Senin, 27 Mei 2019

Perlunya Pertimbangan dalam Pemilihan Jumlah Tokoh - Sastra Indonesia Org




Selamat pagi teman-teman. Apa kabarnya hari ini? Setelah beberapa hari internet down yang mengakibatkan saya tidak bisa posting-posting, alhamdulillah sekarang sudah normal kembali dan ... kita bisa belajar lagi. Yeee, alhamdulillah J.

Baik, kali ini kita belajar seputar karakter dalam cerita ya. Seperti biasa, sebelum memulai pelajaran, saya persilakan teman-teman berdoa menurut keyakinan masing-masing J. Kalau sudah selesai, yuk simak materinya di bawah ini! J

Pemeran utama atau karakter adalah sosok yang menggerakkan sebuah cerita. Entah itu tokoh utamanya adalah manusia atau bukan manusia itu sama saja.
Emosi yang dirasakan pembaca, sebagian besar dipengaruhi oleh rasa emosi yang dialami sang tokoh. Entah itu bahagia ataupun sedih.

Intinya, sedih, senang, gembira, gelisah, marah, kecewa, atau apa pun yang dirasakan pada saat membaca, sebagian besar dipengaruhi oleh apa yang dialami sang tokoh atau karakter dalam sebuah cerita. Fakta ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya tokoh dalam cerita.



Nah, perlu teman-teman ketahui juga. Mempertimbangkan jumlah tokoh atau karakter dalam cerita itu sangatlah penting. Entah itu cerpen ataupun novel.



Kalian tahu gak? Kalau salah satu kelemahan penulis pemula itu adalah gak serius dalam mempertimbangkan berapa banyak jumlah tokoh yang perlu ditampilkan dalam cerpen maupun novel. Akhirnya cerita jadi melebar ke mana-mana deh. Membosankan.

Nah, contohnya pada cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Bunda Asma Nadia. Penulis sengaja memilih tokoh Zein sebagai anak tunggal Emak. Beliau sangat mempertimbangkan pemilihan ini.

Lalu, kenapa Zein dipilih jadi anak tunggal? Karena kalau anak Emak itu banyak, kan bisa saja semua anaknya patungan, atau bisa juga salah satu anak Emak ada yang berduit. Kisahnya malah jadi gak fokus dan belibet kan? J
Nah, berbeda kalau Zein dibikin anak tunggal, maka hanya Zeinlah yang menjadi tumpuan mimpi si Emak. Karena Zein juga adalah satu-satunya yang punya obsesi menghajikan emaknya.

So teman-teman, kalau mau membuat karya tulis fiksi, jumlah tokoh atau karakter dalam cerita harus dipertimbangkan secara matang ya J.

Baik, saya rasa materi hari ini cukup sampai di sini ya. Semoga bermanfaat J.

Kalau ada yang mau tanya atau menyanggah, silakan ya J.

All picture by: Google

#Sabtu_Tema - Tema Peduli Sesama - Tolonglah - Francisca Fefriana - Sastra Indonesia Org




Tolonglah
Jangan biarkan mereka tersakiti
Bukalah hati nurani
Tolonglah seperti engkau ditolong ketika disakiti
Derai air mata mengiringi
Mereka yang menahan lapar
Hingga mati terkapar
Tolonglah, buka hatimu biar kau sadar


Tolonglah
Mereka yang membutuhkan pertolongan
Mereka yang merintih tak tertahan
Jangan dibiarkan
Tolonglah
Mereka yang kesusahan
Mereka yang menyerukan pertolongan
Jangan dibiarkan
Mari tingkatkan rasa peduli
Jangan sedikitpun membenci
Agar kalbu menjadi suci
Saling bergotong royong untuk peduli

Lampung, 25 Mei 2019

Biodata:

Penulis bernama Francisca Fefriana. Wanita kelahiran tahun 1992 ini menyukai dunia literasi sejak tahun lalu.

