"Dhe, kamu yakin mau aku lamar?" tanya laki-laki
bertubuh gempal pada seorang wanita berparas manis di bawah temaram lampu taman.
"Iya, De. Aku udah yakin.
Kamu masih ragu?" Perempuan yang biasa dipanggil Dhea itu menatap
laki-laki di hadapannya dengan tatapan sayang.
"Kalau kamu gak cepat
melamarku, maka aku yang akan melamarmu," ucap Dhea mantap.
"Bukan gitu, Dhe. Aku ... cuma gak yakin, kalau
keluarga dan teman-temanmu akan menerimaku," ucap Ade. Nama laki-laki yang
sekarang pikirannya sedang kalut karena Dhea.
"Kamu pilihanku, aku mencintaimu karena rasa nyaman,
dan prinsip hidup yang kamu punya. Aku bahkan gak pernah peduli kalau banyak
orang yang menentang hubungan kita, aku hanya ingin menikah jika itu denganmu,
De." Dhea hampir menumpahkan air matanya jika saja dia tidak ingat sedang
berada di taman.
Bagaimana tidak. Ade akan menikahi seorang janda beranak
tiga yang tubuh dan kecantikannya masih seperti gadis. Dhea resmi menjanda saat
suaminya meninggal karena kecelakaan kerja.
Ade yang waktu itu berprofesi sebagai karyawan mekanik di
salah satu pabrik di Kalimantan. Memilih untuk tidak akan jatuh cinta lagi saat
ditinggal menikah oleh kekasihnya di kampung.
Ada yang percaya fall in love at the first sight? Yah,
itu yang dialami oleh Ade dan Dhea. Mereka bertemu saat Ade tidak sengaja
melihat Dhea di jalan dengan wajah kebingungan.
"Mbak, mau ke mana?" tanya Ade saat motor
dengan gaya trail mendarat halus tepat di depan wanita 27 tahun itu.
"Mau, ke alamat ini, Mas. Tapi saya lupa
jalan," ucap Dhea sembari menunjukkan alamat yang tertera di ponsel
pintarnya.
"Oh, saya tahu alamat itu, Mbak. Kalau gak
keberatan, bisa saya antar," pinta Ade saat itu.
Dhea yang waktu itu memang tidak paham arah jalan mau-mau
saja saat diajak Ade, dia tidak pernah berpikir bahwa pertemuan mereka yang
tidak disengaja akan menumbuhkan benih-benih cinta yang selama ini dicari oleh
dua hati yang sama-sama membutuhkan kasih sayang.
"Kamu kapan mau melamarku, De?" tanya Dhea
dengan wajah serius. Ini pertanyaan yang ketiga kali saat hubungan mereka sudah
berjalan setengah tahun.
"Iya, pasti secepatnya, Sayang. Aku gak mau
terburu-buru untuk memutuskan hal seperti ini."
"Aku gak betah terus-terusan dicap janda gak baik
sama orang di sekitar, karena sering jalan sama kamu." Dhea memasang wajah
muram.
"Kamu gak sayang aku?"
tanyanya lagi.
"Hei, kok ngomong gitu, secepatnya aku akan ngasih
tau orangtuaku untuk segera melamarmu, sabar yah, Sayang." Ade mengelus
rambut kekasihnya lembut.
Ada rasa ragu yang berkecamuk di dada Ade. Dia bisa saja
melamar kekasihnya itu malam ini. Hanya saja ada satu yang menjadi alasan
terberatnya selama ini. Yaitu wajahnya, dia tidaklah tampan seperti laki-laki
yang terus mengejar Dhea untuk dijadikan istri.
Ade hanya lelaki sederhana dengan penampilan yang jauh
dari kata sempurna. Postur tubuhnya yang besar, kulitnya yang hitam, juga
rambutnya yang keriting halus, membuatnya malu jika harus disandingkan dengan
Dhea yang kecantikannya setara dengan model terkenal. Rambut lurus sebahu,
hidung bangir, bibir sensual, dan body-nya
yang membuat mata kaum adam tak berkedip saat menatapnya.
Namun, kesetiaan dan kemantapan hati Dhea, yang membuat
Ade masih ingin mempertahankan hubungan yang sudah berjalan satu tahun itu.
"Saya terima nikah dan kawinnya Fradhea Aprilia
dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas 5 gram dibayar tunai!"
ucap Ade mantap.
"Sah?"
"Sahhh!" ucap saksi dan para tamu undangan yang
menghadiri acara sakral itu.
