Kuhempaskan ponsel dari tangan. Rasanya semakin muak membaca perkelahian manusia-manusia egois di sana. Meributkan apa pun yang bisa dijadikan topik supaya mereka terlihat seperti penggemar setia.
Aku tersenyum sinis membaca berita tadi. Hanya karena sang idola tertangkap kamera paparazi sedang bersama artis lain. Mereka langsung menyerang si artis dengan hujatan-hujatan mengerikan. Alih-alih memberi selamat, mereka malah justru seperti menghina si artis karena tidak pantas bersanding dengan sang idola.
Sepenting itukah mereka memposisikan diri mereka sebagai fans? Bukankah fans hanya mensupport sang idola saja. Perlukah komentar-komentar pedas seperti itu sampai harus terucap?
Ahhh ... andai saja mereka yang mengaku paling update pada idolanya itu tahu bagaimana sebenarnya kehidupan sang idola.
Mereka bahkan tidak tahu betul apa yang sudah idolnya itu korbankan supaya bisa menjadi seperti sekarang. Bukankah ketika terus ditekan dengan komentar-komentar yang tidak berguna, itu bisa membuat idola mereka merasa terpuruk, hilang kepercayaan diri, depresi, dan bisa saja vakum.
Aku memeluk lutut di ujung ranjang. Kupandangi poster idol. Masih sangat muda dan penuh talenta. Kemampuannya memetik gitar dan memainkan piano selalu memukau para penggemarnya. Ditambah lagi lagu-lagu melankolis ciptaan dirinya sendiri yang pastinya membuat kami para pemujanya semakin menggilai.
"Kau itu bintang ... bagaimana bisa aku meraihmu dari tempat sejauh ini?" Aku mulai menggumam.
"Kau itu bintang ... bagaimana mungkin bintang yang begitu bersinar di langit gelap, bisa melihatku di antara keramaian yang terang ini?" Aku menatap gambarnya lekat dari tempat tidur.
"Kau itu bintang ... ke mana pun kau pergi, dirimu akan tetap bersinar. Tak perduli sebanyak apapun cahaya yang bisa engkau pancarkan, dirimu akan selalu terlihat olehku. Karena engkaulah bintangku ...." Aku bergerak menuruni ranjang dan berjalan pelan ke arah postermu, namun pandanganku tak lepas darimu.
"Seandainya mereka menyadari, mereka hanya sekadar fans, mereka pasti tidak akan bersedih ketika kau dekat dengan gadis mana pun. Sehingga kau tidak perlu merasa terganggu dengan kehidupan pribadimu." Aku mulai terisak.
Aku meringkuk kembali di ranjang. Rasanya menyakitkan karena tak banyak yang bisa aku lakukan untuk sekadar membelanya.
Aku meraih ponsel untuk melihat jam. Namun nyatanya aku login ke sosial media dan mendapati postinganmu.
[Thanks. All that you talk about me is the form of your love. The day after tomorrow I will give a new song through live broadcast..]
Caption dengan fotonya yang sedang memangku gitar itu langsung dibanjiri ribuan love tapi dia mematikan kolom komentar.
Lihat ... dia bahkan masih berkarya di tengah kegalauannya. Mungkin karena masih trauma atau kesal akhirnya dia memilih mematikan kolom komentar.
Adakalanya apa yang kita rasakan tidak perlu diungkapkan supaya tidak menyakiti orang lain dan bukanlah suatu kejahatan atau dosa jika aku mencintai seseorang diam-diam.
Karena hanya aku yang bisa merasakan sakitnya juga nikmatnya bagaimana rasa itu memainkan, bahkan kadang memporak-porandakan hatiku.
Biodata penulis:
Lahir di tanah ngapak pada 13 April dengan selamat. Namun, sekitar dua belas tahun ini telah menetap di bumi melayu.
Suka sekali dengan warna hitam dan merah, juga sangat antusias dengan bacaan dari karya R.L. Stine.
Untuk film lebih memilih genre thriller dari pada romance. Tapi kenyataannya, hasil karya kebanyakan tulisan romance.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.