Judul : Hipnotic Diary #DietKenyang
Penulis : Dewi Hughes
Penerbit : Grasindo
Cetakan : Pertama, 2018
Tebal : 164 halaman
ISBN : 978-602-05-0241-0
Peresensi : Lenni Ika Wahyudiasti
September
2017, saya tidak menyangka bisa menemukan satu kantong platik berisi jaket
berukuran besar dari semua baju yang sudah direlakan. Karena penasaran, saya
buka plastik itu. Ada tulisan ‘Coat Hughes’ di atasnya.
“Wah,
ini pasti Mama yang nyimpan!”
Sambil
senyum penasaran, saya memakai coat itu, lalu berkaca di depan cermin.
“Wow,
gede amat! Badan saya dulu segede itu, ya?”
Sulit
saya bayangkan, bagaimana proses hilangnya setengah berat badan saya. Ke mana
perginya semua itu?
(hal.
124)
Sejak kecil, makan telah menjadi cultural event di keluarga besar Hughes. Makanan
di atas meja selalu tersedia, ibarat restoran “all you can eat”. Hughes kecil tak pernah diberi batasan kapan
boleh makan dan kapan harus berhenti makan. Kebiasaan ini terus berlanjut
hingga ia dewasa. Baginya, makanan adalah a
celebration of life. Momen apapun pasti berujung acara makan-makan. Tak heran bila bobot tubuhnya pun melambung hingga 150
kg!
Lalu, bagaimana kisah presenter cantik ini
berhasil menurunkan berat badannya secara drastis dan spektakuler? Apa yang membuatnya mengubah pola hidup dan makan yang menjadikannya sehat dan
langsing seperti sekarang?
Jawabannya ada di buku bertajuk Hipnotic Diary #DietKenyang terbitan
Penerbit Grasindo ini. Dalam buku bersampul kuning cerah yang menampilkan sosok
Hughes sebelum dan sesudah berdiet itu, perempuan bernama lengkap Desak Made Hughesia Dewi ini menuliskan banyak hal, termasuk bagaimana ia menjalani proses berdamai dengan
pikiran yang menjadi kunci keberhasilannya
melakukan diet yang ia namai #DietKenyang.
“Ternyata
berbaik hati pada diri sendiri adalah obat mujarab untuk menenangkan hati dan
berdamai. I like this feeling. Hari
ini saya belajar, ‘Saya harus belajar
bersikap pada diri sendiri’. Di saat terpuruk seperti ini, siapa lagi yang
bisa berbaik hati sama saya kalau bukan saya sendiri? Miraculously, I feel stronger and better already,”
(hal. 12).
Sesuai judulnya, buku setebal 164 halaman
ini sejatinya merupakan catatan harian Hughes atas momen-momen penting dan
hasil renungannya sejak ia terbaring sakit beberapa tahun
belakangan. Terinspirasi kehidupan
para manula sehat di kawasan blue zone
yang dilihatnya di You Tube plus pola hidup sehat Wiyang dan Mbah Siti---dua neneknya---yang tetap bugar di usia lanjut, Hughes akhirnya memutuskan memulai hidup sehatnya dengan mengonsumsi real food plus berteman
buah dan sayuran.
Keputusan tersebut ternyata berbuah kesembuhan.
Setelah merasa sehat, awal Maret 2016 Hughes mencoba kembali menangani klien hipnoterapi sesuai program master dan sertifikat yang
dimilikinya. Perpaduan diet dan hipnoterapi ternyata bisa mendukung pola hidup sehatnya. “Ketika saya berdamai dengan pikiran dan jiwa
saya, maka tubuh saya berdamai dengan sendirinya. Saya bahkan tidak merasa
lapar dan tidak pernah merasa tersiksa dengan diet yang dijalankan.” (hal. 66)
“Banyak
orang yang salah kaprah dengan kata diet. Mereka beranggapan, diet itu semuanya
harus dikurang-kurangi, ditakar, dan diukur. Padahal, diet itu ‘kan artinya
pengaturan pola makan. Diet juga selalu
dihubungkan dengan penurunan berat badan, padahal makan sehat itu ‘kan untuk
menutrisi sel supaya bisa beregenerasi dengan alami. Jadi, makan bukan hanya
untuk mengisi perut, tapi lebih dari itu.” (hal. 87).
Aktivitas workshop hipnoterapi juga memotivasi Hughes untuk
menciptakan beragam resep menarik berbahan alami, minus gula dan garam. Resep-resep ini kemudian
dinamai sesuai momen yang
menginspirasi. Thank
You Fish Soup, misalnya.
Masakan tersebut tercipta usai ia melakukan hipnoterapi jarak
jauh dengan kliennya di London yang berbuah hikmah bahwa membiasakan ucapan
‘terima kasih’ merupakan ungkapan rasa syukur yang mampu mendatangkan
kebahagiaan. Selain sup, aneka
resep bernama unik lainnya seperti: Beautiful Silence, Wonder
Woman, Happy Couple, Hope Cookies, Papaya Dream, Reborn Kebab, Smile Mochi juga disuguhkan di
buku ini.
Singkat kata, buku keren ini memang
tak pantas dilewatkan. Selain menawarkan kiat yang terbukti menyehatkan dan
melangsingkan, catatan harian Hughes ini juga penuh dengan pesan spiritual agar kita lebih menghargai
hidup dan mensyukuri nikmat Tuhan yang melimpah. Karena itulah, Hughes menulis, “It’s
more than just a diet. It’s a spiritual journey!“(hal
158).
---oo000oo---
Biodata Peresensi
Lenni Ika Wahyudiasti, seorang
ibu penyuka aksara di Surabaya yang saat ini tengah bertugas di Bumi Nyiur
Melambai. Sejumlah tulisannya telah tersebar dalam seratus dua
puluhan buku antologi bersama, hasil berbagai event literasi
yang diikutinya sejak Februari 2014. Beberapa di
antaranya menjadi juara, termasuk di event literasi bergengsi Nabawia-LIPIA Madinah tahun 2014, dua
tahun berturut-turut menyabet gelar juara pertama Lomba Karya Tulis Inspiratif
dalam rangka Hari Pabean Internasional pada tahun 2014 dan 2015 yang berhadiah
jutaan rupiah serta beragam lomba literasi lainnya di tahun 2016 dan
2017 dan menjadi kontributor utama di sejumlah proyek literasi lainnya di
lingkungan Kementerian Keuangan, Majalah Warta Bea Cukai dan beberapa harian di
Nusantara.
Kendati telah berhasil menelurkan buku solo pertama bertajuk Pada Sebuah Ramadhan (Goresan Pena
Publishing, 2014), perempuan energik yang selalu merasa ‘hijau’ di dunia
literasi ini masih merajut mimpi untuk menulis novel
inspiratif suatu hari. Silakan hubungi ia akun facebook bernama sama, akun Instagram:
lenni.ika twitter: @lenni_ika atau email: lenniika@yahoo.co.id.
0 Response to "Diet Membahagiakan Diri ala Sang Dewi - Lenni Ika Wahyudiasti (Resensi Buku)"
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.