Senin, 30 September 2019

Tidak Semua Tokoh Pembantu Diberi Nama - Sastra Indonesia Org









Tidak Semua Tokoh Pembantu Diberi Nama



Biasanya beberapa penulis pemula mempunyai kesalahan yang sama yaitu memberi nama semua tokoh sehingga cerita terkesan terlalu banyak tokoh.
Terkadang dalam sebuah cerita penulis memberi nama semua teman-teman tokoh, tetangga tokoh, nama penjaga kantin di sekolah tokoh, seolah semua orang yang muncul dalam cerita harus ditampilkan namanya.




Misalnya:
Jam istirahat pun telah tiba, Ali bergegas menuju kantin untuk menemui seseorang  yang diam-diam disukainya, Ali bermaksud untuk mengungkapkan perasaan yang selama ini disimpannya melalui sebuah surat yang akan diberikan kepada Desi, ya gadis yang disukai Ali bernama Desi. Namun Ali harus mengurungkan niatnya karena Desi tidak sedang  sendirian di kantin melainkan bersama Susan, Ayu, Ririn dan Lina.

Nah kalau nama-nama tersebut tidak berkepentingan dalam cerita, tulis saja:
 Jam istirahat pun telah tiba, Ali bergegas menuju kantin untuk menemui seseorang  yang diam-diam disukainya, Ali bermaksud untuk mengungkapkan perasaan yang selama ini disimpannya melalui sebuah surat yang akan diberikan kepada Desi, ya gadis yang disukai Ali bernama Desi. Namun Ali harus mengurungkan niatnya karena Desi tidak sedang sendirian di kantin melainkan bersama teman-temannya.

Baca juga:  Pemilihan Nama Tokoh


Jangan sampai karena namanya disebut, pembaca jadi menunggu nama-nama tersebut beraksi atau muncul kembali dan memiliki peran dalam cerita Karena dianggap penting. Padahal cuma numpang lewat saja.
Sebenarnya boleh saja nama tetangga, teman-teman, bahkan penjaga kantin di sekolah tokoh dimasukkan agar terkesan natural, atau sebagai bukti jika tokoh tersebut mudah bergaul dengan semua kalangan, tapi pastikan ketika member nama disertai dengan maksud atau ada tujuannya bukan hanya sekedar aksesoris.

Misalnya:
Siska masih tergeletak lemah di atas ranjangnya, seketika dia terkejut saat beberapa orang masuk ke dalam kamarnya. Ya, orang-orang tersebut adalah Rina yang langsung memeluk tubuhnya, Pak Tono wali kelasnya, Pak Surip tukang kebun di sekolahnya dan beberapa teman kelas serta guru-guru lainnya.

Dalam kisah ini Siska adalah korban tabrak lari 2 hari yang lalu, yang mengakibatkan kelumpuhan pada kaki kanannya.
Beberapa nama orang yang menjenguk sengaja disebutkan untuk menunjukkan bahwa Siska adalah pribadi yang dekat dengan banyak orang tanpa melihat status sosial.



Pemilihan Nama Tokoh - Sastra Indonesia Org.








Pemilihan Nama Tokoh


Nama adalah sebutan yang diberikan kepada manusia, benda, produk, tempat bahkan konsep atau gagasan, yang digunakan untuk membedakan satu sama lain.



Nama  dipakai untuk mengenali sekelompok atau sebuah benda. Nama manusia umumnya terbagi menjadi nama depan dan nama keluarga (marga), contohnya yusuf nugraha, di mana yusuf adalah nama depan sedangkan nugraha adalah marganya. Maskipun begitu, ada pula budaya-budaya yang tidak mengenal konsep tersebut. Ada juga yang memiliki nama panggilan yang digunakan untuk bersosialisasi.

Memilih nama tokoh dalam sebuah karya fiksi tidak sekadar asal temple atau asal memberikan. Meskipun pada kehidupan nyata orang dengan nama siapa saja bisa menjadi apa saja, berbeda dengan fiksi yang sangat singkat, nama harus dibuat secocok mungkin untuk mempermudah pembaca menyatu dengan kisah yang kita buat.

