Sabtu, 26 Januari 2019

#Kamis_Cerpen - Wanita Penunggu Senja - Fitriana





Senja yang memerah saga. Santapan wajib sepasang pelupuk ini tiap harinya. Bersila di bibir pantai, menikmati pergantian mentari hingga gelap malam menjajah, sendiri. Merawat nganga luka karena telah tersisihkan, semenjak yang ketiga menggantikan posisiku, menjadi calon pasangan hidup sang lelaki pujaan. Memberi noktah pemisah antaraku dan Putra dengan paksa. Sedang aku, si wanita penunggu senja hanya bisa pasrah olehnya.
Bukan kalah sebelum berperang, tapi diri hanya tak ingin menjadi penabuh genderang perang. Mengalah. Tak banyak kilah. Pergi menuju perasingan untuk melabuhkan luka cinta yang dipaksa patah. Aku tahu jika sang pujaan hati juga merasa sangat berat hati. Namun, apalah daya jika nyatanya seorang anak lelaki adalah milik ibunya. Sedang pilihan sepihak dari sang ibu untuk anaknya, Putra, merupakan final dari semua babak.
Tiga musim telah berlalu. Sejak secarik undangan Putra mendarat di beranda rumahku yang setelahnya basah oleh bulir bening netra, sebelum akhirnya aku putuskan untuk tidak datang memenuhi walimahnya. Aku pergi. Tinggal di sebuah apartemen daerah pesisir pantai.
Hanya debur ombak memecah hening, tapi tak tembus bahkan sekadar meretakkan cerita tentang kenangan kelam. Aku tak bisa mengelak jika masih memelihara cinta pada Putra. Hingga saat senja menyapa, tak henti-henti aku melamunkan perihalnya.
Langit semakin gelap. Aku pulang. Masih dengan bingkisan lara dalam dada. Apartemenku hanya lima belas meter dari pesisir tempat aku melarung cerita.
"Ara, bagaimana kabarmu?" seorang lelaki melempar sapa. Tampaknya dia telah menunggu kepulanganku. Ah, Putra ... mengapa datang? Dadaku sesak tiba-tiba. Ingin rasanya berlari menghindar, tapi sangat mustahil karena kedua pasang netraku dan dia telah beradu. Ia sama sekali tak berubah sejak tiga tahun lalu, hanya garis di wajahnya semakin tegas. Diri tercengang, lidahku terasa kelu. Bahkan hanya untuk sekadar membalas senyum khasnya yang mengundang rindu.
"Baik, seperti yang kamu lihat. Aku baik-baik saja." Parau aku menjawab, kemudian memalingkan wajah darinya. Membuang air mata yang tak mampu lagi kubendung. Sungguh tiba-tiba sekali kedatangannya. Bahkan aku belum sempat menata kalimat untuk menjawab tanya yang akan ia lontarkan.
Sepuluh menit selanjutnya kami diam. Berdiri mematung, saling tatap. Aku tak kuasa lagi memendam rindu yang menoreh luka. Aku menangis sesenggukan dengan mulut yang masih mengatup. Begitu juga dengannya, mengiba dalam diam. Sampai akhirnya Putra memelukku. Erat sekali. Sangat lama, sampai kakiku merasa semutan.
"Aku merindumu, Ra. Sungguh tak seorang pun mampu menggantikan posisimu di hatiku. Bahkan istriku sekarang. Aku benar-benar tak bisa mencintainya." Dia marah, menarik rambut pendek ikalnya penuh amarah.
"Nasi sudah menjadi bubur. Sudahlah, tidak mungkin juga kau menceraikannya. Biarkan semua berjalan alami, tanpa paksaan. Biarkan aku mengeja cerita bersama senja tiap harinya. Melarung cerita dengan ombak samudra." Aku terisak. Perih menjalar ke sekujur badan, bermuara pada sekepal merah yang kusebut hati.
Putra hanya diam membisu. Tatapan netranya kosong, tersirat jika ia berat hati melanjutkan kisah yang tak sesuai.
"Pulanglah, keluargamu pasti khawatir. Kita harus melanjutkan hidup masing-masing." Kupaksakan segelintir senyum pada sekulum merah ini. Aku juga tak bisa lupa begitu saja, Putra. Aku masih cinta ... aku berteriak dalam hati.
Putra membalikkan punggung, berjalan menjauh. Derai air mata mengiringi kepergiannya. Ia berhenti, berbalik arah, kemudian berlari ke arahku. Lelaki itu memeluk, mengecup keningku dan berbisik, "Untuk terakhir kalinya, Ara." Ah, aku semakin pilu melepasmu, Putra ....
Ia pulang. Sedang aku masih setia menjadi wanita penunggu senja. Melarung cerita bersama ombak samudra. Melipat kenangan bersama lelaki yang kupuja dan memusarakannya.

Magelang, 24 Januari 2019

Biodata

Penulis bernama Rifqi Fitriana, lahir 18 tahun lalu tepat tanggal 16 Desember di Magelang, Jawa Tengah.
Punya hobi menulis, membaca. Jejaknya bisa dilacak melalui akun Facebook Fitriana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.