Lewat
Percaya
Oleh:
Sherrly Oktaviani
Intensitas
cahaya yang masuk lewat celah jendela pagi itu membuat mata menyipit.
Mengerjapkan kelopak mata perlahan, menormalkan penglihatan. Viania—gadis
dengan kulit kuning langsatnya begitu kontras dengan paduan baju tidur berwarna
hijau telur asin. Tersadar dari koma setelah 6 bulan.
"Vi."
Sebuah suara yang sangat dirindukan menjadi yang pertama didengarnya.
Meski pandangan
mata masih kabur, tetapi dia tahu siapa pemilik suara kecil itu.
"Ma---mas,"
lirihnya masih tergagap memanggil sang suami.
"Alhamdulillah.
Mas seneng. Akhirnya Via siuman," ucapnya merangkul belahan jiwanya.
Perjuangan
menanti sosok yang dicinta, perjuangan melawan keputusasaan, juga pengorbanan
kini terbayar sudah.
***
8 bulan lalu,
kala nafsu menggerutu, kepercayaan sudah lenyap dalam dekap, dan hati tak lagi
yakin. Jodi—suami Via, terhasut bujuk rayu.
Plak!
"Mas—"
Bukan hanya Via, semua orang yang duduk di sana terperangah.
"Via, bisa-bisanya kamu nyebarin
aib Ibu. Via tahu, Ibu sayang banget sama Via. Ibu mencintai kamu lebih dari Mas.
Apa kesalahan Ibu sampai Via cerita yang buruk tentangnya," cecar Jodi, gejolak amarahnya sudah memenuhi rongga
dada.
Semua orang
hanya bisa menatap tanpa bisa berkutik. Ada orang yang melihat iba dan ada yang
melihat dengan tatapan hina. Seseorang yang menyulut kemarahan Jodi tersenyum
menyungging mengartikan kemenangan berarti. Hanya karena sebuah kesalahan di
masa lalu yang membela ibunya, kini sang istri yang terkena dampaknya.
"Mas,"
lirih Via seraya mendekat.
"Hari ini
Mas tal …."
"Jodi!"
seru Suryo—sahabatnya, "istigfar, Jodi," imbuhnya.
Tubuh bergetar,
perlahan, tetapi pasti. Via mundur, berlari sekuat tenaga menjauhi keramaian.
Dadanya penuh sesak, sakit, nyeri, kecewa, takut, berkumpul menjadi satu. Istigfar
tak pernah luruh dari bibirnya.
Kenapa Mas
menikahiku jika Mas tak percaya padaku? Cinta tak akan datang tanpa percaya,
batinnya bergemuruh hebat.
"Naik!"
perintah Jodi yang mengejarnya dengan motor.
Naik!"
bentaknya.
Bersama rasa
sesak yang masih menggelayuti, Via menaiki kendaraan roda dua itu. Perjalanan
yang melaju di Kota Tangerang ini seakan tak ada habisnya, keduanya hanyut
dalam ego masing-masing.
Setelah hari
itu, masalah datang bertubi-tubi. Seakan seluruh semesta ingin menguji sejoli
ini. Dua bulan berjalan dengan pisah ranjang, tanpa ada obrolan, tanpa ada canda
tawa kekasih halal.
***
"Mas,"
panggil Viani, sore itu.
"Hm,"
jawab Jodi sekenanya.
"Via izin
pulang ya Mas, ke Sukabumi," ucapnya meminta izin.
"Bagus,
kalau bisa jangan kembali!" timpalnya tanpa hati.
Remuk. Hati
seorang wanita kuat pun akan remuk jika yang dicinta begitu tak bisa
mempercayai. Seseorang berjuang memantapkan hati untuk bertahan, yang lainnya
memantapkan hati akan perjuangan untuk tak direndahkan. Namun, keduanya malah
berjauhan.
Perjuanganku
mungkin hanya sampai di sini, pikir Via memantapkan hati.
Via pergi dari
rumah itu tanpa membawa seluruh barangnya. Ibu mertua yang menyayanginya ikut
sedih. Meski tak bercerita, tetapi sang ibu pasti tahu apa yang terjadi pada
rumah tangga anaknya.
***
Sorenya, Jodi
pergi mengunjungi acara reuni dengan teman-teman tarunanya. Meski amarahnya tak
reda, ada sedikit sesal di hatinya. Tak enak hati yang berkelanjutan, akhirnya
dia pulang, khawatir akan ibunya. Namun, sebelum meninggalkan tempat wanita
yang hari itu memfitnah istrinya, datang dan meminta maaf.
"Maaf,
Jod," ujar wanita itu.
"Maaf? Aku
hampir menalak istriku, menamparnya di depan umum, juga memakinya di depan
keluargaku. Aku menganggapnya tak berguna. Kau tahu!"
"Jo
…." Kata-katanya terputus karena nada dering ponsel yang menggema.
"Halo.
Iya, saya sendiri," ucap Jodi membalas pertanyaan di seberang sana.
"Apa?!
Iya, saya ke sana." Meninggalkan segala huru-hara, melaju dengan kecepatan
kilat.
"Maafkan
Mas, Vi," katanya lirih.
Sesampainya di
rumah sakit, melihat sosok istrinya tengah terbaring, benar-benar membuat Jodi
kacau. Mengalami koma menahun bukanlah hal yang biasa.
"Mas minta
maaf, Vi. Maafin Mas ...." Seraya mencium sang istri dan membisikkan
lembut kata-kata sakral kekasih halal.
***
"Geli,
Mas," ucap Via.
"Mas masih
kangen, Neng," ujarnya manja.
"Wleee
...." Menjulurkan lidah ciri khasnya.
"Terima
kasih, karena memberi Mas kesempatan untuk menjadi suami yang baik."
"Via pun
terima kasih banyak sudah percaya."
Perjuangan akan
selalu hadir untuk mempertahankan sebuah hubungan.
Biodata:
Sherrly
Oktaviani lahir di Cimahi, 11 Oktober 1999. Tak tahu kapan pertama kali
menyukai rangkaian aksara menjadi makna. Pastinya, pena tipis yang diayunkan
sekarang sudah banyak mencoret kertas kosong.
IG: shervia_11
FB: Sherrly
Oktavian
Baca juga:
0 Response to "#Kamis_Cerpen - Lewat Percaya oleh Sherrly Oktaviani - Sastra Indonesia Org"
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.