Baca juga: Pemilihan Setting Tempat dan Waktu yang Tepat

Pemilihan nama tokoh harus bisa mewakili gambaran atau karakter tokoh, sehingga pembaca tidak merasa aneh dalam membaca dan sekadar membayangkannya.
Coba rasakan ketika kamu membaca tulisan ini.
Setiap kali pria itu lewat, seluruh mata tertuju padanya. Pria itu adalah pendatang baru di Indonesia, dia berasal dari Amerika. Ketampanan dan keindahan bentuk tubuh yang dimilikinya membuat orang mustahil untuk tidak terkagum-kagum saat melihatnya. Sekilas aku dengar ternyata nama pria tersebut adalah Suripto.
Bagaimana rasanya? Ada yang mengganjal?

Banyak nama yang mungkin cocok untuk karakter tersebut, tapi nama Suripto terasa tidak pas. Bukan berarti mustahil seorang bernama Suripto tampan, tetapi jika digabungkan dengan seorang yang berasal dari Negara Amerika terkesan seperti terlalu tidak pas.





Minggu, 29 September 2019

#Sabtu_Tema - Mati itu Dekat - Levi - Sastra Indonesia Org










Mati itu Dekat
Oleh: Levi

Tanpa kau sadari, menyia-nyiakan waktu
Melengahkan masa yang kau punya di dunia
Bergelut dan bergelumang dengan dosa
Tanpa mengingat ajalmu mungkin dekat

Tidak kau sadari, memupuk racun di tubuh
Membaurkan ragamu dengan kericuhan
Menorehkan kesedihan pada sesama
Enggan memahami mereka punya hati



Bertindak semaumu, seolah paling berkuasa
Meniadakan empati terhadap kaum yang lemah
Hingga tuhan bertitah usiamu telah sampai masanya
Kau mati dalam kesia-siaan

Tergeletak tanpa ampunan
Di tengah gejolak amukan dunia
Akhirnya kau pergi mengunjungi Yang Maha Esa
Tanpa pahala tubuhmu berlumur dosa, hina

Hongkong, 28 September 2019


Biodata:

Hanya seorang wanita yang gemar berkeluh-kesah lewat aksara. Berasal dari Lampung, yang kini menetap di Hong Kong.



Sabtu, 28 September 2019

Mengikat Pembaca dengan Karakter/Tokoh Secara Emosional - Sastra Indonesia Org.









Mengikat Pembaca  dengan Karakter/Tokoh Secara Emosional



Salah satu tantangan dalam bercerita atau menulis adalah membuat tokoh menyatu dengan pembaca. Seorang penulis harus mampu membuat tokoh dalam ceritanya menyatu dengan pembaca secara emosional.
Ikut tegang ketika tokoh terancam bahaya.
Ikut bahagia ketika tokoh bahagia.
Ikut bersedih ketika tokoh bersedih.
Kalau beberapa hal di atas tidak terjadi, berarti si penulis gagal dalam membuat ikatan hati antara pembaca dengan tokoh/karakter.


Kalau pembaca sampai berkaca-kaca saat membaca adegan yang sederhana, meskipun tidak ada adegan yang disiksa, tidak ada adegan yang dibunuh, tetapi bisa menimbulkan keharuan yang luar biasa. Itu berarti pihak penulis berhasil membangun hubungan antara tokoh dalam cerita dengan pembaca.




Berikut beberapa cara untuk mengikat pembaca dengan karakter/tokoh secara emosional:
1.
Menyusun plot yang memikat. Apa itu plot? Plot adalah rangkaian sebab-akibat yang membentuk cerita. Buatlah  plot semenarik mungkin.

2. Gunakanlah diksi atau pilihan kata. Pilih dan gunakan kata-kata yang luwes dan memiliki kesan ‘lebih’.

3.  Buatlah
konflik yang terus menanjak. Usahakan untuk memperhatikan sungguh-sungguh tingkatan konflik dalam cerita kita.