#Jumat_Cerbung - Prolog - Radit_Lyla - Anjar Lembayung - Sastra Indonesia Org




Kedua tangan Lyla gemetar. Baru semenit yang lalu, ia mencelupkan benda tipis ke dalam sebuah cawan yang diletakkan di atas wastafel. Ia menelan ludah, berharap manik mata kecokelatannya salah melihat. Tidak. Ini sungguh tidak mungkin terjadi.
Sebelah tangan Lyla mengacak rambut sebahunya. Ingatannya bekerja keras untuk membuka memori sebulan lalu. Kapan ia bersama suaminya saling bersentuhan melebihi batas? Lyla menggeleng seraya memejamkan mata. Wanita yang sedang dirundung kepanikan ini begitu yakin bahwa ia selalu save saat Radit meminta haknya. Namun, sekelebat ingatan sebulan yang lalu, membuatnya sadar bahwa dua garis merah pada benda di tangan kirinya akurat.
Sore itu, saat mereka berdua menikmati hujan—usai bekerja mengantar beberapa paket barang—di dalam mobil, keduanya bersedia ikhlas melupakan perjanjian konyol dalam biduk rumah tangga mereka. Lyla meletakkan testpack di atas wastafel, kemudian ia sibuk merogoh ponsel dari saku celana.
Dengan jemari gemetar dan napas bergemuruh, menantu dari keluarga Bagaskara itu menggeser aplikasi kalender. Bibirnya bergumam, menghitung jajaran angka. Lyla mendesah pasrah. Kedua tangannya terkulai kembali ke samping dengan tangan kanan meremas ponsel pintar lebih kuat.
Ia menatap pantulan diri di depan cermin, menggigit bibir sekuat yang ia bisa. Manik hazel miliknya mulai berkaca-kaca. Bagaimana ini? Haruskah ia bicara pada Radit secepatnya? Tidak bisakah ini berubah jadi mimpi saja? Pikiran Lyla mulai kacau. Ia ... belum siap menerima kehidupan lain dalam tubuhnya.


Suara kenop pintu kamar terbuka membuat Lyla terkesiap, segera menyembunyikan benda bergaris merah dua itu ke dalam saku. Dengan wajah pucat pasi, ia keluar dari kamar mandi dan menghampiri Radit yang tengah meletakkan tas ransel ke meja.
"Dit," panggilnya seraya meraih lengan jaket suaminya.
Radit menunduk, menatap Lyla dengan kedua alis terangkat. "Ya?"
Sayangnya, begitu menatap iris mata sehitam jelaga itu, bibir Lyla terkunci rapat. Lidahnya mendadak kelu. Ia tak sanggup mengatakannya. Lyla ... takut.
Radit hampir membuka mulut saat ponsel yang baru saja ia letakkan di meja bergetar dan menyala. Keduanya menatap pada layar ponsel yang terus menyala. Lyla melepas cengkeraman dari lengan jaket Radit perlahan.
Dia lagi ....

Biodata Penulis:

Anjar Lembayung. Wanita yang lahir 29 tahun lalu ini hobi mengkhayal sejak kecil. Mulai mencoba menulis sejak SMP meski tulisan amburadul. Beberapa karya solonya sudah pernah terbit di penerbit mayor dan indi.

#Rabu_Puisi - Tema Madu - Manis Madu yang Kau Titipkan - Siti Alfi (Cityalphy) - Sastra Indonesia Org




Hembusan angin senja menerpa ujung rambut yang menyibak mega
Terasa sejuta kata cinta darimu yang memenuhi jiwa
Kata cinta yang tak henti-hentinya kau ucapkan saat dulu


Entah mengapa bayangan masa lalu mengelilingi angan
Seakan menjerit inginkan terjadi lagi
Meskipun mustahil tetap aku tunggu
Demi apa yang kau titipkan padaku saat dulu
Manis madu yang kau titipkan
Tak jua memenuhi hati ini
Rasa tamak inginkan kau kembali
Memeluk rembulan bersama seperti saat dulu
Pikiran ini semakin mencuat sedemikian rupa saat diriku sendiri
Mencengkeram erat
Memikirkan kenangan manis bersamamu
Kembalilah kasih
Ambillah kembali madu ini

Mojokerto, 22 Mei 2019


Biodata:

Seseorang yang lahir dengan damai dan inginkan kedamaian. Nama pena Cityalphy.

