"Allahu
Akbar!” Putra terbangun. Tubuhnya liar mengais kesadaran yang seolah terlempar
di tengah lautan. Dedaunan kering, tanah, dan gelap, dia masih berada di tengah
belantara Alas Purwo. Sendiri. Tak ada bayangan hitam, kerajaan bertakhta
emas-permata, atau ....
“Bunda!”
Napasnya tersengal, dia terbatuk, lalu memutar pandang, berusaha menemukan alat
penerang yang sebelumnya terpegang.
Putra
berdiri ketika melihat senter tergeletak di arah jam dua. Buru-buru dia
melangkah, mengambil penerang bertenaga baterai. Masih menyala, itu bagus. Dia
punya cahaya untuk menemukan jalan. Sorot senter mengarah ke kanan dan kiri. Di
saat itulah dia menyadari posisinya semula, di bawah pohon besar yang mungkin
berusia ratusan tahun.
Putra
meraba pangkal leher. “Liontinnya?”
Mustika
peninggalan sang ayah telah lenyap. Mimpi atau nyata? Hal tak masuk akal yang
mau tidak mau harus dia percaya. Bagi Putra, itu sulit. Ini pengalaman
pertamanya. Dunia gaib Alas Purwo, yang selalu digembar-gemborkan paranormal,
hampir merenggut nyawanya.
“Bunda
... benarkah dia ... ah, tidak! Pasti hanya halusinasi.” Dia enggan menerima
sekelumit peristiwa dari alam bawah sadarnya. Putra mempercepat langkah,
mencari jalan keluar untuk kembali ke pos Pancur. Dia harus menanyakan
kebenaran tak masuk akal itu kepada ratu rumahnya.
***
Seratus
meter dari mulut Gua Istana, di dahan pohon besar, seorang gadis duduk
mengayunkan kaki. Helai sutra putih yang dia kenakan, melambai tertiup angin
malam. Rambut panjang yang berkibar, menjadi tempat bermain sepasang
kunang-kunang. Tubuhnya berbinar, meski tak seterang purnama, tapi cukup
menjadi cahaya bagi hewan-hewan kecil di sekitarnya. Senyum tipis sesekali
menghias wajah ayunya. Mata indah berlensa cokelat berkedip, memancarkan asa
yang menyeruak dalam sanubari.
Di
sana dia menanti dengan sejuta iri dalam hati. Tentang mereka yang tak lelah
mengabdi pada penguasa gaib hutan ini.
“Akhirnya
aku menemukanmu. Sedang apa di sini?” Seorang wanita datang menghampiri,
Safitri. Dayang yang bertugas menjaga Kusuma memudar, lalu mewujud di samping
putri kerajaan. “Kamu sedang mengamati mereka?”
“Iya.
Kehadiran mereka membuatku iri. Terkadang, aku juga menginginkan kesetiaan
seperti yang Ibunda Ratu miliki. Lihatlah mereka! Rela datang tengah malam,
menembus kegelapan, dan mengabaikan mara bahaya yang mungkin menghadang hanya
demi menemui ibunda.”
“Putri,
kamu tahu alasan mereka datang, bukan? Mereka hanyalah manusia yang tamak. Demi
kekayaan dan ilmu hitam. Mereka juga manusia yang kejam. Setiap permintaan
selalu ada imbalan dan tanpa ragu mereka menyetujuinya, bahkan ketika Kanjeng
Ratu meminta nyawa keluarga. Apa kamu menginginkan kesetiaan semacam itu?”
“Tidak
Safitri! Mungkin saja ada satu di antara mereka yang berbeda.”
Safitri
mendengkus. Dilihatnya sinar bulan yang menerobos dedaunan. Kicau hewan malam
masih merajai hutan. Lelah. Berulang kali dia menasihati gadis di sampingnya.
Namun, Kusuma seakan tak mendengar semua ucapan itu. Teguh dalam pendirian yang
sia-sia.
“Semua
orang yang datang ke tempat ini, tak ada satu pun yang berbeda, Putri. Mereka
hanya memikirkan duniawi. Ilmu kanuragan, harta, dan tak satu pun yang pernah
kutemui, datang membawa cinta. Lebih baik kita pergi sebelum Nyi Ratu
melihatmu.”
