Selasa, 06 Agustus 2019

Cerpen - Bayangan - Laili Rahma Hidayati - Sastra Indonesia Org




Bayangan
Oleh: Laili Rahma Hidayati


Aku memeluk erat bingkai yang berisi foto kenang-kenanganku bersamanya, memainkan jemari tangan dengan pandangan kosong ke depan.
"Kamu kenapa?" Aku menoleh ketika mendengar suara yang tidak asing di telinga.
Degg ....
Rasanya jantungku berhenti berdetak sekarang. Aku menelan saliva susah payah, lalu menampar pipi keras-keras.
Bulu kudukku meremang melihat bayangan tak berwujud itu, aura di sini tampak mencekam sekarang.
"Jangan menyakiti diri sendiri, " katanya sambil tersenyum.
Aku membeku kala merasakan suaranya begitu nyata. Namun, saat kuperhatikan wujudnya kembali, ia tampak bayangan yang tidak menyentuh tanah. Wajahnya pucat dengan mata teduh.
"Nggak, kamu udah tenang di sana. Jangan ganggu aku lagi!" teriakku.
"Hey, ini aku, Kal. Your, sahabat kecilmu." Dia berusaha meyakinkanku.
"Your, kamu nggak usah kesini lagi, aku udah ikhlas."
Aku menutup mataku menggunakan tangan. Kalau boleh jujur, aku juga takut dengan sosok tak berwujud di depanku ini.
"Ikhlas? Keadaan kamu aja gitu, itu yang namanya ikhlas? Kal, aku memang udah meninggal. Ya, itu kenyataannya." Dia mengangguk-anggukkan kepala.
Your terenggut nyawanya karena tabrakan beruntun saat perjalanan ke rumahku. Aku yang saat itu tertidur, tidak sempat menghadiri acara pemakaman Your.
Your sempat koma, tetapi meninggal dunia setelah dibawa ke rumah sakit. Karena ada cidera parah di kepala hingga membuat otaknya keluar.
"Lalu, siapa kamu? Hantu? Setan? Jin? Atau siapa?" tanyaku menggebu.
"Aku Your, Kal. Butuh berapa kali sih, aku jelasin ke kamu?"
Aku tertawa miris mendengar perkataannya.
"Kayaknya aku halu nih. Mungkin mandi dulu kali ya." Aku beranjak mengambil handuk. Aku berjalan ke kamar mandi sambil berkomat-kamit agar halusinansiku itu pergi.
“Aku ke sini mau bilang sesuatu sama kamu, sebentar aja.”


Aku menghentikan langkah, lalu menoleh kepadanya.
"Sebelum tragedi yang merenggut nyawaku, aku sudah merencanakan semuanya."
"Merencanakan apa? Merencanakan kematian sendiri?" Dia langsung tertawa mendengar pertanyaanku.
"Mana ada sih yang kayak gitu."
"Terus?" Dia menunduk setelah pertanyaanku itu.
"Aku cuma mau nyampein sesuatu, Kal ...." Aku mengernyit ketika perkataannya itu menggantung.
"Kita udah sahabatan lama banget, bahkan sebelum kita lahir. Dari sana, benih cinta mulai tumbuh dan berkembang di hatiku."
"Pikiranku selalu soal kamu dan kamu. Itu yang sampai saat ini, belum berani aku utarakan sama kamu. Hingga tragedi itu terjadi," lanjutnya membuat satu per satu bulir hangat keluar dari mataku.
"Kenapa nggak dari dulu?" tanyaku sambil mengusap kasar bulir itu. Your menggeleng tanda tak tahu alasannya.
"Yang pasti, kita udah beda dunia, kita udah berbeda. Kamu manusia dan aku hanya bayangan tak berwujud."
"Aku­—aku juga sayang sama kamu," Aku tergugu mengucapkan itu.
"Maaf, Kal. Lebih baik kamu cari orang lain yang bisa menyayangi kamu lebih dari aku."
"Terus, buat apa kamu bilang kayak gitu ke aku?!" tanyaku kasar.
"Aku cuma mau menyampaikan rasa ini, biar nggak mengganjal di hati."
Aku menggigit bibir ketika tangisanku hampir pecah.
"Boleh nggak aku peluk kamu? Untuk yang pertama dan terakhir kalinya?" tanyaku pelan.
"Nggak, Kal."
Aku menatapnya penuh tanda tanya.
"Kenapa? Kan selama sahabatan, kita nggak pernah pelukan."
"Karena kamu akan memeluk bayangan, bukan wujud seorang manusia."


Lampung, 20 Juni 2019

Biodata:

Laili Rahma Hidayati, seorang pendukung kemajuan literasi, pecinta novel, dan penggemar puisi. Email : Lailirahma444@gmail.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.