4. Buatlah ending yang memukau dalam sebuah cerita, baik itu berupa sad ending maupun happy ending.



Cerpen - Kita Salah Waktu - Karya SiMo - Sastra Indonesia Org







Kita Salah Waktu
Karya: SiMo


Kenyataan dari semua ini hanya aku yang benar-benar jatuh padamu. Waktuku yang banyak digunakan untuk mencintaimu membuat aku tak habis pikir, mengapa kamu tak memulai hal yang sama sepertiku?
Dahulu setiap perlakuanmu memberikan kesan mendalam, entah itu dalam bentuk hangat atau hanya sikapmu yang teramat dingin. Saat itu yang kuharap kamu merasakan hal yang serupa, saat itu pula yang kudamba hanya terbukanya hatimu walaupun hanya celah.
Perlakuanmu yang ambigu membuat aku kelimpungan, apa yang sebenarnya sedang kamu rasakan? Tapi tak apa, meski begitu aku tetap senang, setidaknya kamu masih tahu cara bersikap.
Kamu sering memberiku perhatian, pun tak jarang kamu bahkan mengacuhkan. Kata temanmu, kamu hanya sedang tidak sepaham dengan pikiranmu. Mereka bilang, coba kamu tenangkan. Kadang aku berpikir apa yang selalu membuat hati dan pikiranmu tak sejalan? Apa aku kurang memberimu kebahagiaan? Apa aku kurang menyenangkan?
Sering kudengar kamu menghela napas panjang, terdengar seperti suara bimbang yang penuh dengan keputusasaan. Tak jarang juga kudapati kamu yang sedang mengosongkan pikiran, matamu yang seolah memberiku gambaran betapa beratnya pilihan yang harus kamu hadapi. Tapi apa yang sedang kamu hadapi?


Sudah tahun ketiga, kita begini-begini saja, status yang membingungkan bagi kami kaum wanita. Kamu tak pernah bilang tidak, pun tak pernah mengiyakan. Kamu tak pernah menceritakan wanita lain, tapi seperti tak pernah menganggap aku wanita. Kamu tak pernah terlihat bercengkerama dengan mata binar lain, tapi padaku kamu masih datar-datar saja. Sebenarnya isi hatimu itu apa? Mengapa sulit sekali menatapku?
Aku mulai lelah, tapi tak pernah mau melangkah. Aku sudah sangat muak, tapi tetap jalan di tempat. Aku sudah ingin pergi, tapi kamu malah menghampiri, dan bersikap seolah akan menjelaskan. Kini pikirku betapa egoisnya kamu, betapa tamaknya hatimu.
Kamu bilang, hatimu juga punya rasa yang sama, berdetak di luar batas ketika aku buat kamu tertawa, dan banyak hal yang tak bisa diungkapkan dengan kata. Alasanmu selama ini begini karena masih jatuh saat aku datang. Katamu, kamu masih terpuruk saat aku ada. Kamu belum yakin, apa aku bisa membuat kamu bangkit lagi? Sontak itu mengejutkan bagiku. Batinku berkecamuk, aku merasa buruk. Jadi, selama ini apa?
Aku yang terus membantu menyembuhkan lukamu, terus berusaha mengembangkan tawamu meski tak jarang gagal. Berusaha mendorongmu agar bangkit lagi dari segala hidup dinginmu. Membuat kamu lebih mengenal dunia yang selama ini kamu tinggalkan karena jatuh. Lalu maksudmu apa? Apa sama sekali tak terlihat perjuanganku sampai sini. Katamu meski aku berusaha semaksimal mungkin tak bisa membukakan hatimu, katamu ini semua kemustahilan. Katamu aku terlalu berharap ketinggian. Kamu bilang kita tak mungkin berhasil.
Aku mulai berpikir bisa saja jika orang lain ada di posisimu mereka sudah jatuh pula padaku, aku hanya merasa kamu yang tak punya perjuangan untuk bangkit. Aku hanya merasa kamu tak mau aku bantu sembuhkan.
Aku benar-benar membenci sikapmu, tapi mengapa aku tak mampu benar-benar membenci sosokmu? Pikirku dengan mengutarakan, aku bisa tahu bagaimana isi dari hatimu. Aku paham betul bahwa cinta memang tak selalu terbalas. Kata temanku aku bodoh bukan kepalang. Masih saja mau bertahan meski sudah dipatahkan. Pikirku meski kamu sudah bilang hentikan! Itu tak berpengaruh untukku, sedikitpun. Meski banyak yang bilang cintaku ini kesalahan, tapi aku sama sekali tidak keberatan, toh kamu hanya tidak bisa bangkit, banyak cara membuatmu ingin berdiri bahkan berlari.
Aku hanya meyakini hati manusia bisa berubah, aku hanya yakin kamu mau menerima, tak ada yang salah dari harapanku. Jadi, bisakah kamu membantuku mewujudkan itu?

