Senja beranjak pergi ketika aku masuk rumah.
Sebenarnya saat ini tidak ingin pulang karena perkuliahan belum selesai. Akan
tetapi ayah memaksa. Katanya ada tamu penting.
Sedari tempat kost tadi, aku memikirkan siapa kira-kira tamu penting itu. Apakah
akan dijodohkan dengan pilihan ayah? Akankah dikenalkan dengan om-om gendut?
Dan serangkaian pertanyaan lain berkeliaran di pikiranku. Sampai-sampai gang
rumahku terlewat. Untungnya belum jauh.
"Fir, segera bersiap! Sebentar lagi Pak
Hary akan datang," perintah ayah tegas.
"Firza masih bingung. Sebenarnya ada apa,
sih?"
"Pak Hary akan melamarmu."
"Hah? Bos Ayah? Tapi ...."
"Sudah cepat! Keburu datang
orangnya."
Ayahku itu orangnya sulit dibantah. Kalau
debat tidak mau kalah. Suka tidak suka harus dilaksanakan perintahnya.
Padahal kemarin aku baru saja menerima biodata
dari seorang kenalan di dunia maya. Rencananya hari ini akan kusampaikan pada
ayah.
***
Aku mengenakan
pakaian rumahan dengan jilbab instan, tanpa polesan make-up sedikit pun. Ya, ini salah satu usahaku agar orang itu
tidak merasa nyaman denganku.
Menurut informasi ayah, Pak Hary sudah masuk
komplek perumahan kami. Waktu seakan berjalan lambat. Debaran jantungku makin
kencang ketika mendengar suara mobil berhenti di depan rumah.
Aku menggigit bawah bibir. Hatiku tidak
tenang, takut jika duda tua itu memaksaku. Ingin rasanya aku lari, keluar dari
rumah ini. Akan tetapi, itu tidak mungkin.
***
Pak Hary
disambut baik oleh ayah dan ibu. Mereka sangat memuliakan tamu. Apalagi sang
bos tentunya.
Pak Hary mengenakan batik nuansa biru. Ia
masih terlihat gagah meski usianya tak lagi muda. Ketampanannya masih terlihat
di wajahnya. Ah, tetapi usia kami terpaut jauh pastinya.
Aku meremas-remas tangan yang basah. Hanya
menunduk tanpa berani melihat dia yang datang.
"Sebenarnya, kedatangan saya kemari,
untuk melamar Nak Firzana."
"Maaf, Pak, tapi saya ti--,"
"Nah, itu datang orangnya." Pak Hary
memotong pembicaraanku ketika mendengar suara motor berhenti.
"Siapa?" tanyaku ingin tahu.
"Kenalin, ini Farras, anak saya
satu-satunya." Dengan bangga Pak Hary memperkenalkan anaknya yang baru
saja mengucapkan salam.
Aku sepertinya tidak asing dengan wajahnya
apalagi namanya. Kucoba mengingat-ingat lagi.
Farras mengenakan batik yang sama dengan
ayahnya. Mereka sama-sama tampil rapi. Aku jadi menyesal berpakaian seadanya.
"Tadi, saya belum selesai. Maksud
kedatangan saya kesini adalah untuk melamar Nak Firzana untuk menjadi istri
anak saya, Farras Aditya. Bagaimana?"
Wah, persangkaanku ternyata salah. Setelah
tahu nama lengkapnya, aku baru ingat, dialah orang yang bertukar biodata
denganku. Apakah dia tahu juga tentang siapa aku?
Aku tidak menjawab, mau bilang 'iya' tetapi
malu. Jadi, aku hanya menunduk sambil mencuri pandang ke arahnya.
"Karena diamnya seorang gadis artinya
setuju, kita langsung tentukan tanggal saja." Pak Hary memutuskan.
"Baik, Pak." Ayahku menyetujui.
Perbatasan
ibu kota, 20 Juni 2019
Biodata:
SiRa adalah
seorang ibu rumah tangga yang sedang belajar menulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.