Benar-benar suatu kejutan bagiku tatkala sosok yang pernah
hilang dari mayapada jiwaku kini muncul dan mengucapkan salam termanisnya.
Salam yang tak pernah kudengar selama lebih dari satu dekade. Salam yang sama
sekali tak pernah kuduga, yang akhirnya memberikan siraman kesejukan pada jiwa
gersang yang semakin lapuk dimakan masa yang mulai usang.
Bila kupandang padang yang luas dengan ilalangnya yang mampu
menyimpan berjuta air tanah, sehingga mampu menghidupi rerumpunan rose yang tumbuh liar tuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Disitu kulihat langit tersenyum menawarkan keteduhannya.
Ah, rinai yang menjadi denting melodi syahdu mengantarku
kembali pada kala yang sempat pergi tinggalkan aku dalam berjuta pertanyaan
tanpa jawab. Ditambah aroma tanah yang kerap mengakrabi aku tatkala senandung
rindu terngiang di gendang telingaku yang mulai menua. Dan kembali kulemparkan
lamunanku padamu.
Kau, masih nampak angkuh. Walaupun harapku tlah rapi
tersimpan pada singgasana jiwa yang kerontang oleh kasihmu.
Sekali lagi aku menatap langitku. Tersenyum. What..?
Ya, dia tersenyum. Tuhan, kenapa baru sekarang
setelah sekian lama aku menunggu senyumnya ? Apakah karena keadaanku yang masih
tinggal di istana reot yang bocor atapnya setiap Kau tumpahkan berkubik–kubik
air dari surga-Mu ? Sehingga tak sekalipun dia mau melihatku, atau hanya
sekedar menyapaku, melemparkan senyumnya seperti sore ini.
Dan tanah pekaranganku yang terlanjur becek itu mengerlingkan
matanya. Membisikiku bahwa akan ada sesuatu yang akan melukiskan kebahagiaan di
angkasa sukmaku. Bullshit! umpatku padanya. Bertahun-tahun aku menantinya. Mengganti
lembar almanak yang semakin menua. Menghitung detik yang berlalu begitu lama.
Hingga keriput satu persatu menyentuh kulitku. Dan aku semakin hati-hati saat
berjalan karena penglihatanku yang mulai rabun. Hingga kering airmataku memohon
agar rindu ini segera merepih.
Hugh..!! sekali lagi kulirik tanah pekarangan becek itu.
Genangan air yang memantulkan wajah langit membuatku semakin malas mendengar
kabar darinya. Apa..? tanyaku sinis. Masih belum puas kau menipuku..? jengkel
sekali aku padanya.
What
… ?
Sekali lagi ku tajamkan pendengaranku yang sudah semakin
menginjak grade tuli ini. Dan
suara lembut itu kembali menyapa.
Hi,my
old memories.. listen me, I love --- and I repeat once more. I LOVE YOU.
WHAT…???
aku masih tak percaya. Namun ada sebersit
bahagia di dada.
Dan aku
tersenyum mendengar bisikannya yang mampu menciptakan desiran halus yang sangat
kuat kurasa.
Biodata:
Penulis seorang guru SD yang bisa membaca karya sastra saat
ada sedikit kesempatan saja. Tinggal di Sidoarjo.
0 Response to "#Kamis_Cerpen - Ketika Langit Menyatakan Cintanya - Mardhika Ika Sari - Sastra Indonesia Org"
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.