Kedua tangan Lyla gemetar. Baru semenit yang lalu, ia mencelupkan benda tipis ke dalam sebuah cawan yang diletakkan di atas wastafel. Ia menelan ludah, berharap manik mata kecokelatannya salah melihat. Tidak. Ini sungguh tidak mungkin terjadi.
Sebelah tangan Lyla mengacak rambut sebahunya. Ingatannya bekerja keras untuk membuka memori sebulan lalu. Kapan ia bersama suaminya saling bersentuhan melebihi batas? Lyla menggeleng seraya memejamkan mata. Wanita yang sedang dirundung kepanikan ini begitu yakin bahwa ia selalu save saat Radit meminta haknya. Namun, sekelebat ingatan sebulan yang lalu, membuatnya sadar bahwa dua garis merah pada benda di tangan kirinya akurat.
Sore itu, saat mereka berdua menikmati hujan—usai bekerja mengantar beberapa paket barang—di dalam mobil, keduanya bersedia ikhlas melupakan perjanjian konyol dalam biduk rumah tangga mereka. Lyla meletakkan testpack di atas wastafel, kemudian ia sibuk merogoh ponsel dari saku celana.
Dengan jemari gemetar dan napas bergemuruh, menantu dari keluarga Bagaskara itu menggeser aplikasi kalender. Bibirnya bergumam, menghitung jajaran angka. Lyla mendesah pasrah. Kedua tangannya terkulai kembali ke samping dengan tangan kanan meremas ponsel pintar lebih kuat.
Ia menatap pantulan diri di depan cermin, menggigit bibir sekuat yang ia bisa. Manik hazel miliknya mulai berkaca-kaca. Bagaimana ini? Haruskah ia bicara pada Radit secepatnya? Tidak bisakah ini berubah jadi mimpi saja? Pikiran Lyla mulai kacau. Ia ... belum siap menerima kehidupan lain dalam tubuhnya.
Suara kenop pintu kamar terbuka membuat Lyla terkesiap, segera menyembunyikan benda bergaris merah dua itu ke dalam saku. Dengan wajah pucat pasi, ia keluar dari kamar mandi dan menghampiri Radit yang tengah meletakkan tas ransel ke meja.
"Dit," panggilnya seraya meraih lengan jaket suaminya.
Radit menunduk, menatap Lyla dengan kedua alis terangkat. "Ya?"
Sayangnya, begitu menatap iris mata sehitam jelaga itu, bibir Lyla terkunci rapat. Lidahnya mendadak kelu. Ia tak sanggup mengatakannya. Lyla ... takut.
Radit hampir membuka mulut saat ponsel yang baru saja ia letakkan di meja bergetar dan menyala. Keduanya menatap pada layar ponsel yang terus menyala. Lyla melepas cengkeraman dari lengan jaket Radit perlahan.
Dia lagi ....
Biodata Penulis:
Anjar Lembayung. Wanita yang lahir 29 tahun lalu ini hobi mengkhayal sejak kecil. Mulai mencoba menulis sejak SMP meski tulisan amburadul. Beberapa karya solonya sudah pernah terbit di penerbit mayor dan indi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.