“Safitri,
kenapa aku tidak bisa seperti para dayang?” Wanita berkemban hijau menghentikan
geraknya, lalu kembali duduk. “Mereka bisa menikahi manusia sesuka hati. Kenapa
aku dibedakan?” ucap Kusuma dengan kekecewaan. Dia menunduk, mengamati jemari
dengan kuku indahnya, warna peach yang berkilau.
“Karena
....”
“Karena
aku seorang putri?” sela Kusuma, “ini tidak adil.”
“Putri,
hutan ini punya peraturan: Jangan ambil apa pun dan jangan meninggalkan apa
pun. Para dayang hanya menuruti perintah yang telah turun-temurun.
Manusia-manusia yang melanggar dan mengotori hutan, akan diseret ke alam kita
dan sulit untuk bisa kembali. Pernikahan hanya sekadar formalitas yang berujung
pada perbudakan.” Safitri menatap seorang pria yang baru saja menaiki anak
tangga menuju mulut gua. “Kanjeng Ratu akan tiba sesaat lagi. Masihkah kamu memilih
untuk tetap berada di sini?”
Anggukan
kepala dua kali menjawab tanya wanita bersurai putih. “Baiklah. Aku tidak akan
memaksa. Kembalilah secepatnya. Jangan membuat Kanjeng Ratu marah!”
Safitri
menghilang dalam sekejap. Gadis yang masih termangu, menghirup dalam aroma
wewangian yang semakin merebak. Tak ingin terlena, dia meninggalkan dahan
pohon, dan mewujud di tengah rimba.
Langkah
pelan dia jejakkan di dedaunan kering. Perlahan sembari melambungkan pikiran ke
perawangan. Jemarinya memainkan selendang sutra di depan dada. Dia mulai bosan
dengan kehidupan. Kehadiran warna dibutuhkan dalam ruang kosongnya.
Di
tengah perjalanan, terlihat beberapa monyet ekor panjang berlarian, menjauh
dari kegelapan di hadapan Kusuma. Disusul beberapa merak hijau dan rusa. Ada
ketakutan yang terpancar dari aura mereka.
“Ada
apa? Mungkinkah ... maung?”
Kusuma
melangkah semakin cepat. Di balik barisan bambu, seekor harimau benggala
dikerumuni murka. Dia mengaum begitu keras. Pandangannya lurus ke arah jam
sembilan dengan posisi tubuh yang siap menerkam.
Mangsa,
ucap Kusuma dalam hati sembari melihat ke arah lawan panglima hutan itu.
“Manusia?”
Dia semakin kebingungan setelah melihat keberadaan seorang pria. Tak ada aroma
dupa maupun kembang yang tercium darinya. “Dia bukan pertapa. Lalu, bagaimana
bisa dia sampai ke tempat ini? Mungkinkah dia tersesat? Ini pasti ulah para
dayang.”
Gadis
berambut panjang memudar. Ketika mewujud, dia telah berada di belakang punggung
pria itu. Dengan sigap Kusuma menarik tubuhnya, lalu menatap tajam harimau
lapar itu.
Pergilah!
Perintah
yang terlontar lewat pikiran menghentikan aksi cabik-mencabik yang ada dalam
khayal sang Harimau. Hewan buas itu mundur perlahan, lalu meninggalkan Kusuma
dan manusia yang dilingkupi ketakutan.
“Kamu
baik-baik saja?”
Biodata:
Indah
Kusuma, penulis yang kembali bergelut dengan aksara sejak tahun 2018. Di akun
wattpad-nya : imajindah, telah ada tujuh karya yang di-publish. Dua di
antaranya telah diterbitkan: Almost Kiss, dan The Sunrise of Love. Satu judul
yang kini masuk proses terbit, yakni: Soul Hunter. Kamu juga bisa menjumpai
penggemar film action ini di akun instagramnya @indahkusuma.id.
0 Response to "#Jumat_Cerbung - Mustika BAB 2 - Indah Kusuma- Sastra Indonesia Org"
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.