#Rabu_Puisi - Tema Madu - Tak Semanis Madu - Apri - Sastra Indonesia Org




Senyum yang selalu menawan
Membuat hati kian tertawan
Memimpikan mahligai kebahagiaan
Hanya denganmu sang rupawan

Berjuta janji telah terlontar
Membuat pendar kian bersinar
Merekahkan kuncup harapan
Seakan indah dunia dalam genggaman

Namun semua tak bertahan
Saat badai mengalahkan
Terbongkar semua kebohongan
Menggores perih tak tertahankan

Cukup sudah kaudustai
Kini saatnya menata hati
Kauhampakan semua janji
Kini semua tiada arti lagi

Salahku yang terlalu mempercayaimu
Buta hati karena rayu
Ternyata janjimu tak semanis madu
Hanyalah angin lalu

Bontang, 22 Mei 2019



Biodata:


Penulis terlahir di ujung timur pulau Jawa, Banyuwangi. Mengenal dunia literasi baru seumur jagung. Masih perlu belajar dan belajar lagi, belajar terus agar mampu menjadi penulis yang menghasilkan karya jauh lebih baik lagi.

Rabu, 22 Mei 2019

Tidak Konsisten Menggunakan Kata Ganti dalam Narasi - Sastra Indonesia Org





Halo teman-teman. Apa kabarnya hari ini? Semoga kalian selalu dalam lindungan-Nya ya J.

Baik, materi hari ini masih seputar naras atau deskripsi ya J. Namun yang kita bahas kali ini adalah mengenai inkonsistensi kata ganti dalam narasi atau deskripsi. Yuk, langsung saja simak materinya di bawah ini!

Eits, jangan lupa berdoa dulu menurut keyakinan masing-masing ya! J

Coba perhatikan contoh di bawah ini:
Saya mencintainya sudah 4 tahun lamanya, sejak kami SMP. Saya juga setia menunggunya selama itu, karena kuyakin suatu saat aku bisa memilikinya.

Tahu apa yang salah dari narasi di atas? Yups, inkonsistensi kata ganti.

Di awal penulis menggunakan kata 'saya', kemudian selajutnya menggunakan kata 'ku' dan 'aku'.



Inkonsistensi kata ganti POV orang kesatu adalah salah satu kesalahan yang banyak dilakukan penulis pemula.

Sebenarnya sah-sah saja penulis memakai kata 'saya' lalu pakai 'aku', tetapi umumnya hanya dalam dialog.


Misalnya:

Hari ini aku bangun kesiangan dan lupa mengerjakan PR. Ketika sampai sekolah aku langsung berlari masuk kelas. Bu guru langsung menegur dan memarahiku karena terlambat sekaligus tidak mengerjakan PR.

"Maaf, saya terlambat, Bu. Tadi malam saya tidak sempat mengerjakan PR karena lelah kemudian tertidur."

Nah, kalau seperti contoh di atas itu boleh-boleh saja. Karena pemakaian 'saya' dalam dialog dipakai karena tokoh ( si aku) menyesuaikan lawan bicara. Biasanya 'saya' dipakai saat berbicara dengan orang yang tidak dikenal, orang yang lebih tua, punya jabatan lebih tinggi, atau orang yang dihormati.
Nah, perlu teman-teman ketahui juga. Sekalipun secara umum pemakaian kata ganti POV orang kesatu harus konsisten, penulis profesional justu bisa bermain-main dengan kata ganti seperti itu dalam narasi. Contohnya saja adalah Bunda Asma Nadia dalam novelnya yang berjudul Surga yang Tak Dirindukan.

Mau tahu gimana caranya kok bisa bermain-main dengan kata ganti tersebut? Baca saja bukunya, hehe.

