Berubah Dalam Istikamah
Hujan datang mengundang insan untuk segera menyelesaikan aktivitas dan segera pulang. Rupanya air bercampur karbon yang turun dari langit itu selalu membawa kesejukan bagi penduduk bumi yang sudah satu bulan ini merasakan panas matahari yang luar biasa.
Aku baru saja tiba di kampus sejak tetesan air dari angkasa itu turun. Hari ini aku memakai hijab instan hitam yang sesuai dengan warna rok yang kukenakan. Banyak bola mata yang melirikku. Aku jadi salah tingkah. Entahlah, rasanya seperti seseorang yang melakukan kesalahan.
Pandangan netra mereka begitu tajam menusuk jiwa yang baru saja berhijrah ini. Kemarin, aku telah berpindah agama di sebuah Kantor Urusan Agama tanpa sepengetahuan pihak keluarga. Keputusan itu kuambil murni karena keinginanku sendiri, tidak ada tekanan dari siapa pun. Tapi sayangnya, aku belum berani mengutarakannya di hadapan keluarga.
Hari ini, aku mulai menjalankan salah satu perintah Allah yang tertera dalam Al-Qur'an yaitu dengan memakai kain penutup kepala. Hijab itu berfungsi sebagai penutup aurat wanita muslim. Berbagai respon dari teman-teman mulai muncul berdatangan satu per satu.
"Loh, Vivi bukannya non muslim, kenapa pakai hijab?"
"Vivi pakai hijab? Mau bikin pencitraan?"
"Orang aneh, dia pikir pantes gitu pakek hijab!"
"Dia pindah agama kah?"
"Ngapain juga pakek hijab? Orang biasanya juga pakeknya rok pendek, cih!"
"Agama itu bukan permainan yang bisa seenaknya saja diganti-ganti tiap saat!"
Tidak kupedulikan cibiran dari orang-orang yang tidak sependapat denganku. Aku berlari masuk ke dalam kelas yang kebetulan masih sepi. Duduk di pojok ruangan persegi panjang, lalu kutundukkan wajah ini. Buliran bening perlahan mulai menetes. Kata-kata yang keluar dari lisan mereka terlalu pedas, menyakitkan.
"Ya Allah, Ya Rabbi, kuatkanlah hamba," ucapku pelan.
Aku menangis dalam diam, memegang hijab tidak berdosa ini. Apa salah aku memakai kain ini sampai-sampai mereka menghakimi? Tidak berselang lama, terdengar suara gagang pintu. Sepertinya, ada orang lain yang hendak masuk.
Tanpa menunggu terlalu lama, segera kuhapus air yang masih melekat dengan sempurna di wajah. Aku tidak mau ketahuan jika aku menangis. Kuangkat kepala ini, penasaran siapakah yang akan masuk. Suara sepatu mengagetkanku, rupanya Intan, salah satu teman dekat.
Intan mulai duduk, pandangannya menyusuri setiap sudut ruangan. Aku tertangkap basah sedang mengelap pipi menggunakan hijab. Ia mulai mendekatiku, tidak percaya jika yang dilihatnya adalah aku.
Tanpa banyak tanya, ia memegang pundak kemudian memperhatikanku. Rupanya, Intan penasaran dengan hijab yang kupakai. Aku menjawab, dan ia mendengarkan sambil sesekali menatap. Suara lembutnya yang khas memberikan semangat dan motivasi. Kemudian ia merangkul dan menguatkan jiwaku yang terguncang.
Perlahan, ia menuntunku untuk duduk di kursi warna cokelat tua itu. Ia bagaikan air yang memberikan kesejukan dalam tanah gersang.
Kami sama-sama terdiam, lalu ia melanjutkan ucapan, "Vi, tetaplah istikamah dalam menjalankan agama yang kau yakini. Aku percaya kau wanita yang hebat, mampu untuk tegar dan ikhlas dalam hijrahmu. Aku mendukungmu."
***
Hari-hari kulewati seperti biasa dan Intan mulai mengajariku banyak hal tentang sholat dan puasa. Aku bersyukur karena memiliki teman yang baik hati dan sabar. Sejak saat itu, aku mulai sholat dan menjalankan perintah-perintah yang sesuai dengan syariat agama walau masih sembunyi-sembunyi dari keluarga. Biarlah, Allah menguatkan hati dan keyakinan sesuai dengan kehendak-Nya. Aku percaya, suatu saat nanti akan ada jalan yang terbaik dan aku harus istikamah dalam menjalankan perintah-Nya.
26 Januari 2019
Biodata
Francisca Fefriana, seorang wanita yang lahir pada 27 tahun silam. Ia mempunyai hobi membaca dan menulis. Untuk berkomunikasi dengannya silakan hubungi akun di bawah ini:
FB : Francisca Fefriana
Email : franciscafefriana@gmail.com
0 Response to "#Sabtu_Tema - Cerpen - Berubah Dalam Istikamah - Francisca Fefriana - Sastra Indonesia"
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.