Aku Ingin Bersinar
Karya: Rika Febriani
Dia, Ida Arsenia Lestari seorang
remaja yang tengah memandang indahnya sang bulan di balik jendela kamarnya.
Pikiran Ida ke mana-mana, ia teringat dengan seseorang. Seseorang yang ia
sukai, mungkin juga berarti untuk Ida. Seseorang itu bernama Erlangga Dwi Saputra.
"Sebenarnya aku suka sama kamu,
Da. Kamu mau kan jadi kekasihku?" tanya Erlangga. Saat itu Erlangga dan
Ida sedang duduk di taman sekolah berdua. Sesaat Ida menunduk, ia bingung. Ia
menyukai Erlangga, tetapi ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tetap
fokus meraih mimpinya. "Maaf, Ngga. Aku nggak bisa." Jawab Ida.
Erlangga terdiam, mungkin hatinya
begitu sesak menerima kenyataan bahwa Ida tidak menyukai dirinya. "Kenapa
kamu tolak aku? Aku jelek, ya?" tanya Erlangga beruntun, bibirnya membentuk
senyum. Bukan senyum bahagia, melainkan senyum untuk menutupi lara. "Bukan
begitu, Ngga." Ujar Ida mencoba menjelaskan. "Lalu?" tanya
Erlangga. "Aku memang tidak ingin memiliki kekasih terlebih dulu, Ngga. Aku
ingin fokus pada mimpi-mimpiku." Ucap Ida. Tangannya terkepal kuat
mengukuhkan keputusan yang bertolak dengan hatinya sendiri. "Alasan
klasik." Ucap Erlangga sembari berlalu meninggalkan Ida kala itu.
Ida masih menikmati cahaya bulan.
Keputusannya mungkin melukai Erlangga, tapi harus bagaimana? Bagi Ida janji itu
harus ditepati dan kini ia sedang menepatinya. Terdengar suara getar ponsel Ida
memecah keheningan malam. Sebuah panggilan masuk membuat Ida terkejut seketika.
ERLANGGA?
"Halo ...." Sapa Ida.
Suara helaan napas terdengar di ujung sana. "Halo Ida." Ucap
Erlangga. "Ada apa, Ngga?" tanyanya hati-hati. Ia tidak ingin melukai
Erlangga lagi. "Aku mau minta maaf buat yang kemarin. Maafin aku,
ya." Ujar Erlangga. "Tenang aja, Ngga. Aku udah maafin kamu,
kok." Ucap Ida. "Aku juga minta maaf, Ngga. Aku bener-bener pengen
fokus, Ngga. Aku udah janji sama diri aku sendiri." Ucap Ida. "Iya,
maafin aku, ya." Ucap Erlangga. "Iya." Ucap Ida, ia mulai bosan
dengan kata 'iya'. "Tapi, Da .... Aku mau kamu mengerti satu hal."
Ucap Erlangga. "Apa?" tanya Ida. "Aku siap nunggu kamu sampai
kapanpun." Ucap Erlangga yang mampu membuat jantung Ida berpacu tak
normal. "Makasih." Ujar Ida tersenyum. Senyum yang tidak bisa dilihat
oleh Erlangga di seberang sana. "Terus semangat, ya, Da. Aku akan selalu dukung
kamu." Ucap Erlangga lagi. "Makasih, Ngga." Ucap Ida. "Assalaamu'alaikum." Ucap Erlangga
mengakhiri percakapannya dengan Ida. "Wa’alaikumussalam."
Balas Ida. "Semangat untuk besok, semoga kamu terpilih jadi ketua
OSIS." Ucap Erlangga. "Aamiin." Ucap Ida. Memang saat ini dia
sedang mencalonkan diri untuk menjadi ketua OSIS.
"Aku tidak berbohong, kan. Aku
ingin bersinar seperti matahari, meskipun tenggelam ia masih memberi sinarnya
lewat bulan. Aku ingin mengejar mimpiku seperti matahari. Semangat, Ida!"
ujar Ida setengah berteriak untuk menyemangati dirinya. "Udah malam! Cepat
tidur!" teriak ibu Ida. Akhirnya Ida menutup tirai jendelanya dan bergegas
ke alam mimpi.
Pagi mulai menjelang mimpi semalam
hilang terkikis entah ke mana. Dengan langkah semangat Ida melangkahkan kakinya
ke dalam kelasnya. "Ida!" teriak sahabat Ida. Namanya Atra Andira.
"Apa? Teriak-teriak terus, ih." Tanya Ida. Atra memanyunkan bibirnya
membuat Ida semakin malas menghadapi sikap childish
sahabatnya. "Ida, nanti lo harus tunjukin yang terbaik." Ucap Atra
menyemangati Ida. Pasalnya Ida akan berpidato di hadapan umum hari ini.
"Pasti, aku pasti bersinar!" Ucap Ida bertos ria dengan Atra. Sekilas Ida melihat Erlangga tersenyum
padanya di pinggir lapangan. Manisnya!
Pacitan, 20 September
2019
Biodata:
Rika Febriani. Lahir pada 07
September 2001. Tinggal di Pacitan, Jawa Timur. Bercita-cita menjadi penulis.
Mengidolakan Ari Irham.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.