Baiklah, saya rasa cukup sampai di sini hubungan kita. Eh, materi hari ini maksudnya J.

Semoga bermanfaat dan yang ingin bertanya ataupun menyanggah, saya persilakan ya J.

All picture by: Google

Selasa, 21 Mei 2019

Jangan Menulis Narasi atau Deskripsi Terlalu Panjang - Sastra Indonesia Org




Assalaamu'alaikum saudara-saudaraku J. Hari ini kita belajar lagi ya J. Kali ini materinya mengenai narasi atau deskripsi yang terlalu panjang. Sebelumnya jangan lupa berdoa dulu ya! J

Baik, langsung saja simak materinya di bawah ini! J

Tidak sedikit penulis, apalagi pemula, tidak tahu kapan harus memakai tanda koma dan kapan harus memakai tanda titik pada saat membuat narasi. Akibatnya, masih sering ditemukan kalimat yang harusnya dipisah dengan titik, eh ... ternyata malah disambung dengan kalimat lain menggunakan tanda koma.
Tidak jarang dari mereka menyambung satu kalimat dengan banyak kalimat lainnya hanya dipisah menggunakan tanda koma. Terkadang bisa 5 sampai 6 kalimat digabung tanpa ampun. Bahkan dalam 1 paragraf saja, ada yang sampai memakai 1 halaman penuh. Itu paragraf atau apaan J? Dijamin yang baca bakal bosen, malas baca, bahkan masih baca diawal-awal langsung dibuang tuh buku. Tidak mau ngelanjutin lagi bacanya.




Cara sederhananya saja, untuk melihat satu kalimat itu terlalu panjang atau tidak, baca kalimat tersebut dengan suara keras. Bukan dalam hati dan tanpa menarik napas sampai bertemu tanda titik. Kalau bacanya sampai ngos-ngosan, itu artinya kalimat tersebut kepanjangan.

Sebenarnya sih bukan masalah panjang atau pendeknya kalimat yang menentukan sebuah kalimat itu harus dipisah atau disambung. Soalnya, terkadang ada kalimat panjang yang boleh disambung dengan kalimat panjang lainnya. Terkadang juga ada kalimat pendek yang tidak boleh disambung dengan kalimat pendek lain.
Namun, kalau tetap mau dipaksakan dalam satu kalimat, bisa saja. Akan tetapi bukan dipisahkan dengan tanda koma saja, melainkan ditambah kata sambung. Misalnya:
"Perjalanan dari Madura ke Malang kali ini begitu melelahkan, dan butiran keringat pun sesekali membasahi dahi hingga ke seluruh tubuhku."

Bagaimana saudara-saudaraku? Sudah paham kan sekarang? Kalau ada yang ingin ditanyakan atau menyanggah, silakan ya! J

Semoga bermanfaat J.

Wassalaamu'alaikum J.

All picture by: Google

#Sabtu_Tema Penyesalan - Sesalku - Francisca Fefriana - Sastra Indonesia Org




Terlambat sudah kusadari
Cinta tulus yang kau berikan
Rasa yang kau simpan
Tak pernah kutanggapi
Sayang seribu sayang
Dulu kubiarkan kau pergi
Tanpa sedikitpun ucapan sayang
Kini baru kusadari kau yang kucintai
Kini kalbu sakit akibat sesalku
Rasa ini tumbuh ketika kau tiada
Sayang, kembalilah padaku
Aku tak ikhlas bila kau bersama dia
Andai waktu dapat diputar kembali
Akan kupastikan cintamu hanya untukku
Tapi sayang, nabastala kini menjadi saksi
Betapa sesalku kini tiada berarti



Lampung, 18 Mei 2019

Biodata:

Francisca Fefriana, wanita kelahiran tahun 1992 yang menyukai dunia literasi sejak tahun lalu.

Note: 
Gambar diambil dari Google.

