Rindu Tasbih
Oleh: Siti Zahara Lubis
Jiwa ini seperti mereka
yang bebas merdeka, berbuat semaunya tanpa peduli nasihat yang berfaedah.
Bertingkah laku tanpa aturan yang bertentangan dengan sejatinya agama yang
dipeluk erat sejak lahir. Tidak bosan dengan tingkah keji yang mungkin menjadi
celaan para tetangga, dan menjadi kebencian pihak keluarga. Semua dianggap
tidak ada dan perilaku buruk seperti kebahagiaan hakiki yang berada di atas
puncak kemegahan.
"Nak, segeralah
bertobat. Sudah cukup semua yang kamu lakukan ini. Ibu mohon."
"Ibuku sayang,
jangan ganggu hidupku. Aku sungguh bahagia dengan kehidupan sekarang. Lebih
baik Ibu duduk tenang dan tunggu saja di rumah."
"Cukup. Nak. Ibu
tidak ingin kamu terlena dengan dunia hingga melupakan ibadahmu. Ibu mohon
jangan pergi," rintih Ibu.
Tera acuh dan
meninggalkan ibunya. Pandangannya tidak memedulikan ibu yang mengejarnya hingga
ke pintu depan. Langkah cepatnya langsung menaiki mesin beroda empat berwarna
putih dan melaju cepat. Tidak ada dalam benak gadis itu untuk menghargai wanita
tua yang menangis di ambang pintu.
Wajahnya yang sumringah
dipenuhi dengan tawa bersama teman sejawat yang telah menunggu di dalam mobil
putih yang terparkir di depan rumah sebelumnya. Tidak ada keraguan maupun
kekhawatiran dalam dirinya. Pandangannya hanya dipenuhi kebahagiaan semata.
Sementara wanita yang
menangis menanti kepulangan Tera bersujud dan berdoa memohon ampun untuk anak
semata wayangnya. Rasa rindu dan pilu memenuhi hati hingga tidak karuan. Lautan
air mata menitik di atas sajadah. Merapalkan tangan sambil mengayunkan butiran
berwarna cokelat di tangan kanannya. Melantunkan zikir dan doa mengingat Sang
Ilahi demi memohon keselamatan anaknya.
***
Ckiiittt ....
Mobil sedan putih melaju
cepat. Di antara kerumunan suara yang memenuhi mobil, tidak seorang pun
merasakan risau termasuk Tera. Suara berisik lagu memecahkan telinga yang
diikuti irama gerakan tangan.
Salah satu teman Tera,
tiba-tiba saja mengantuk dan gagal dalam menyetir. Sesaat keriuhan hilang dalam
sekejap. Hanya kegelapan dan ketakutan yang memenuhi hati mereka.
Tera yang sesaat sadar
melihat kondisi mobil hancur dan temannya diam bagai patung. Betapa hancurnya
pandangan pilu yang memenuhi pikirannya. Air mata tidak mungkin dapat
menyelesaikannya hingga akhirnya kesadaran pun hilang.
***
"I-Ibu ... ini di
mana?" tanya Tera.
Nanar pandangan Tera
yang melihat sekelilingnya. Berbeda dan membuatnya berpikir keras mengingat
peristiwa yang terjadi dalam sekejap.
"Alhamdulillah kamu
sudah sadar, Nak. Kamu di rumah sakit sekarang. Tapi ...." Sesaat Ibu terdiam
dan tidak sanggup mengatakan yang sebenarnya kepada Tera.
"Tapi kenapa, Bu?
Apa yang terjadi?" tanya Tera menilik Ibu yang menyeka air matanya, "Bu,
ada apa dengan kakiku? Kenapa mati rasa?" lanjutnya bertanya.
"Yang sabar ya,
Nak. Ini adalah cobaan dari Allah. Kakimu patah karena terjepit sewaktu
kecelakaan tadi." Ibu tidak sanggup menjelaskannya dan air mata terus
menitik di wajah.
"Tidak mungkin. Ini
tidak benarkan, Bu?" tanya Tera panik, memastikan apa yang didengarnya
barusan dari sang ibu.
"Sabar, ya, Nak.
Sabar. Mungkin Allah sayang padamu dan ini adalah hadiah kesabaran yang Allah
berikan padamu."
Tera menangis melihat
dirinya yang hanya terbaring lemah tidak berdaya di pembaringan. Tidak ada yang
mampu membuatnya tertawa lagi seperti temannya dulu. Karena mereka semua telah
tiada ketika berada di tempat kejadian. Tera menyadari kesalahannya karena
tindakan yang menghiraukan ucapan sang ibu. Ia meminta maaf dan memohon ampun
pada ibu dan Sang Pencipta.
"Ya Allah ... ini
adalah ujian untukku. Maafkanlah hati dan sikap ini. Kembalikan aku yang dulu.
Bantulah aku untuk mengubah diri dan bertobat di jalanmu. Maafkan aku karena
kelalaian ini telah membuatku lupa diri. Maafkan aku, Ya Allah."
Tera terus menitikkan
air mata sambil berdoa di atas pembaringan. Melaksanakan salat di atas tempat
tidur dan merapalkan doa serta berzikir dengan tasbih yang selalu digunakan
oleh ibunya.
Ibu yang menatap Tera
dari luar pintu, berdoa dalam hati dan bersyukur bahwa anaknya telah kembali.
Walaupun harus melihat kepahitan di depan mata, ibu tetap bersyukur karena
Allah masih mendengar doanya dan selalu memberikan keselamatan kepada Tera.
Medan, 19 Maret 2020
Biodata:
Gadis penyuka komik dan selalu menggali ide dari tiap bacaannya.
Baca juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.