Sabtu, 22 Juni 2019

#Kamis_Cerpen - Tema Gelisah - Tamu Penting - SiRa - Sastra Indonesia Org







Senja beranjak pergi ketika aku masuk rumah. Sebenarnya saat ini tidak ingin pulang karena perkuliahan belum selesai. Akan tetapi ayah memaksa. Katanya ada tamu penting.
Sedari tempat kost tadi, aku memikirkan siapa kira-kira tamu penting itu. Apakah akan dijodohkan dengan pilihan ayah? Akankah dikenalkan dengan om-om gendut? Dan serangkaian pertanyaan lain berkeliaran di pikiranku. Sampai-sampai gang rumahku terlewat. Untungnya belum jauh.
"Fir, segera bersiap! Sebentar lagi Pak Hary akan datang," perintah ayah tegas.
"Firza masih bingung. Sebenarnya ada apa, sih?"
"Pak Hary akan melamarmu."
"Hah? Bos Ayah? Tapi ...."
"Sudah cepat! Keburu datang orangnya."
Ayahku itu orangnya sulit dibantah. Kalau debat tidak mau kalah. Suka tidak suka harus dilaksanakan perintahnya.
Padahal kemarin aku baru saja menerima biodata dari seorang kenalan di dunia maya. Rencananya hari ini akan kusampaikan pada ayah.

***

Aku mengenakan pakaian rumahan dengan jilbab instan, tanpa polesan make-up sedikit pun. Ya, ini salah satu usahaku agar orang itu tidak merasa nyaman denganku.
Menurut informasi ayah, Pak Hary sudah masuk komplek perumahan kami. Waktu seakan berjalan lambat. Debaran jantungku makin kencang ketika mendengar suara mobil berhenti di depan rumah.
Aku menggigit bawah bibir. Hatiku tidak tenang, takut jika duda tua itu memaksaku. Ingin rasanya aku lari, keluar dari rumah ini. Akan tetapi, itu tidak mungkin.



***

Pak Hary disambut baik oleh ayah dan ibu. Mereka sangat memuliakan tamu. Apalagi sang bos tentunya.
Pak Hary mengenakan batik nuansa biru. Ia masih terlihat gagah meski usianya tak lagi muda. Ketampanannya masih terlihat di wajahnya. Ah, tetapi usia kami terpaut jauh pastinya.
Aku meremas-remas tangan yang basah. Hanya menunduk tanpa berani melihat dia yang datang.
"Sebenarnya, kedatangan saya kemari, untuk melamar Nak Firzana."
"Maaf, Pak, tapi saya ti--,"
"Nah, itu datang orangnya." Pak Hary memotong pembicaraanku ketika mendengar suara motor berhenti.
"Siapa?" tanyaku ingin tahu.
"Kenalin, ini Farras, anak saya satu-satunya." Dengan bangga Pak Hary memperkenalkan anaknya yang baru saja mengucapkan salam.
Aku sepertinya tidak asing dengan wajahnya apalagi namanya. Kucoba mengingat-ingat lagi.
Farras mengenakan batik yang sama dengan ayahnya. Mereka sama-sama tampil rapi. Aku jadi menyesal berpakaian seadanya.
"Tadi, saya belum selesai. Maksud kedatangan saya kesini adalah untuk melamar Nak Firzana untuk menjadi istri anak saya, Farras Aditya. Bagaimana?"
Wah, persangkaanku ternyata salah. Setelah tahu nama lengkapnya, aku baru ingat, dialah orang yang bertukar biodata denganku. Apakah dia tahu juga tentang siapa aku?
Aku tidak menjawab, mau bilang 'iya' tetapi malu. Jadi, aku hanya menunduk sambil mencuri pandang ke arahnya.
"Karena diamnya seorang gadis artinya setuju, kita langsung tentukan tanggal saja." Pak Hary memutuskan.
"Baik, Pak." Ayahku menyetujui.

Perbatasan ibu kota, 20 Juni 2019

Biodata:

SiRa adalah seorang ibu rumah tangga yang sedang belajar menulis.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.