Senin, 20 Mei 2019

#Jumat_Cerbung - Bab 2 - The Marionette - Indah Kusuma - Sastra Indonesia Org





Di daratan bumi lainnya, jauh dari rumah tahanan Jakarta Timur, Linka duduk di kursi bersayap, menarik lutut ke dada. Sambil menatap jalanan, dia bersandar. Bukan untuk tidur, hanya istirahat saja.
Di luar, tampak seorang wanita berjalan cepat. Rambut hitam bergelombang berayun seiring gerak tubuhnya. Minidress putih yang dikenakan, mengingatkan dia akan seseorang. Serupa tapi tak sama. Pemilik mata seindah samudra itu pernah berkomentar tentang potongan V-Neck pada dress pemberian ibunya, tak cocok katanya.
Linka menarik napas panjang. Setelah menjauhi jendela, ia mengitari ranjang berukuran king dengan seprai merah yang masih menyisakan kenangan mengerikan semalam. Lalu, dia melihat cincin permata hijau di jari manis. Dia menyukai perhiasan, kecuali benda itu. Bukan karena modelnya atau berlian yang tak sesuai harapan, tapi lebih pada akibat yang ditimbulkan setelah pemasangan cincin itu.
Bagi sebagian wanita, menikahi anak seorang konglomerat adalah sebuah anugerah, tapi bagi Linka, itu awal malapetaka. Sayangnya, dia tak bisa berbuat apa pun. Acap kali dia mencari kelalaian agar memiliki peluang untuk kabur, tapi selalu berujung pada kegagalan. Penjagaan di rumah itu bagai istana negara.
Ketika sang ayah mengatakan akan menjodohkan dirinya dengan Gavin, dia melantangkan kalimat penolakan. Akan tetapi, saat mendengar alasan pria berkumis itu, Linka seperti terjerumus ke lubang dilema yang teramat dalam, hingga tak didapat cahaya untuk menentukan pilihan.
Kemudian dia berjalan menuju kamar mandi, menginjak lantai marmer basah dan masih tercium aroma sabun. Terdapat dua handuk yang menggantung, juga peralatan mandi. Cermin di atas wastafel kembar memantulkan bayang wajahnya yang tak bersemangat menatap masa depan. Terlihat ada memar di beberapa bagian. Juga bekas cengkeraman di leher dan lengan. Semua luka itu terasa perih kala air hangat menyapa tubuhnya.
Memori indah yang tersimpan dalam ruang kepala, hanya itu yang bisa dijadikan pengalihan dan menciptakan kenyamanan tersendiri di hati.
Dia masih ingat betul setiap langkah dan hitungan geraknya. Irama lagu klasik menggaung dalam tempurung kepala. Di bawah guyuran hujan buatan, ada bayang pangeran tampan yang menari bersamanya, tersenyum dan meliukkan tubuhnya perlahan.
Dia pernah menikmati itu, jauh sebelum pertunangan diputuskan. Adalah Ordion, lelaki yang pernah berdansa dengannya di bawah rintik hujan, di teras manshion Miss Megan seorang pengajar lepas. Untuk pertama kalinya, Linka menyukai tambahan les private yang diberikan sang bunda kala itu.
