Rabu, 22 Agustus 2018

Nin, Ibu Pingin Umroh Gratis


Nina termenung dalam perjalanan menuju kantornya, tak disangka permintaan ibunya ini sangat berat. Ya, walaupun mungkin sang ibu hanya sekadar mengucapkan keinginan, tapi anak mana yang tak ingin membahagiakan ibunya? 

“Nin, Ibu pingin umroh gratis,” ucap sang ibu saat mereka tengah duduk di teras rumah beberapa minggu yang lalu. 

“Insyaallah, semoga nanti ada program umroh gratis di kantor Nina.” Nina ragu menjawab keinginan sang ibu. 

“Aamiin. Uang darimana tho kalau bayar, Nduk?” Ibu memamerkan gigi-giginya yang sudah tak lengkap. 

Tin …. 

Nina gelagapan mendengar suara klakson angkot langganan yang tengah ditumpanginya. Pak sopir sudah hafal letak kantor Nina dan selalu menurunkan di tempat yang sama. Nina tersenyum, lalu mengeluarkan uang lima ribuan dari sakunya, diberikannya pada sang sopir. 

“Jangan ngelamun di jalan, Neng. Kalau keblabasan bisa bahaya. Telat kerjanya.” 

“Iya, Pak,” jawab Nina sambil tersenyum. 

 ### 

“Nin, aku baru baca program umroh gratis nih. Kamu pasti tertarik!” kata Roy sambil memberikan smartphonenya pada Nina. 

Program umroh gratis? Beneran?” tanya Nina tak percaya sambil mengambil smartphone dari tangan Roy. 

“Iya, ini salah satu program dari Sobatku, aplikasi menabung dari KSP Sahabat Mitra Sejati yang lebih dikenal dengan Sahabat UKM.” Roy menjelaskan berapi-api setelah Nina meletakkan tas dan duduk di meja kerjanya. 

Roy adalah sahabat Nina dari kecil yang juga bekerja sebagai admin di tempat yang sama dengan Nina. Roylah tempat Nina bercerita, mengeluh, dan juga berbagi bahagia. Di mana ada Nina, di situ ada Roy, begitu pun sebaliknya. 

“Ini bukan nipu-nipu, kan?” Nina mulai was-was dan langsung mengembalikan smartphone milik Roy. 

“Insyaallah. Percaya deh sama Allah. Ini program umroh gratis tinggal dua kali undiannya. Tanggal 10 Okotober dan 10 Januari 2019. Kalau kamu rajin nabung, poinnya bakal makin banyak. Terus saat undian, bisa buat ibu kamu.” Roy terus menjelaskan dengan semangat, sambil sesekali melirik ke arah pintu, memastikan bahwa bos belum datang. 


“Kalau gak dapat undian buat umroh gratis, gimana?” 

“Tenang aja, Nin. Kan bisa nabung terus di sana buat Ibu. Lagian masih ada undian regular bulanan yang akan diundi tiap bulan. Hadiahnya mulai dari seratus ribu sampai sepuluh juta.” 

“Terpercaya?” Nina masih was-was, mengingat bahwa menabung pada aplikasi seperti itu rawan penipuan. 

“Sahabat UKM itu berkantor di Gedung Sampoerna Strategic Square. Terpercaya dan ditangani secara professional karena didukung oleh Bank Sampoerna. Selain itu, sampai saat ini Sobatku sudah mempunyai lebih dari dua puluh ribu pengguna aplikasi yang loyal. Dua puluh ribu itu bukan angka yang main-main lho.” 

“Makasih ya, Roy atas informasinya. Insyaallah nanti sampai rumah, aku bakal bikin tabungan di sana,” kata Nina sambil tersenyum pada Roy. 