Cikakak, 27 September 2019








Biodata:

SiMo seorang remaja yang menyukai sastra dan memiliki banyak impian yang sangat besar.

#Jumat_Cerbung - Muara Cinta Sang Bidadari - Part 11 Panti Asuhan - Isdamaya Seka - Sastra Indonesia Org





Part 11 Panti Asuhan
Oleh: Isdamaya Seka


Halimah mengerjapkan mata. Berusaha untuk dapat melihat dengan jelas. Sakit kepala berangsur hilang, meski masih terasa berat.
"Halimah, kamu sudah sadar? Alhamdulillah ...."
Sayup-sayup ia mendengar suara sahabatnya.
"Fatia ... ini di Rumah Sakit?" tanyanya ketika kesadaran telah kembali seluruhnya.
"Iya, Mah."
Halimah diperbolehkan keluar dari rumah sakit karena ia berkata tidak ada keluhan apapun dalam dirinya. Gadia itu menolak untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan.
"Mah, kamu sebenarnya sakit apa? Kenapa sering sekali sakit kepala?" tanya Fatia selagi mereka menunggu bus tiba.
"Cuma sakit kepala biasa, Fat. Mungkin kurang tidur."
"Tapi itu terlalu sering, Mah. Sebaiknya kamu periksa lebih lanjut agar tahu sebab dari sakit kepala yang hampir tiap hari datang."
"Jangan khawatir, Fat. Ini cuma sakit kepala biasa."
Tak seperti biasa, kali ini kedua sahabat itu saling diam. Mereka larut dalam pikiran masing-masing. Hingga bus yang mereka tunggu akhirnya datang.

***


"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam, baru pulang, Mah?"
"Iya, Ammah." Halimah mencium punggung tangan Bu Piana.
"Wajahmu pucat sekali? Kamu sakit?" tanya Bu Piana panik. Menempelkan Telapak tangannya di kening Halimah.
"Tidak, Ammah. Halimah sehat-sehat. Mungkin kurang tidur saja, jadi agak pucat."
"Ya sudah, sana istirahat."
"Ammah bikin kue untuk anak panti?" tanya Halimah yang mencium aroma kue dari dapur.

"Iya. Kamu di rumah saja, istirahat. Jangan ikut ke panti."
"Halimat sehat, Ammah. Halimah rindu sama anak-anak."
"Ya sudah, tidur dulu. Nanti pukul lima ammah bangunkan."
Halimah menuju kamarnya. Tempat ia melepas lelah. Tempat ternyaman untuk mengadu pada Yang Kuasa.
Ia merebahkan tubuh di kasur. Memijit-mijit pelan kening hingga kepala. Sakit yang biasa menyerang, namun nyaris tak pernah ia hiraukan.
Ia tak pernah ambil pusing dengan sakit kepala yang sering ia rasakan. Baginya itu hanya sakit biasa. Cukup dengan istirahat maka akan pulih kembali. Namun siang tadi, ia merasakan sakit yang teramat sangat.
'Semoga segera pulih. Jangan ada penyakit apapun. Berilah hamba kesembuhan dengan kesembuhan yang baik, Ya Rabb ....' Doa Halimah dalam hati sebelum akhirnya terlelap.