Satu yang membuatnya tertarik, pendar sepasang lensa biru. Kesan pertama itu membekas terlalu dalam sehingga kehangatannya sulit terlupakan. Dari cara memandang, dia tahu Ordion menginginkannya lebih dari semua waktu yang dipunya. Setiap sentuhannya pun terasa lembut dan nyaman. Ingatan itu membuat bulu halus Linka meremang. Jelas jauh berbeda dengan Gavin, brutal.
Sayangnya, hubungan yang terjalin dalam diam itu diketahui Gavin. Entah apa yang dia katakan pada Ordion di acara lelang. Ketika kembali dari toilet, meja bundar itu telah berantakan. Linka masih mengingat betul kemarahan yang terlihat di mata birunya. Jelas ada sesuatu yang membuat Ordion murka.
Informasi terakhir yang dia dengar dari Gavin, kekasihnya telah masuk penjara. Bahkan bajingan itu sempat mengancam, jika dia tidak menurut, maka ayah atau dirinya akan berakhir di tempat yang sama. Penuturan itu membuat Linka tak bisa memahami apa maksud Gavin menerima perjodohan mereka.
Hah, yang pasti pangerannya tak akan datang dengan kuda pelana dan membawanya lari dari tempat terkutuk itu. Dia akan tetap terkurung dalam istana yang tak ubahnya neraka.
Linka keluar dari kamar mandi dengan handuk yang menutup sebagian tubuh. Saat lemari terbuka, terlihat barisan dress dengan potongan menantang. Tak ada satu pun yang berlengan. Belahan di dada dan punggung terbuka, hampir semuanya seperti itu. Sedang yang pundak tertutup, panjang bawah hanya menutupi seperempat paha. Berbanding terbalik dengan selera Linka yang lebih menyukai pakaian tertutup. Setidaknya, dia tidak menemukan cambuk atau rantai di sana. Cukuplah cengkeraman tangan dan tamparan.
Setelah mengenakan dress berwarna merah tua, dia kembali duduk menghadap jendela lebar, mengamati apa pun yang tak penting di luar sana. Iri terasa begitu kuat pada mereka yang berkeliaran bebas. Dulu, dia seperti itu, hang out bersama beberapa teman, pergi menonton, nongkrong di Mall, walau hanya sebatas cuci mata. Semua terjadi sebelum orang tuanya merencanakan perjodohan sialan itu. Apa gunanya dia mempelajari tata cara bangsawan jika pada akhirnya hanya berdiam diri di bilik terkunci.
Aroma daging panggang tercium dekat, menggoda perutnya yang kelaparan. Seorang wanita tua yang selalu membawakan makanan, terlihat sekilas sebelum pintu kembali tertutup. Gavin benar-benar tak mengizinkan siapa pun berkomunikasi dengannya, selain dia dan itu memuakkan.
“Ah, seperti inikah rasanya menjadi tahanan? Ini pastilah jauh lebih baik dari apa yang dia terima,” gumam Linka.
Dipikirkan pun percuma. Dia butuh kalori untuk bertahan. Wanita itu mendekati meja setinggi lutut. Ada beefsteak, orange juice, segelas susu, dan potato fried. Tata krama di meja makan, yang sering diajarkan sang Bunda, terlupakan. Wanita itu melahapnya seperti manusia yang tak makan sebulan.