“Kenapa nunggu sampai rumah? Bikin aja sekarang langsung. Awali dengan bimillah, semoga kamu bisa menang undian grand prize dan dapat program umroh gratis dari Sobatku. Dan lagi, kesempatan buat menang makin banyak karena per satu nasabah hanya dibatasi sampai dua puluh juta.” Roy berkata sambil mengutak-atik smartphonenya. “Nih lihat, aku aja udah bikin lho.” Roy memperlihatkan aplikasi Sobatku pada Nina. 

“Wah, udah bikin duluan aja nih.” Nina tersenyum sambil mengambil smartphone dari tangan Roy. Melihat-lihat apa saja fitur yang ada di dalam aplikasi tersebut. 

“Siapa tau nanti aku menang. Bisa buat modal nikah. Kalau menang program umroh gratis, nanti aku kasih ke calon mertua yang pingin banget umroh,” jawab Roy sambil tersenyum, lalu melangkah pergi menuju meja kerjanya saat dilihatnya si bos sudah memasuki ruangan. 

Wajah Nina pun memerah.

Senin, 20 Agustus 2018

Bismillah, Umroh Gratis Bukan Mimpi






Siapa yang tidak ingin mendapatkan paket umroh gratis. Saya sendiri juga ingin secara langsung ibadah umroh di tanah suci apalagi jika secara gratis. Memang biaya paket umroh lebih sedikit murah dibandingkan biaya haji, namun bagi masyarakat awam seperti saya, harga yang ditawar cukup mahal. Perlu menabung bertahun-tahun untuk bisa melaksanakan ibadah tersebut. Tapi saya juga mendengar banyak orang yang bisa mendapatkan paket umroh secara gratis. Itu mungkin karena sudah rezekinya ya. 

Saya juga sering batin dalam diri berkata, “Ya allah, saya juga ingin bisa mengunjungi rumahMu dan ziarah ke makam nabi.”.

Setiap umat Islam pasti selalu ingin mengunjungi Mekkah dan Madinah. Selain itu saya juga sering menemukan travel-travel yang memberikan tiket paket umroh yang murah. Namun perlu diingat, kita juga harus hati-hati jangan sampai tertipu. Selain finansial, kesehatan fisik ternyata juga sangat penting. Kenapa orang lebih banyak yang mengikuti umroh daripada haji? Selain ukuran finansialnya, untuk melaksanakan ibadah haji kita harus menunggu sampai bertahun-tahun bahkan ada yang sampai belasan tahun.

Saya pernah bertanya pada salah satu tetangga yang saya dengar sudah mendaftar sebagai calon jamaah haji, “Mbak, katanya udah daftar jadi peserta haji, ya?”

Lalu tetangga saya menjawab, “Alhamdulilah sudah, Mbak, tapi berangkatnya masih lama. Saya berangkatnya 9 tahun lagi.”

Jadi intinya untuk berangkat haji selain biayanya yang mahal, kita juga harus menunggu lama karena pesertanya sangat banyak. Tidak hanya Indonesia saja yang mendaftarkan peserta haji, tapi seluruh dunia. Namun, jika kita sabar dan selalu ikhtiar pasti Allah akan memudahkan jalan kita untuk bisa mengunjungi tanah suci. 

Walaupun biaya yang tidak sedikit, tapi demi menunaikan ibadah, uang tidak ada apa-apanya. Mungkin juga kita hanya menunaikannya sekali seumur hidup, itu pun jika Allah menghendaki. Saya sendiri juga sering mendengar cerita bahwa ada jamaah calon haji yang sudah meninggal terlebih dahulu sebelum sempat menunaikan ibadah tersebut. Akhirnya dipindahtangankan ke anak-anaknya. 

