Kamis, 17 Oktober 2019

Piawai Menyimpan Misteri dan Jebakan - Sastra Indonesia Org










Piawai Menyimpan Misteri dan Jebakan







Salah satu kemampuan yang harus selalu diasah oleh setiap penulis khususnya penulis pemula adalah membuat misteri atau jebakan dalam kisah atau cerita.

Berikut salah satu contoh sebuah cerpen di Koran Kompas. Kisahnya tentang seorang pemuda yang mau naik haji. Tiket sudah siap, visa sudah keluar, koper, dan kebutuhan lain sudah lengkap. Pokoknya tinggal berangkat.




Tapi ada yang membuat ia risau. Ayahnya sakit keras dan tidak mau berpisah dengannya walau sehari saja. Ia anak tunggal, sekalipun ada perawat atau pembantu, kehadiran anaknya tersebut tidak akan tergantikan.



Singkat cerita, ia selalu mencari cara agar bisa meninggalkan ayahnya dengan tenang untuk pergi haji, doa pun tak lepas dari keseharian.

Suatu hari ada keramaian di depan rumah sang pemuda. Tetangga sibuk memasang tenda dan menggelar kursi-kursi plastik. Bendera kuning dipasang di ujung jalan dan di pagar rumah. Ambulans datang dan keranda pun masuk. Sesosok tubuh tanpa nyawa dipindahkan ke persemayaman.

Sepasang mata menangis, air mata tak kunjung berhenti. Seorang ayah, tua, yang sakit keras, menangis menatap anaknya yang terbujur mati, karena sebuah kecelakaan. Pemuda itu mati sebelum sempat pergi haji.




Nah, pasti kalian semua mengira bahwa yang meninggal adalah ayahnya yang sudah sakit-sakitan, begitulah cara sang penulis mengecoh pembaca, dengan membuat cerita seakan san ayah yang lebih berpotensi untuk meninggal, tetapi diluar dugaan kita ternyata yang meninggal adalah anaknya.

Tidak semua cerita harus dibuat seperti itu, tetapi beberapa saja untuk tetap menjaga cara kita sebagai penulis menjebak dan menyimpan misteri untuk pembaca. Jika semua dibuat seperti di atas maka lama-lama pembaca akan curiga dan selalu menebak-nebak cerita yang kita buat.



Baik, cukup sampai di sini ya materi hari ini. Semoga bermanfaat.

Untuk tahu lebih banyak penjelasannya silakan baca buku 101 Dosa Penulis Pemula karya Isa Alamsyah. Karena, aku juga menjelaskan berdasarkan apa yang sudah aku baca di buku tersebut dengan bahasaku sendiri.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.