawat yang telah menunggu di dalam mobil putih yang terparkir di depan rumah sebelumnya. Tidak ada keraguan maupun kekhawatiran dalam dirinya. Pandangannya hanya dipenuhi kebahagiaan semata.
Sementara wanita yang menangis menanti kepulangan Tera bersujud dan berdoa memohon ampun untuk anak semata wayangnya. Rasa rindu dan pilu memenuhi hati hingga tidak karuan. Lautan air mata menitik di atas sajadah. Merapalkan tangan sambil mengayunkan butiran berwarna cokelat di tangan kanannya. Melantunkan zikir dan doa mengingat Sang Ilahi demi memohon keselamatan anaknya.

***

Ckiiittt ....
Mobil sedan putih melaju cepat. Di antara kerumunan suara yang memenuhi mobil, tidak seorang pun merasakan risau termasuk Tera. Suara berisik lagu memecahkan telinga yang diikuti irama gerakan tangan.
Salah satu teman Tera, tiba-tiba saja mengantuk dan gagal dalam menyetir. Sesaat keriuhan hilang dalam sekejap. Hanya kegelapan dan ketakutan yang memenuhi hati mereka.
Tera yang sesaat sadar melihat kondisi mobil hancur dan temannya diam bagai patung. Betapa hancurnya pandangan pilu yang memenuhi pikirannya. Air mata tidak mungkin dapat menyelesaikannya hingga akhirnya kesadaran pun hilang.

***

"I-Ibu ... ini di mana?" tanya Tera.
Nanar pandangan Tera yang melihat sekelilingnya. Berbeda dan membuatnya berpikir keras mengingat peristiwa yang terjadi dalam sekejap.
"Alhamdulillah kamu sudah sadar, Nak. Kamu di rumah sakit sekarang. Tapi ...." Sesaat Ibu terdiam dan tidak sanggup mengatakan yang sebenarnya kepada Tera.
"Tapi kenapa, Bu? Apa yang terjadi?" tanya Tera menilik Ibu yang menyeka air matanya, "Bu, ada apa dengan kakiku? Kenapa mati rasa?" lanjutnya bertanya.
"Yang sabar ya, Nak. Ini adalah cobaan dari Allah. Kakimu patah karena terjepit sewaktu kecelakaan tadi." Ibu tidak sanggup menjelaskannya dan air mata terus menitik di wajah.
"Tidak mungkin. Ini tidak benarkan, Bu?" tanya Tera panik, memastikan apa yang didengarnya barusan dari sang ibu.
"Sabar, ya, Nak. Sabar. Mungkin Allah sayang padamu dan ini adalah hadiah kesabaran yang Allah berikan padamu."
Tera menangis melihat dirinya yang hanya terbaring lemah tidak berdaya di pembaringan. Tidak ada yang mampu membuatnya tertawa lagi seperti temannya dulu. Karena mereka semua telah tiada ketika berada di tempat kejadian. Tera menyadari kesalahannya karena tindakan yang menghiraukan ucapan sang ibu. Ia meminta maaf dan memohon ampun pada ibu dan Sang Pencipta.
"Ya Allah ... ini adalah ujian untukku. Maafkanlah hati dan sikap ini. Kembalikan aku yang dulu. Bantulah aku untuk mengubah diri dan bertobat di jalanmu. Maafkan aku karena kelalaian ini telah membuatku lupa diri. Maafkan aku, Ya Allah."
Tera terus menitikkan air mata sambil berdoa di atas pembaringan. Melaksanakan salat di atas tempat tidur dan merapalkan doa serta berzikir dengan tasbih yang selalu digunakan oleh ibunya.
Ibu yang menatap Tera dari luar pintu, berdoa dalam hati dan bersyukur bahwa anaknya telah kembali. Walaupun harus melihat kepahitan di depan mata, ibu tetap bersyukur karena Allah masih mendengar doanya dan selalu memberikan keselamatan kepada Tera.

Medan, 19 Maret 2020


Biodata:

Gadis penyuka komik dan selalu menggali ide dari tiap bacaannya.






Baca juga:









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.