Pagi ini aku kembali ke sekolah. Matahari bersinar cerah. Burung-burung berkicau dengan merdunya, seolah mereka tahu tentang hatiku yang sedang berbunga-bunga.
Pertemuanku dengan Bion kemarin, membawa kebahagiaan tersendiri yang belum pernah sekalipun kualami. Kurasa, Dhea memang benar. Sepertinya aku sedang jatuh cinta.
"Rastiii ..."
Aku menoleh kesana-kemari, mencari sumber suara yang baru saja kudengar.
Seseorang melambaikan tangan ke arahku kemudian berlari kecil menghampiriku.
"Kamu beda, hari ini," seloroh Nuri. Teman seangkatan tapi beda kelas denganku.
"Beda gimana?" tanyaku bingung.
Nuri tertawa kecil. "Kamu terlihat lebih semangat dari biasanya," katanya kemudian.
"Masa, sih?"
Nuri mengangguk. "Pasti karena laki-laki tampan yang kemarin datang ke rumah kamu, ya?" godanya. Yah, selain teman beda kelas, aku dan Nuri bertetangga.
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku sambil tertawa mendengar ucapan Nuri. "Laki-laki tampan," kataku membenarkan.
"Yaaa ... begitulah," sahut Nuri.
"Dia temenku waktu SD. Kita sudah lama banget gak ketemu, terus dia main deh ke rumah," kataku penuh semangat.
Nuri manggut-manggut. "Tapi beneran loh, Ras. Cowok kemarin tuh lumayan juga buat jadi gebetan," celetuk Nuri.
"Gebetan siapa? Nuri gak boleh deketin dia, kali. Dia gebetan Rasti, loh," tiba-tiba Dhea muncul dari belakang dan mensejajarkan langkah denganku.
"Oooh ... pantesan Rasti lebih semangat hari ini. Ternyata, yang datang kemarin itu gebetannya," kata Nuri sambil terkekeh.
"Jangan keras-keras ngomongnya, takut jadi gosip," sahutku.
Kami bertiga pun tertawa seraya berjalan menuju kelas.
*****
Kuhanya diam, memendam, dan menahan,
Segala kerinduan, memanggil namamu,
Di setiap malam, ingin engkau datang,
Dan hadir di mimpiku, rindu ...
Terdengar MP3 dari ponsel Dhea yang tiba-tiba mengingatkanku tentang Bion. Kubuka jendela kamar asrama yang menghadap ke pemukiman, kulihat lampu gemerlapan menghiasi gelapnya malam.
"Eh, Ras, kemarin gimana? Bion orangnya baik, kan?" Dhea membuka pembicaraan. Tangan dan matanya masih sibuk berkutat dengan Kamus Bahasa Inggrisnya yang tebal.
Aku mengangguk pelan. Sepertinya Dhea tak memperhatikan.
"Dia ganteng, kan?" Dhea bertanya lagi.
"Iya, Dhea ... dia baik, ganteng," jawabku tanpa sadar, sambil menerawang membayangkan sosok Bion.
"Jadi gimana? Kamu tambah suka sama dia, ya?"
Aku menoleh ke arah Dhea yang tertawa karena berhasil menggodaku.
"Menurut kamu?" tanyaku sedikit malu.
"Ya jelas, jawabannya pasti 'iya'."
Kulihat, Dhea masih mengerjakan tugas. Aku pun kembali menutup jendela.
"Kok ditutup lagi?" tanya Dhea sambil mendongak ke arahku.
"Biar kamu fokus ngerjain tugas. Masa iya, kamu nanyain Bion terus," celotehku asal.
"Lagian mau nanyain apa kalo bukan Bion? Dia kan lagi jadi trending topic kita belakangan ini," Dhea terkekeh.
"Iya deh, iya .... Hari Minggu besok, suruh Bion datang lagi, yah? Tapi jangan bilang kalo aku yang nyuruh," kataku seraya merebahkan diri di pembaringan.
"Idih, gengsi nih ceritanya?"
"Bukan gengsi, Dhe. Tapi malu," kataku sambil menutup muka dengan selimut.
"Iya deh, nanti aku bilangin kalo ketemu," jawab Dhea membuatku semakin semangat.
Dalam hati, aku hanya berharap. Semoga Bion masih sendiri. Dalam arti kata, belum punya pacar. Tapi setelah pertemuanku dengan Bion kemarin, aku tidak yakin kalau dia belum punya tambatan hati. Aku takut hatinya telah ada yang memiliki.
Bersambung ....
29 Januari 2019
Biodata
Setya Ai Widi, si penulis amatir yang masih harus banyak belajar.
Mohon kritik dan sarannya yang membangun ya, terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.