Sabtu, 22 Juni 2019

#Jumat_Cerbung - Mustika BAB 2 - Indah Kusuma- Sastra Indonesia Org





"Allahu Akbar!” Putra terbangun. Tubuhnya liar mengais kesadaran yang seolah terlempar di tengah lautan. Dedaunan kering, tanah, dan gelap, dia masih berada di tengah belantara Alas Purwo. Sendiri. Tak ada bayangan hitam, kerajaan bertakhta emas-permata, atau ....
“Bunda!” Napasnya tersengal, dia terbatuk, lalu memutar pandang, berusaha menemukan alat penerang yang sebelumnya terpegang.
Putra berdiri ketika melihat senter tergeletak di arah jam dua. Buru-buru dia melangkah, mengambil penerang bertenaga baterai. Masih menyala, itu bagus. Dia punya cahaya untuk menemukan jalan. Sorot senter mengarah ke kanan dan kiri. Di saat itulah dia menyadari posisinya semula, di bawah pohon besar yang mungkin berusia ratusan tahun.
Putra meraba pangkal leher. “Liontinnya?”
Mustika peninggalan sang ayah telah lenyap. Mimpi atau nyata? Hal tak masuk akal yang mau tidak mau harus dia percaya. Bagi Putra, itu sulit. Ini pengalaman pertamanya. Dunia gaib Alas Purwo, yang selalu digembar-gemborkan paranormal, hampir merenggut nyawanya.
“Bunda ... benarkah dia ... ah, tidak! Pasti hanya halusinasi.” Dia enggan menerima sekelumit peristiwa dari alam bawah sadarnya. Putra mempercepat langkah, mencari jalan keluar untuk kembali ke pos Pancur. Dia harus menanyakan kebenaran tak masuk akal itu kepada ratu rumahnya.

***

Seratus meter dari mulut Gua Istana, di dahan pohon besar, seorang gadis duduk mengayunkan kaki. Helai sutra putih yang dia kenakan, melambai tertiup angin malam. Rambut panjang yang berkibar, menjadi tempat bermain sepasang kunang-kunang. Tubuhnya berbinar, meski tak seterang purnama, tapi cukup menjadi cahaya bagi hewan-hewan kecil di sekitarnya. Senyum tipis sesekali menghias wajah ayunya. Mata indah berlensa cokelat berkedip, memancarkan asa yang menyeruak dalam sanubari.
Di sana dia menanti dengan sejuta iri dalam hati. Tentang mereka yang tak lelah mengabdi pada penguasa gaib hutan ini.
“Akhirnya aku menemukanmu. Sedang apa di sini?” Seorang wanita datang menghampiri, Safitri. Dayang yang bertugas menjaga Kusuma memudar, lalu mewujud di samping putri kerajaan. “Kamu sedang mengamati mereka?”
“Iya. Kehadiran mereka membuatku iri. Terkadang, aku juga menginginkan kesetiaan seperti yang Ibunda Ratu miliki. Lihatlah mereka! Rela datang tengah malam, menembus kegelapan, dan mengabaikan mara bahaya yang mungkin menghadang hanya demi menemui ibunda.”
“Putri, kamu tahu alasan mereka datang, bukan? Mereka hanyalah manusia yang tamak. Demi kekayaan dan ilmu hitam. Mereka juga manusia yang kejam. Setiap permintaan selalu ada imbalan dan tanpa ragu mereka menyetujuinya, bahkan ketika Kanjeng Ratu meminta nyawa keluarga. Apa kamu menginginkan kesetiaan semacam itu?”
“Tidak Safitri! Mungkin saja ada satu di antara mereka yang berbeda.”
Safitri mendengkus. Dilihatnya sinar bulan yang menerobos dedaunan. Kicau hewan malam masih merajai hutan. Lelah. Berulang kali dia menasihati gadis di sampingnya. Namun, Kusuma seakan tak mendengar semua ucapan itu. Teguh dalam pendirian yang sia-sia.