Perasaan lega
bercampur haru terlihat dari wajah Ade.
Namun, perasaannya makin tak
karuan saat sudah hampir 10 menit sejak ijab qobul diucapkan, mempelai perempuan
belum juga keluar dari kamar. Tak sedikit dari tamu undangan yang
berbisik-bisik menjelekkan Ade.
"Ahh, ini pasti gara-gara
suaminya jelek banget, makanya si Dhea malu buat keluar."
"Iya, yah, Ceu. Kasian si Dhea, janda cantik begitu
dapatnya bujangan butut."
"Iya, padahal cuma mekanik biasa, mau-maunya si Dhea
sama cowok begitu."
Terdengar ejekan dan tawa mereka bersautan. Ade hanya
membalas dengan senyuman, saat salah satu tamu undangan menatapnya dengan
tatapan sinis.
"Mohon bersabar, mempelai wanita masih di kamar,
silakan mempelai pria menuju altar, dan dipersilakan tamu undangan untuk
menyantap hidangan yang telah disediakan." Ucapan dari pembawa acara
mengubah suasana tegang tadi menjadi sedikit tenang.
Baru beberapa detik Ade duduk di altar dengan pikiran
yang berkecamuk. Tiba-tiba matanya tak berkedip menatap wanita yang didampingi
dua orang wanita lain menuju ke arahnya.
Fradhea. Dia begitu anggun dalam balutan gaun pengantin
berbahan satin nude pink, dengan beberapa payet yang menempel di bagian bahu
dan pinggang, juga hijab yang sepadan dengan gaunnya. Apakah Ade tak salah
lihat? Wanita yang ada di hadapannya sekarang bukan Fradhea, tapi lebih cocok
disebut bidadari.
Sembari menunggu Dhea menuju altar, para wedding music memainkan alunan sholawat
yang merdu dengan diiringi piano dan saxophone.
Tambah menjadi saja romantisme dan
sakralnya pernikahan Dhea yang kedua ini.
Sungguh, setiap langkah Dhea menuju altar juga membuat
degupan sendiri di jantung Ade. Bagaimana tidak, wanita yang selama ini selalu
berpakaian sexy dan terbuka. Kini
menutup seluruh auratnya dengan sempurna. Cantik, luar biasa.
Terkadang hidayah datang di waktu yang tidak
disangka-sangka. Ade yang dipandang buruk rupa, tapi ketampanan hatinya mampu
membuat seorang Dhea yang dipuja-puji banyak lelaki malah memilihnya. Tak salah
jika Ade mempertahankan Dhea.
Karena Nabi Saw. telah bersabda: “Sesungguhnya perempuan
itu dinikahi orang karena 4 hal, yaitu agamanya, kedudukan, hartanya, dan
kecantikannya. Maka pilihlah yang beragama.” (HR. Muslim dan Tirmidzi).
Semua itu sudah ada pada diri Dhea.
Yogyakarta,
13 Juni 2019
Semoga cerpen di atas, bisa memotivasi para jomlo untuk
tidak berlama-lama betah pada status jomlonya, yang menanti segera
dipertemukan, dan yang dipertemukan segera dihalalkan. Aamiin Allahumma Aaamiin.
Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh
imannya, dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang
separuhnya lagi. (Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath (no.
7643, 8789)
Biodata
Penulis:
Siti Hadijah, lahir dan dibesarkan di kota yang mempunyai
ikon ikan pesut. Samarinda, Kalimantan Timur.
Ibu dari dua orang anak, dan
mempunyai hobi menyanyi dan menulis, sejak SD. Bahkan, Siti seringkali mendapat
kejuaraan dalam lomba menyanyi. Di usianya yang sekarang menginjak 25 tahun,
dia sedang berkecimpung di dunia kesehatan.
Bekerja sebagai kader posyandu,
yang dituntut untuk aktif dalam setiap kegiatan desa, tidak lantas membuat hobi
lamanya yaitu menulis hilang begitu saja. Di tengah kesibukannya sebagai ibu
rumah tangga, Siti selalu menyempatkan untuk menulis satu buah cerpen, quote,
atau pun puisi.
Bagi Siti, menulis menjadi wadah
untuknya mengekspresikan perasaan, emosi, dan candaan. Siti berharap tulisannya
dapat menginspirasi siapa pun yang membacanya.
Kalau mau mengenal lebih dekat
bisa hubungi di:
Fb: Siti Nanu
Ig: @sitinanu
Email: affraisal@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.