***


Riuh tawa anak-anak panti menyatu dengan kicau burung yang terbang kembali ke sarang. Suasana ceria yang tak pernah ingin ia lewatkan. Memandang wajah-wajah lugu anak-anak tak berdosa. Yang tak dapat memilih takdir hidup tanpa orang tua.
Halimah bersyukur atas segala yang Dia berikan padanya. Orang tua yang begitu menyayangi tanpa celah. Meski kini telah tiada, namun ada dua orang yang mampu memberikan kasih sayang layaknya orang tua. Ustaz Hanafi dan Bu Piana, betapa ia menyayangi mereka.
Tiap akhir pekan Halimah menyempatkan datang ke panti bersama Bu Piana, ataupun Fatia. Menceritakan berbagai kisah para sahabat Rasulullah, juga memberi beberapa makanan untuk mereka. Tawa anak-anak malang itu adalah suplemen bagi hatinya. Agar ia selalu merasa bersyukur atas apa yang Allah berikan.
"Kak, hari ini mau cerita tentang siapa?" tanya seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun.
"Kakak mau cerita tentang tamu istimewa Rasulullah. Ada yang tahu?" tanya Halimah pada anak-anak.
Anak-anak itu saling berpandangan, kemudian menggeleng.
"Nah, dengarkan, ya ...." Halimah mulai bercerita. "Suatu hari, ketika Rasulullah sedang duduk bersama para sahabat, datanglah seorang lelaki dengan pakaian yang sangat bagus. Kemudian lelaki itu meminta izin untuk menghadap Rasulullah. Kemudian ia bertanya pada Rasulullah tentang Islam. Nah ... siapa yang bisa menjelaskan apa itu Islam?" tanya Halimah pada anak-anak.


Beberapa anak dari mereka berebut untuk menjawab. Halimah memilih satu di antaranya. Seorang gadis kecil berusia lima tahun, dengan jilbab merah muda.
"Islam itu mengucap syahadat, salat, puasa, zakat, dan naik haji, Kak," jawabnya dengan semangat.
"Pintar kamu, Sayang." Halimah membelai lembut kepala anak itu. Kemudian mengeluarkan sebuah buku tulis baru dari dalam tasnya, dan memberikan kepada sang anak.
Ia selalu menyiapkan hadiah-hadiah kecil bagi anak-anak panti. Sebuah hadiah yang tak bernilai bagi sebagian orang. Namun sangat berarti dan dapat menciptakan senyuman di wajah anak-anak yatim tersebut
"Kemudian tamu lelaki itu bertanya lagi pada Rasulullah tentang iman," Halimah melanjutkan ceritanya, "siapa yang tahu apa itu iman?"
Anak-anak kembali mengangkat tangan. Halimah menunjuk seorang di antaranya.
"Iman itu percaya pada Allah, malaikat, kitab, Rasul, kiamat, takdir."
"Yeeiy ... kamu pintar!" puji Halimah seraya memberikan sebuah buku tulis baru.
"Setelah itu, sang tamu bertanya untuk yang terakhir kali pada Rasulullah. Ia bertanya tentang ihsan. Siapa yang tahu apa itu ihsan?"
Tak banyak anak yang mengangkat tangannya. Halimah memilih yang tercepat.
"Ihsan itu ... kita beribadah seolah kita melihat Allah, Kak, meskipun kita tidak melihat-Nya. Sesungguhnya Allah melihat kita," jawabnya.
"Masyaa Allah ... barakallah, Dik."
Anak itu pun menerima hadiah dengan senang hati.
"Setelah bertanya pada Rasulullah tentang Islam, iman, juga ihsan, tamu itu pergi. Lalu Rasulullah bertanya pada para sahabatnya, siapakah tamu laki-laki tadi?" Halimah bertanya pada anak-anak. Mereka saling berbisik, namun tidak ada yang menjawab dengan keras.
"Tidak ada yang tahu?" tanya Halimah. Semua menggeleng.
"Nah, tamu yang datang tadi adalah malaikat Jibril. Yang diutus oleh Allah untuk mengajarkan agama," jelas Halimah.
Tanpa terasa, matahari mulai kembali ke peraduannya. Halimah dan Bu Piana meminta izin pada anak-anak dan pengurus panti untuk pulang. Meninggalkan anak-anak yang selalu menyambutnya dengan suka cita.