“Semua orang yang datang ke tempat ini, tak ada satu pun yang berbeda, Putri. Mereka hanya memikirkan duniawi. Ilmu kanuragan, harta, dan tak satu pun yang pernah kutemui, datang membawa cinta. Lebih baik kita pergi sebelum Nyi Ratu melihatmu.”
“Safitri, kenapa aku tidak bisa seperti para dayang?” Wanita berkemban hijau menghentikan geraknya, lalu kembali duduk. “Mereka bisa menikahi manusia sesuka hati. Kenapa aku dibedakan?” ucap Kusuma dengan kekecewaan. Dia menunduk, mengamati jemari dengan kuku indahnya, warna peach yang berkilau.
“Karena ....”
“Karena aku seorang putri?” sela Kusuma, “ini tidak adil.”
“Putri, hutan ini punya peraturan: Jangan ambil apa pun dan jangan meninggalkan apa pun. Para dayang hanya menuruti perintah yang telah turun-temurun. Manusia-manusia yang melanggar dan mengotori hutan, akan diseret ke alam kita dan sulit untuk bisa kembali. Pernikahan hanya sekadar formalitas yang berujung pada perbudakan.” Safitri menatap seorang pria yang baru saja menaiki anak tangga menuju mulut gua. “Kanjeng Ratu akan tiba sesaat lagi. Masihkah kamu memilih untuk tetap berada di sini?”
Anggukan kepala dua kali menjawab tanya wanita bersurai putih. “Baiklah. Aku tidak akan memaksa. Kembalilah secepatnya. Jangan membuat Kanjeng Ratu marah!”
Safitri menghilang dalam sekejap. Gadis yang masih termangu, menghirup dalam aroma wewangian yang semakin merebak. Tak ingin terlena, dia meninggalkan dahan pohon, dan mewujud di tengah rimba.
Langkah pelan dia jejakkan di dedaunan kering. Perlahan sembari melambungkan pikiran ke perawangan. Jemarinya memainkan selendang sutra di depan dada. Dia mulai bosan dengan kehidupan. Kehadiran warna dibutuhkan dalam ruang kosongnya.
Di tengah perjalanan, terlihat beberapa monyet ekor panjang berlarian, menjauh dari kegelapan di hadapan Kusuma. Disusul beberapa merak hijau dan rusa. Ada ketakutan yang terpancar dari aura mereka.
“Ada apa? Mungkinkah ... maung?”
Kusuma melangkah semakin cepat. Di balik barisan bambu, seekor harimau benggala dikerumuni murka. Dia mengaum begitu keras. Pandangannya lurus ke arah jam sembilan dengan posisi tubuh yang siap menerkam.
Mangsa, ucap Kusuma dalam hati sembari melihat ke arah lawan panglima hutan itu.
“Manusia?” Dia semakin kebingungan setelah melihat keberadaan seorang pria. Tak ada aroma dupa maupun kembang yang tercium darinya. “Dia bukan pertapa. Lalu, bagaimana bisa dia sampai ke tempat ini? Mungkinkah dia tersesat? Ini pasti ulah para dayang.”
Gadis berambut panjang memudar. Ketika mewujud, dia telah berada di belakang punggung pria itu. Dengan sigap Kusuma menarik tubuhnya, lalu menatap tajam harimau lapar itu.
Pergilah!
Perintah yang terlontar lewat pikiran menghentikan aksi cabik-mencabik yang ada dalam khayal sang Harimau. Hewan buas itu mundur perlahan, lalu meninggalkan Kusuma dan manusia yang dilingkupi ketakutan.
“Kamu baik-baik saja?”


Biodata:
Indah Kusuma, penulis yang kembali bergelut dengan aksara sejak tahun 2018. Di akun wattpad-nya : imajindah, telah ada tujuh karya yang di-publish. Dua di antaranya telah diterbitkan: Almost Kiss, dan The Sunrise of Love. Satu judul yang kini masuk proses terbit, yakni: Soul Hunter. Kamu juga bisa menjumpai penggemar film action ini di akun instagramnya @indahkusuma.id.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.