"Kak,
apakah ibu dan ayah kita telah bahagia di sana?"
"Iya."
"Apakah
mereka juga makan enak?"
"Ya."
"Kak,
aku kedinginan."
"Mendekatlah."
Anak laki-laki itu meraih tubuh sang adik yang menggigil, dan merebahkannya
dalam pangkuan. Suara gigi gemeluk bersahutan di tengah desau angin kencang
yang menerpa. Mereka saling berpelukan berusaha menghalau dingin.
"Kak,
a-aku masih ke-kedinginan." Anak laki-laki yang diperkirakan berusia 10
tahun itu segera melepaskan jaket yang membalut tubuh dan dipakaikan ke
adiknya, sambil terus memeluk erat tubuh itu.
"Masihkah
kau ingat saat ibu membuatkan sup daging?" tanyanya berusaha mengalihkan
perhatian sang adik dari suhu ekstrim.
"Ya,
ma-makanan itu ya-yang paling ku-ingat se-sekarang," ucapnya bergetar.
Musim
dingin mulai menyapa bumi Syam, suhu di bawah 20 derajat Celsius membelenggu
para pengungsi. Mereka berusaha bertahan hidup di tenda-tenda pengungsian
dengan peralatan seadanya, sambil menahan lapar. Bantuan yang datang pun masih
belum mencukupi.
Badan
dua kakak beradik itu semakin menggigil hebat. Tak ada selimut tebal yang bisa
menahan tubuh mereka dari serangan cuaca yang tidak bersahabat, ditambah lagi
dua hari perut belum terganjal makanan. Wajah mereka semakin pucat dan tubuh
mulai kesemutan.
"Kak,
aku ngantuk."
"Ya,
tidurlah."
Sang
kakak menatap lemah adik yang telah tertidur sejak tadi dengan wajah membiru.
Tangannya berusaha menggapai wajah itu, namun semua anggota tubuh terasa mati
rasa dan kaku.
Di
tengah cuaca dingin menusuk tulang, anak laki-laki itu mulai diserang rasa ngantuk
yang luar biasa, hingga dia pun tak sanggup lagi terjaga. Perlahan matanya
mengatup dan mulai terlelap.
Seraut
wajah cantik mulai menghiasi mimpinya. Perempuan itu tersenyum lembut,
menyambut. "Sayang, kemarilah," panggilnya sambil merentangkan kedua
tangan. Dengan penuh bahagia dia berhambur kepelukan sang ibu. Rasa dingin yang
begitu menyiksa sekejap hilang oleh rasa hangat saat berada dalam dekapan itu.
"Ibu,
aku merindukanmu."
"Ya,
ibu juga, Sayang. Ayo ikutlah bersama ibu, kita akan menemui ayah dan
adikmu." Dia mengangguk, wajahnya semringah sambil sesekali menatap ibu
yang sangat dia rindukan.
Bumi
Syam/Suriah kembali menangis, kakak beradik itu ditemukan berpelukan meninggal
di tengah cuaca dingin.
Tentang
Penulis:
Hanya
seorang ibu rumah tangga yang berusaha memanfaatkan waktu luang dengan menulis.
Domisili Jember.
0 Response to "#Kamis_Cerpen - Kakak Beradik - Sriw Bima - Sastra Indonesia Org"
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.