***

“Selamat datang di rumah baru,” monolog seorang gadis, Vanessa, dengan keceriaan luar biasa.
Akhirnya, yang dinanti telah tiba. Tanpa perlu mengemis, Vanessa mendapat pekerjaan yang diinginkan dan di tempat yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Yah, walau sebenarnya tak banyak yang menginginkan. Bekerja menjadi seorang psikiater, dikelilingi para manusia sakit mental, cukup riskan apalagi untuk seorang wanita. Peminatnya pun hanya segelintir orang. Kebanyakan, setelah lulus S1 kedokteran mereka akan melanjutkan ke spesialis anak, penyakit dalam, bedah, atau yang lainnya. Namun, Vanessa malah mengambil psikiater yang jelas-jelas sangat bertentangan dengan keinginan orang tua.
Vanessa tetaplah Vanessa, apa pun penuturan mereka, akan menjadi angin lalu yang melintas sesaat lalu dilupakan.
Impian untuk menjadi seorang psikiater terbit ketika Vanessa muda melihat mereka, orang yang sakit mental, ditelantarkan, dan diperlakukan tidak manusiawi, semisal: dipasung, dirantai, dan yang terparah ... dibuang oleh keluarga. Tak jarang mereka jadi bahan olok-olokan, juga momok bagi anak kecil. Pun seperti apa yang pernah dilakukan oleh Ibunya. Supaya mau makan, tidur maupun mandi, ia selalu menakut-nakuti Vanessa dengan keberadaan orang gila di halaman. Padahal mereka juga manusia yang punya hak untuk dihargai.
Setelah memarkir Mobilio putih, wanita berambut panjang bergegas memasuki pintu ganda bening. Seorang petugas menyapanya ramah di balik meja resepsionis. Bibir bergincu merah muda, yang sedikit pudar, menanyakan maksud kedatangannya.
Vanessa menyodorkan surat panggilan yang diterimanya kemarin. Kemudian, wanita berkemeja batik beranjak dari seliri untuk mengantar tamunya ke ruang direktur utama rumah sakit. Tak sia-sia dia bersusah payah belajar demi meraih nilai terbaik. Dengan bekerja di tempat itu, rencana untuk membuka praktik sendiri akan segera terwujud dan sebentar lagi, dia akan membuktikan kepada orang tuanya, bahwa seorang psikiater juga berguna bagi orang banyak dan bisa kaya.
“Lho, Vanessa, 'kan?”
Bukan tanya, bukan pula sapa. Lelaki berkacamata bulat itu hanya ingin memastikan dugaannya. Dia masih mengingat betul wajah oval yang berisi mata bulat, hidung nanggung, dan bibir sensual itu. Tiga tahun yang lalu, wajah itu menjeratnya dalam kubang asa hingga cinta berkembang biak layaknya amoeba.
Lain halnya dengan Vanessa. Dia hanya mendengung sembari menelusuri paras pria itu di lorong ingatannya. “Siapa, ya?”
Well, setelah lulus S1 kedokteran, mereka pernah menjalin hubungan—sebatas rekan—saat praktik di salah satu rumah sakit swasta. Berbeda kampus, tapi Gio merasa beruntung bisa bersua dengan wanita cantik dan pintar seperti Vanessa. Lebih-lebih saat melihat bagaimana wanita itu bekerja, keseriusan air mukanya, membuat hati lelaki bertubuh kurus itu berteriak, dia yang aku cari!
“Kamu lupa? Aku Gio ... Giovani. Dulu kita pernah bekerja sama di International Hospital, Surabaya.”
Wanita itu memutar bola mata sebentar lalu kembali melangkah setelah resepsionis memanggil dan berjanji akan melanjutkan obrolannya nanti. Itu pun jika ingat. Dia tidak menderita amnesia atau sejenisnya, hanya malas menyimpan sesuatu yang tak penting dalam memori.
Setelah menyuguhkan senyum teramah, dia mengambil tempat di hadapan pria berambut belah tengah. Kursi hitam itu tak senyaman sofa di huniannya, tapi cukup membuat dia rileks. Tak ada banyak barang di atas meja; Papan nama, kalender, pigura, dan beberapa map di samping peralatan tulis. Terbilang rapi di jam kerja. Map-map itu pun seperti perawan, belum tersentuh apalagi ternoda, tapi dia menikmati kehadirannya.
“Selamat bergabung di rumah sakit kami, Dokter Vanessa. Senang sekali ada lulusan terbaik di tempat ini.”
“Iya, Pak. Saya juga senang bisa bergabung dengan Anda.”
“Semua peraturan, tata tertib, visi misi, termasuk perhitungan gaji ada di sini.” Marco meletakkan map merah di depan Vanessa, “silakan dibaca, dipelajari, lalu kita akan berlanjut ke penandatanganan kontrak.”
Diterima di sebuah rumah sakit besar tak lantas membuat Vanessa mengiyakan tanpa memahami isi kontrak. Itu sama seperti memasuki bangunan mewah, tapi gelap gulita. Lalu berjalan sesuka hati dan tak menyadari ada lubang menganga yang siap menenggelamkannya. Fatal.


To be continue

Surabaya, 17 Mei 2019

Biodata Penulis:

Indah Kusuma, penulis kelas teri yang kembali menorehkan tinta. Karya penggemar film action ini selalu menghadirkan cinta yang tak biasa. Bukan sekadar romansa, tapi juga pengorbanan tokoh utama dalam mendapatkan cintanya. Karya yang telah terbit di antaranya: Novel 'Almost Kiss' dan antologi 'Bidadari Pilihan Ibu'.