***

'Ting!' Sebuah notifikasi masuk ke ponsel Halimah sebelum ia memejamkan mata. Memeriksa sebentar pesan yang masuk melalui sebuah aplikasi.
[Assalamualaikum ... Halimah, sudah tidur? Aku minta maaf kalau siang tadi membuat suasana jadi kaku. Aku cuma mengkhawatirkanmu.]
Sebuah pesan dari Fatia.
[Wa'alaikumussalam, tidak apa, Fat. Aku tidak marah sama sekali. Maaf juga jadi membuatmu merasa bersalah.]
Balasan dari Halimah terkirim. Bertanda centang dua berwarna biru.
[Makasih, Mah. Syafakillah. Oh ya, belum tidur?]
[Belum. Kamu belum tidur, Fat?]
[Belum. Ini lagi duduk sama Mas Khalid.]
Membaca nama 'Mas Khalid', Halimah langsung teringat tawaran sahabatnya untuk menikah dengan lelaki itu. Ia menghela.
[Oh. Ya sudah, aku tidur duluan, Fat. Assalamualaikum.]
[Wa'alaikumussalam.]
Rasa kantuk yang mendera Halimah mendadak hilang. Ia mengambil mukena dan melakukan salat istikharah. Kembali meminta petunjuk pada Allah.

***

Seorang pemuda tampan beriris cokelat berdiri di balkon. Menatap bintang yang bertaburan menghiasi pekatnya langit malam. Ia menadaburkan penciptaan langit dari surah
 Al Mulk yang baru saja dibaca.
"Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala." Lirih Imran melafalkan arti dari surah Al Mulk ayat 5.
"Ternyata, bintang yang indah itu memiliki fungsi lain selain menghiasi langit," gumamnya.
"Allah tidak menciptakan segala sesuatu dengan sia-sia."
Halimah ... entah kenapa nama itu tiba-tiba melintas di benaknya. Ia sedang mentadaburi ciptaan Allah. Namun malah gadis itu lagi yang ia bayangkan.
'Ah, bukankah Halimah juga ciptaan Allah?' batinnya.
"Kenapa Halimah lagi yang terus muncul, Ya Allah?"
Imran frustasi atas perasaannya sendiri. Ia merasa harus segera yakin dan memantapkan hatinya. Haruskah ia kembali melamar Halimah?


Biodata

Seorang ibu rumah tangga dengan dua orang putra. Memiliki harapan agar kisah yang dituliskan bisa menjadi karya yang inspiratif dan menarik.



#Rabu_Puisi - Kacamata Terhalang Embun - Siti Alfi Khusnia - Sastra Indonesia Org





Kacamata Terhalang Embun
Oleh: Siti Alfi Khusnia

Kali ini
Mata remang-remang
Menatap mana pun
Kacamata terhalang embun prasangka

Terlihat samar
Namun terdengar keras

Ingin menutup mata
Namun telinga selalu mendengar

Mana yang salah dan mana yang benar
Aku hanya tersenyum dan menatap nanar
Mencoba untuk bersabar
Melihat dunia yang kerap terbakar

Bukan api lagi tapi emosi
Apa perbedaannya
Mereka sama-sama panas
Siapa yang mampu menjadi airnya?
Entah
Hanya prasangka yang menang kali ini
Yang menutup kacamata bening pada diri sendiri

Mojokerto, 25 September 2019

Biodata:

Hanya seseorang yang ingin berkarya dalam diam tetapi dikenal dunia.

