Jumat, 12 Juli 2019

#Kamis_Cerpen - Ketika Langit Menyatakan Cintanya - Mardhika Ika Sari - Sastra Indonesia Org





Benar-benar suatu kejutan bagiku tatkala sosok yang pernah hilang dari mayapada jiwaku kini muncul dan mengucapkan salam termanisnya. Salam yang tak pernah kudengar selama lebih dari satu dekade. Salam yang sama sekali tak pernah kuduga, yang akhirnya memberikan siraman kesejukan pada jiwa gersang yang semakin lapuk dimakan masa yang mulai usang.
Bila kupandang padang yang luas dengan ilalangnya yang mampu menyimpan berjuta air tanah, sehingga mampu menghidupi rerumpunan rose yang tumbuh liar tuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Disitu kulihat langit tersenyum menawarkan keteduhannya.
Ah, rinai yang menjadi denting melodi syahdu mengantarku kembali pada kala yang sempat pergi tinggalkan aku dalam berjuta pertanyaan tanpa jawab. Ditambah aroma tanah yang kerap mengakrabi aku tatkala senandung rindu terngiang di gendang telingaku yang mulai menua. Dan kembali kulemparkan lamunanku padamu.
Kau, masih nampak angkuh. Walaupun harapku tlah rapi tersimpan pada singgasana jiwa yang kerontang oleh kasihmu.
Sekali lagi aku menatap langitku. Tersenyum. What..? Ya, dia tersenyum. Tuhan, kenapa baru sekarang setelah sekian lama aku menunggu senyumnya ? Apakah karena keadaanku yang masih tinggal di istana reot yang bocor atapnya setiap Kau tumpahkan berkubik–kubik air dari surga-Mu ? Sehingga tak sekalipun dia mau melihatku, atau hanya sekedar menyapaku, melemparkan senyumnya seperti sore ini.


Dan tanah pekaranganku yang terlanjur becek itu mengerlingkan matanya. Membisikiku bahwa akan ada sesuatu yang akan melukiskan kebahagiaan di angkasa sukmaku. Bullshit! umpatku padanya. Bertahun-tahun aku menantinya. Mengganti lembar almanak yang semakin menua. Menghitung detik yang berlalu begitu lama. Hingga keriput satu persatu menyentuh kulitku. Dan aku semakin hati-hati saat berjalan karena penglihatanku yang mulai rabun. Hingga kering airmataku memohon agar rindu ini segera merepih.
Hugh..!! sekali lagi kulirik tanah pekarangan becek itu. Genangan air yang memantulkan wajah langit membuatku semakin malas mendengar kabar darinya. Apa..? tanyaku sinis. Masih belum puas kau menipuku..? jengkel sekali aku padanya.
What … ?
Sekali lagi ku tajamkan pendengaranku yang sudah semakin menginjak grade tuli ini. Dan suara lembut itu kembali menyapa.
Hi,my old memories.. listen me, I love --- and I repeat once more. I LOVE YOU.
WHAT…??? aku masih tak percaya. Namun ada sebersit bahagia di dada.
Dan aku tersenyum mendengar bisikannya yang mampu menciptakan desiran halus yang sangat kuat kurasa.

Biodata:

Penulis seorang guru SD yang bisa membaca karya sastra saat ada sedikit kesempatan saja. Tinggal di Sidoarjo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.