Sesuatu dari Masa Lalu
Karya: Rika Febriani
Namaku Ardila Wulandari, seorang pemilik butik di sebuah
kota di Jawa Timur. Usiaku sekitar 23 tahun dan belum menikah. Sebenarnya
banyak sekali calon pendamping hidup yang ibuku pilihkan, tapi entahlah aku
merasa tidak menyukai satu pun dari calon yang ibu pilihkan. Berbicara tentang
suka aku menjadi ingat seseorang. Seseorang yang dahulu pernah aku puja.
Ingatanku melayang pada kejadian semasa SMA. Aku mengenal seorang pria bernama
Arkan Mahendra, seorang ketua OSIS di sekolahku dahulu.
Awal dari sebuah kisah dimulai ketika saat itu aku sedang
berjalan di koridor sekolah. Aku menunduk sembari membolak-balikan sebuah buku
yang sedang aku baca. Aku terlalu fokus pada bukuku sehingga tanpa sadar aku
menabrak Arkan. Tidak ada yang jatuh seperti kebanyakan adegan di film, karena
ia lebih tinggi dan lebih besar dariku. “Ups … sorry.” Ucapku sembari melihat siapa yang aku
tabrak. “Kak Arkan … maaf ya, Kak?” ucapku lagi. Saat itu aku benar-benar
takut melihat matanya. “Oke. Santai aja, aku tidak apa-apa.” Ucapnya tersenyum. Senyum yang terukir
bak senja di langit Jawa. “Nama kamu siapa?” tanya Arkan padaku. Aku masih
menunduk, setelah melihat senyumnya, aku takut menjadi salah tingkah. “Namaku ... Ardila.” Jawabku. Lalu dengan cepat aku
meninggalkan Arkan, meninggalkan senja bersama langit malam.
Kejadian bersama Arkan tak berakhir di situ saja. Keesokan
harinya aku mendapat kabar tidak enak dari kepala sekolah. “Ardila, kamu sama Arkan terpilih
sebagai siswa yang akan mengikuti lomba KSM tingkat kabupaten.” Ucap Bu Ani selaku kepala sekolah. “Alhamdulillah.” Ucapku bersyukur kepada Allah Swt. “Nah, mulai besok kamu sama Arkan akan
belajar bersama dibimbing pak Andono sepulang sekolah. Mulai hari ini kamu dan
Arkan adalah tim.” Ucap Bu Ani. Der! Bagai tersambar petir hatiku saat itu.
Aku harus berhadapan dengan dia lagi.
Waktu yang berjalan cepat, membuat hari berganti esok. Ya,
sesuai perkataan Bu Ani aku langsung mencari tempat di mana lesku berada
sepulang sekolah. “Ardila ....” Panggil Arkan yang entah sejak kapan
berada di belakangku. “Kak?” Ucapku menunduk. “Kamu mau ke mana?” tanya Arkan. “Cari Pak Andono.” Jawabku sekenanya. “Oh, Pak Andono sudah nunggu kita di
perpustakaan.”
Ucapnya. “Ayo!” Ajaknya padaku. Aku hanya diam, aku
berharap waktu cepat usai. Aku tidak mau terbelenggu rasa suka. Aku dan Arkan
berjalan beriringan menuju perpustakaan. Dalam diam aku menyukai Arkan, saat
itu aku benar-benar menjaga hatiku dengan hanya berharap kepada Allah Swt. Aku
tahu, berharap kepada manusia hanya akan berakhir kecewa.
Saat itu impianku hanya satu, ingin mengejar prestasi dan
membuat orangtuaku bangga. Aku ingin menjadi juara! Aku mendengarkan penjelasan
Pak Andono dengan serius. Arkan pun demikian. “Nah, sekarang kalian istirahat dulu,
nanti kembali lagi ke sini. Saya beri waktu kalian setengah jam.” Ujar Pak Andono. Aku segera keluar
perpustakaan untuk mencari makanan atau camilan. Baru beberapa langkah, aku
mendengar Arkan memanggilku. “Ardila.” “ Ada apa kak?” tanyaku saat itu. “Kamu mau ke mana?” tanya Arkan. “Beli makanan.” Jawabku. “Boleh tidak kita ngobrol sebentar, ada
yang mau aku omongin sama kamu.” Ucapnya. Aku mengangguk dan mengikuti
Arkan ke taman.