#Rabu_Puisi - ASAP - Muhammad Witarto - Sastra indonesia Org






ASAP
Karya: Muhammad Witarto

Mungkin aku yang tak pandai menilai
Di mataku yang kulihat hanyalah kebaikan
Mungkin aku yang salah menilai
Di mataku yang kulihat hanyalah kasih sayang

Di ujung sana asap membubung tinggi
Menutupi kota-kota
Wajah kota terlihat samar
Yang terlihat hanyalah asap yang memenuhi setiap sudut kota

Ini salah siapa?
Mereka saling bertanya
Tak ada jawab di sana



Ini salah siapa?
Mereka saling menyalahkan
Semua merasa benar

Tak ada jawab di sana
Yang ada saling memaki
Saling mengutuk
Mengecam keras
Tangan-tangan yang telah menodai hutan

Untuk apa berdiskusi
Tak ada solusi
Duduk santai di belakang kursi
Ah, berita basi!

Di meja makan
Sendok dan garpu saling bunuh
Otakku rapuh
Dipenuhi syak wasangka dan pemikiran angkuh
Maaf, jika aku salah menilaimu

Jakarta, 25 September 2019

Biodata:

Muhammad Witarto. Penulis bermukim di Tangerang Selatan, Banten.

Menghindari Penggunaan Karakter Tokoh yang Tidak Wajar - Sastra Indonesia Org.








Menghindari Penggunaan Karakter Tokoh yang Tidak Wajar

Salah satu kelemahan penulis pemula adalah menciptakan karakter yang tidak wajar. Karakter  dianggap tidak wajar apabila karakter tersebut tidak dapat dipercaya, hampir tidak ditemukan di dunia nyata dan kehidupan sehari-hari. Karakter dianggap tidak dapat meyakinkan pembaca, bahkan terasa penulis terlalu mengada-ngada atau merekayasa yang berlebihan.



Supaya seorang penulis terhindar dari pembuatan karakter yang tidak wajar, maka sebaiknya mengambil ide dari kejadian yang sudah atau sering terjadi, dari tokoh jahat yang memang benar adanya. Jika ada yang mengatakan karakternya mengada-ngada atau terlalu merekayasa, kita dapat memberikan bukti sebagai pembelaan diri.


Berikut adalah beberapa cara untuk menghindari penggunaan karakter tokoh yang tidak wajar:
1. Hindari pembuatan karakter yang terlalu sempurna. Kalau ingin membangun karakter   baik , jangan dibuat terlalu sempurna. Berilah sisi manusiawi dan beberapa kekurangan.

2. Sebaliknya, kalau ingin membangun karakter jahat , jangan berlebihan seperti membuat orang jahat yang kejahatan hatinya seolah tidak ditemukan di kehidupan sehari-hari.

3. Mengambil ide dari peristiwa yang sudah ada.

4. Buatlah karakter yang proporsional  dan berilah beberapa latar belakang yang meyakinkan pembaca.


Jumat, 27 September 2019

Puisi - Sabda Rindu - Karya Aiyu A Gaara - Sastra Indonesia Org








Sabda Rindu
Karya: Aiyu A Gaara


Dalam perhelatan Jumat malam
Kusebut namamu diam-diam
Seusai Al Kahfi dibacakan
Berharap kita disatukan pada takdir percintaan



Sebab katanya, sabda bagi sang perindu adalah;
Saling mendoakan tanpa harus ada pertemuan,
pun ikatan tanpa kepastian.

Bumi Rafflesia, 26 September 2019








Biodata:

Aiyu A Gaara, penikmat kopi dan sepi. Saat ini tengah berusaha menyelesaikan naskah dan kisah kasih di dunia nyata.