Narasi atau Deskripsi Harus Konsisten - Sastra Indonesia Org




Selamat pagi semua J. Siapa hari ini yang gak puasa hayooo? Hehehe. Kalau yang nonmuslim, wajar gak puasa J.

Baik, hari ini kita belajar lagi ya J. Materi yang kita bahas hari ini adalah mengenai narasi atau deskripsi yang tidak konsisten. Yuk, sebelum memulai, saya persilakan untuk berdoa terlebih dahulu menurut keyakinan masing-masih. Setelah itu, mari kita mulai pelajaran hari ini! J
Sebagai penulis, kamu bebas memilih gaya narasi yang diinginkan. Mau gaya puitis/ nyastra, ala pujangga, gaya anak muda, gaul, atau apa saja, yang penting harus konsisten dengan pilihannya itu. Intinya bebas, sesuai dengan keinginan penulis atau pasar/ pembaca yang dituju atau dijadikan target.

Konsisten dalam sebuah karya tulis itu penting. Kalau mau bahasa puitis, ya puitis saja sekalian. Kalau mau menggunakan bahasa gaul narasinya, ya gaul saja sekalian. Jangan dicampur-campur kayak tahu campur, hehe.




Dalam satu cerpen, cerbung, ataupun novel, penulis boleh mengubah gaya dialognya, tergantung karakter tokoh yang berdialog. Namun berbeda kalau dalam narasi atau deskripsi. Kalau dalam narasi tentu harus konsisten gaya penulisannya.

Berbeda juga kalau dalam antologi yang terdiri dari beberapa penulis. Karena kemungkinan variasi terbuka. Karena kalau dalam buku bersama, setiap tulisan bisa berdiri sendiri.
Bagaimana pemirsa? Eh, kok pemirsa, hehe. Bagaimana teman-teman? Sudah paham kan sekarang?

Kalau ada yang ingin bertanya ataupun menyanggah, silakan ya! J

Semoga bermanfaat dan terima kasih sudah menyimak J.

All picture by: Google


Sabtu, 18 Mei 2019

Dosa Narasi Bertele-tele - Sastra Indonesia Org





Assalaamu'alaikum teman-teman. Apa kabarnya hari ini? Semoga kalian selalu dalam lindungan-Nya ya J.

Sebelum memulai pelajaran hari ini, seperti biasa, awali dengan berdoa menurut keyakinan masing-masing ya! J

Hari ini kita belajar mengenai dosa narasi yang bertele-tele. Siapkan catatan kalian untuk mengabadikan materi ini! J
Yuk, langsung saja kita mulai dan simak materi berikut ini! J

Sebagai seorang penulis janganlah kamu berlama-lama dalam narasi, menulis kalimatnya berputar-putar tanpa gagasan yang jelas, dan membuat kalimat panjang tanpa arah! Hal itu juga merupakan salah satu kelemahan penulis pemula.



Narasi yang bertele-tele bisa disebabkan penulis tidak fokus atas gagasan yang mau diusung.

Narasi yang bertele-tele bisa terjadi sebab penulis suka berlama-lama menjelaskan sesuatu yang sudah jelas, memberitahu secara khusus hal yang sudah umum.


Nah, agar narasi atau deskripsi tidak bertele-tele, silakan simak tips di bawah ini!

1. Jangan sekali-kali kamu membuat kalimat yang panjang, apalagi sepanjang jalanan, haha. Cukup 8 sampai 10 kata saja di setiap kalimat. Kalau masih lebih panjang dari itu, coba lihat bagian mana yang bisa dipotong.

2. Sebisa mungkin hindari kata-kata yang bisa membuat narasi bertele-tele seperti di mana, adalah, yaitu, sebagaimana, daripada (sebagai kata sambung), dan lain sebagainya.

3. Pastikan pada setiap paragraf hanya ada satu gagasan utama.
Bagaimana teman-teman? Sudah paham kan sekarang? Jika ada yang mau bertanya ataupun menyanggah, monggo. Saya persilakan! J

Semoga bermanfaat J.

All picture by: Google