“Ar, sebenarnya aku suka sama kamu.” Ucap Arkan, saat itu ada bahagia yang
membuncah di hatiku, tapi ada pula sesuatu yang harus aku taati. “Maksud Kak Arkan apa?” tanyaku. “Aku mau kita pacaran. Kamu mau kan?” tanya Kak Arkan sembari memegang
tanganku. Aku langsung menepis tangannya. “Maaf, Kak. Aku tidak mau.” Jawabku lalu mataku memanas. Sebenarnya
aku menyukai Arkan, tapi aku sudah memutuskan istiqomah di jalan Allah Swt. “Kenapa? Kamu nolak aku?” tanya Arkan. “Kak, hubungan sebelum akad atau pacaran
itu tidak baik, Kak. Pacaran itu menjerumuskan ke arah zina. Zina itu tidak
hanya berhubungan badan, melihat dan memikirkan saja sudah berdosa. Allah
sangat cemburu terhadap hati yang berharap selain pada dia dan kalau misalnya
kita jodoh Allah akan mendekatkan kita, tapi bukan lewat jalur pacaran. Aku
harap Kak Arkan mengerti.” Ucapku. Sesegera mungkin aku berlari meninggalkan Arkan.
Aku ingin menangis dan aku butuh Allah.
“Assalaamu’alaikum.” Lamunanku tentang Arkan buyar ketika
Mama masuk ke ruanganku. “Wa’alaikumsallam, Mama ... ngagetin aja sih.” Ucapku menyalami Mama. “Kamu aja yang ngelamun, Nak. Nih, Mama
bawain kamu makan.” Ucap Mama menaruh kotak makan di meja kerjaku. “Makasih, Mama.” Ucapku segera membuka kotak makan itu.
“Eh, nanti Ardila pulang cepat ya, Mama
mau ngenalin kamu sama anak sahabat Mama.” Ucap Mama. Aku hanya mengangguk, ini
bukan kali pertama Mama mengenalkan aku dengan anak sahabatnya. Aku juga yakin,
pilihan Mama adalah yang terbaik.
Setelah Mama pulang, aku kembali bekerja dengan semangat
karena aku ingin cepat pulang. Aku tidak mau membuat mama kecewa. “Akhirnya selesai!” Ucapku. Aku segera mengambil tas dan
kunci motor. Saat aku ingin mengunci pintu butikku ada seorang perempuan dan
pasangannya menghampiriku. “Permisi, Mbak. Saya mau beli baju yang
pas untuk dia.”
Ucap seorang perempuan. “Oke, silakan.“ Ucapku terhenti kala melihat laki-laki
di sebelah perempuan itu. “Arkan.” Gumamku. Mataku memanas, sosok ini sosok
yang kurindukan dalam doa. “Maaf, saya sudah tutup.” Ucapku pergi meninggalkan sepasang
kekasih itu. Mereka sangat mesra, mungkin dia kekasih Arkan.
Aku memacu motorku dengan kecepatan sedang, otakku terus
bertanya-tanya siapa wanita itu? “Assalaamu’alaikum, Ma.” Ucapku via telepon. Aku menghentikan motor dan menjawab panggilan dari Mama.
“Ya, Ma. Aku langsung ke restoran sekarang.” Ucapku. Mama memintaku untuk langsung
ke restoran, acara diundur menjadi sore ini. Aku kembali melanjutkan
perjalananku sebelum senja menghilang dari langit sore ini.
“Assalaamu’alaikum.” Ucapku menghampiri meja Mama. “Wa’alaikumsallam.” Jawab Mama dan sahabatnya. “Nah, Sayang. Kenalin, ini tante Kania.” Ucap Mamaku. “Hai, Tante.” Sapaku. “Hai, Ardila.” Sapa Tante Kania. “Ayo duduk.” Ajak Mamaku. Aku duduk dan
memperhatikan kanan dan kiri. Mana calon pilihan Mama? “Assalaamu’alaikum.” Ucap seorang lelaki muda, mungkin ini
anak Tante Kania. “Wa’alaikumsallam.” Jawab kami serentak. “Ma, maafin Arkan ya, telat.” Ucapnya. Aku bisa mendengar suaranya,
tapi aku menunduk. Menunduk adalah kebiasaanku. Apa! Arkan! “Ar–kan.” Gumamku, aku mendongak menatap
laki-laki itu. Ya, dia Arkan! “Jangan terkejut Ardila. Aku memang
ingin menikahi mu. Aku meminta Mama untuk mencari tahu tentang kamu dan meminta
Mama untuk menjodohkan aku denganmu.” Ucap Arkan. “Kamu mau jadi istriku?” tanya Arkan lagi. Aku menangis, sekian
lama aku menanti, mengharap dan mencintai dalam diam. Akhirnya, istiqomah manis
rasanya. Terima kasih, ya Allah. “Ya aku mau jadi istrimu.”
Biodata:
Aksara Pena adalah nama kedua saya setelah Rika Febriani.
Menyukai menulis sejak kecil. Tinggal di Pacitan, Jawa Timur. Usia sekitar 17 tahun dan bersekolah di MAM 01 Tegalombo. Saya penggemar Ari Irham dan Andrea
Hirata. Nama e-mail= rikafebriani.pct123@gmail.com. Salam literasi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.