Ternyata saya juga pernah mendengar cerita seperti itu dari teman. Teman saya tersebut mempunyai tetangga. Tetangganya tersebut telah berumur sekitar 55 tahun dan telah menabung untuk bisa menunaikan ibadah haji dari umur 40 tahunan. Setelah uangnya terkumpul, uang tersebut langsung digunakan untuk mendaftar haji. Menurut pihak travel haji, bapak tersebut akan diberangkatkan sekitar 7 tahun ke depan. Namun setelah 3 tahun mendaftar dan menabung uang untuk perjalanan haji, bapak tersebut sakit dan akhinya meninggal. Akhirnya tiket untuk menunaikan ibadah haji tersebut dipindahtangankan ke anaknya untuk menggantikan bapaknya. Begitulah kita telah berencana namun Allah punya rencana lain. 

Saya sendiri juga punya niat untuk mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk bisa menunaikan ibadah haji. Jika tidak memungkinkan ibadah haji, ibadah umroh juga tidak apa-apa. Karena pada hakikatnya kedua ibadah tersebut tujuannya sama, yaitu untuk beribadah kepada Allah. Namun, namanya juga manusia, kebutuhan yang mendesak ada saja sehingga membuat saya sulit untuk bisa menabung. 

Saya juga pernah mendengar cerita seorang nenek-nenek yang menabung selama puluhan tahun dan akhirnya bisa menunaikan ibadah haji. Walaupun hanya berjualan gorengan, nenek tersebut mampu mengumpulkan uang selama bertahun-tahun untuk melaksanakan ibadah tersebut. Kalau sudah niat dan selalu ikhtiar pasti Allah akan memudahkan jalan ya.

Saya pun dalam batin mengucapkan, “Nenek-nenek yang sudah tidak muda itu saja, punya keinginan kuat agar bisa naik haji. Kenapa saya tidak bisa, ya?”

Senin, 13 Agustus 2018

BARA - Ka'dew Baasith

Sumber Google
"BARA"
By : Ka'dew Baasith

Birukan lagit yang kini muram,
Hangatkan jiwa yang perlahan mulai menghitam.
Api yang membara di dadamu itu,
Dendam kesumat nampak jelas di wajahmu.

Tentang penghianatan, Tentang kekecewaan, Tentang kemarahan.
Darah tak lagi merah, Tulang sedingin besi.
Berjalan memporak-porandakan,
Apa saja, yang membuat hati terpuaskan.
Menusuk, menghujam, menghunus.
Tanpa ampun, tanpa kendali.
Hujan lebat tak ada rasa, air mata tersamar air mengalir.
bengis mencabik, tiada ampun.
Sesal terakhir, aku pergi.

BIODATA PENULIS
Ka'dew Baasith adalah nama pena dari Ika Dewi Kurniawati. Perempuan biasa yang lahir di klaten yang senang menulis puisi. Aktif di FB : Ka'dew Baasith IG :  Kadew Baasith. E-mail : kadewbaasith@gmail.com

Jumat, 10 Agustus 2018

Dingin - Lohanna Wibbi Assiddi

Sumber Jawa Pos
Dingin 
Oleh : Lohanna Wibbi Assiddi

Pagi ini adalah pagi ketigapuluh sembilan aku tidak merasakan dingin, biasanya saat aku mandi maka rasa dingin dari air dan juga hawa pagi aku rasakan, dan aku akan sangat malas untuk mandi karena dingin itu, tapi ini sudah hari ketiga puluh sembilan semenjak aku tidak lagi merasakan dingin. Ada rasa rindu dalam jiwaku untuk kembali merasakan dingin, tapi sampai sekarang aku tidak merasakannya lagi.

Aku rindu saat dingin menelusuri tubuhku, memasuki dagingku kemudian membelai mesra tulang-tulang badanku, aku rindu akan hal itu.Rindu saat dingin mengecup mesra hatiku sehingga hatiku merasa nyaman dan juga menggigil kedinginan. Ada sesuatu yang kurang saat aku tidak merasa kedinginan, dan aku jadi tidak malas untuk mandi, tapi kesejukan air kala aku menyiramkannya pada tubuhku sudah tidak aku rasakan lagi. Tubuhku sudah tidak mau menerima rasa dingin, dalam bentuk apapun.

