The Midnight
Game
Karya: Evitha
Ro'uffan
Suara tetes air wastafel semakin
menambah kelam suasana. Barisan kursi bersandaran tinggi di ruang makan, tak
ubahnya monster yang siap menerkam. Gelap. Hanya cahaya remang sebuah lilin
menjadi sumber utama penerangan.
Lelehan bulir bening membasahi
pelipis Grace yang tengah mendapat giliran menjaga nyala lilin. "Ben ...
aku tak tahan lagi. Aku tak ingin bernasib sama seperti Alex dan Emily."
Suaranya parau, bergetar menahan ketakutan.
Hening, tak ada balasan dariku maupun
Anna. Lidah terasa kelu. Hanya hembus napas kasar tertahan yang menjawab.
Menahan degub yang semakin menggila, rahang ini mengeras. Sesekali menelan
ludah mencoba mengontrol rasa takut yang menyapa. Melangkah sesenyap mungkin,
berjalan menuju ruangan lain. Menghindari sosok yang kami undang dalam sebuah
permainan, The Midnight Game.
"Ben, aku kedinginan,"
bisik Grace. Tangan menyodorkan lilin yang ia pegang kepadaku. Dingin. Telapak
tangannya basah oleh keringat. Wajahnya memucat, mencuatkan ketakutan yang
teramat sangat.
Tak membantah, akupun merasakan suhu
disekitar berubah dingin. "Tak apa. Pakai hoodie-ku. Ini menjelang pagi,
wajar jika udara semakin dingin." Melepas jaket bertudung yang dari badan,
aku berusaha menenangkan gadis tinggi semampai ini.
Suasana tenang sesaat. Namun,
mendadak detak jantungku seakan berhenti.
Sekelebat bayangan lelaki dengan
seringai mengerikan, muncul di depan TV. Kukucek mata yang tak gatal. Hilang,
dia menghilang. Memandang sekali lagi, aku mencoba memastikan.
'Shit! Dia mendekat.' Aku merutuk
dalam hati.
Udara mengalirkan hawa sejuk yang tak
biasa. Tiada angin, lilin di tanganku berkedip seolah ada yang mempermainkan
nyala apinya.
Kedua sepupuku meracau, memohon agar
lilin kami tak padam. Apalah daya, harapan tak seindah kenyataan.
"Anna! Nyalakan lilin ini!
Cepat!" perintahku.
"Cukup! Aku tak tahan
lagi," tangis Grace. "Pengecut, kau! Berhenti mempermainkan kami.
Midnight Man brengsek!" Histeris, ia tak menyadari telah melanggar salah
satu peraturan permainan setan ini.
"Apa yang kau lakukan, Grace?
Tenanglah!" ucap Anna berusaha menenangkan saudaranya.
Grace membekap mulut. Ia sadar telah
melakukan kesalahan. Isaknya semakin menjadi dalam pelukan Anna yang semakin
mengerat.
"Grace ...."
"Grace ...."
"Dia memanggilku, Anna. Apa kau
mendengarnya?" Grace semakin tergugu.
"Jangan takut, Grace. Aku dan
Anna tak akan membiarkan makhluk itu menyentuhmu," ucapku.
"Grace ...."
"Grace ...."
Bisikan mengerikan itu terus
menggema. Hingga ....
"Aaargh ...! Ben ... Help
...."
Seolah ada yang menarik paksa dari
pelukan Anna, Grace menghilang dalam kegelapan. Anna menangis histeris mendapati
kakaknya lenyap dalam sekejap.
Aku terpaku sesaat. Tak percaya atas
kejadian buruk yang menimpa. Tak ingin kejadian serupa terulang, segera kubuat
lingkaran garam di sekelilingku dan Anna.
Terduduk lemas di lantai, Anna masih
terisak. Aku mulai kehilangan fokus. Bagaimana bisa kami terjebak dalam situasi
mengerikan ini. Menengadah, mencoba memutar kembali segala peristiwa sebelum
permainan dimulai.
Bersambung
Blitar, 06 Mei
2019
Biodata:
Evitha Ro'uffan adalah sebuah nama
pena dari seorang perempuan berdarah Jawa. Merupakan gabungan yang diambil dari
namanya dan sang suami. Anak pertama dari tiga bersaudara ini lahir pada
tanggal 29 Juli dua puluh empat tahun silam di sebuah kota berjuluk Kota
Patria. Penyuka makanan pedas ini memiliki hobi membaca, menulis, dan berenang.
Sempat meraih beasiswa, ia telah
menyelesaikan pendidikan S1-nya.
Beberapa tahun berkarir dalam dunia
pendidikan dan kini tengah fokus berkarir sebagai istri dari seorang suami dan
ibu dari seorang putra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.