Biasanya saat tengah malam keatas tubuhku akan merasakan dingin tapi sekarang tubuhku sudah menolak rasa dingin. Satu hari aku mencoba kedinginan dikulkasku, tapi tetap saja dingin yang diciptakan kulkas tidak diterima juga oleh tubuhku. Rasa sejuk yang tercipta dari minuman yang diberi es juga tidak aku rasakan, “seperti aku meminum air putih tanpa tambahan apapun,” jawabku pada Iblis saat dia menannyakan bagaimana rasa es yang dia bawa dari ujung dunia.

“Sejak kapan kamu merasakan hal ini?,” tanya Iblis, tentu dia berubah wujud menjadi manusia tua dengan wajah yang menyejukkan dan berwibawa, semua manusia tidak akan sanggup menatap makluk tuhan yang hidupnya sudah berjuta-juta tahun.

“Setidaknya sekitar tigapuluh sembilan hari yang lalu, darimana kamu satu bulan lamanya kamu tidak datang ketempatku ini?,” tanyaku padanya, saat itu aku duduk diteras kostku, aku sedang mencoba untuk menikmati angin semilir, tapi tetap saja tidak dapat aku rasakan, saat aku melamun, saat itulah Iblis datang secara tiba-tiba, memang dia adalah mahkluk bebas.
“Kamu harusnya bersyukur, kamu tidak perlu repot-repot membeli selimut untuk menghangatkan tubuhmu,” katanya.


Ada juga temanku dari golongan manusia mengatakan hal yang sama dengannya, tapi jika mereka merasakan tubuhku maka pasti mereka akan memilih mati daripada seperti ini. Rasa rindu pada dingin akan membuat mereka berputus asa, kamu tidak akan merasakan kedinginan, kesejukan meminum es kala siang hari yang panas, sensasi mandi pada jam 6 pagi yang begitu dingin, semua rasa itu hilang dan yang ada hanya hampa, mengalir saja tanpa perasaan, “kamu akan merasakan pahitnya tubuhku ini, jika kamu memiliki pasangan kemudian kamu bercinta, dan didalam bercinta itu kamu hanya diam saja, kamu melakukan apa yang cepat membuat kamu keluar, dan setelah keluar kamu dan pasanganmu bertingkah seperti tidak terjadi apapun, dan bahkan saat bercinta kamu dan pasanganmu tidak merasakan cinta, setidaknya kesejukan dalam bercinta,” kataku pada Iblis, dan dia hanya tersenyum sambil meminum es yang dibawanya.

Pada saat hari pertama aku mengira jika hal itu adalah wajar, memang saat itu hawa pagi tidaklah dingin tapi malah sedikit panas, maka aku mengira jika dinginnya air pagi tidak dapat aku rasakan karena memang hawanya sedang panas. Tapi kejadian it uterus berlangsung, bahkan saat aku mandi setelah subuh, tubuku juga tidak merasakan dingin, tubuh saya seolah biasa-biasa saja, tidak menggigil sama sekali, dan saat itulah aku mulai khawatir dengan tubuhku.

Aku sudah pergi ke beberapa dokter tapi mereka semua tidak mengetahui apa yang terjadi dengan tubuhku ini, bahkan ada yang mengatakan untuk mensyukuri karunia tuhan, “tidak merasakan dingin disebut sebagai karunia tuhan?,” tanyaku dalam hati, dan saat itu aku langsung keluar dari ruang praktek dokter itu.

Aku juga sudah pergi kedukun, tapi mereka juga tidak mengetahui kenapa tubuhku ini, hampir semua dukun yang aku datangi mengatakan jika tubuhku sehat-sehat saja dan tidak ada yang salah sama sekali, dan tidak merasakan dingin tidak membuat diriku rusak. “tapi mereka tidak merasakan rindunya tubuh ini pada dingin,” kataku dalam hati, saat aku sowan pada dukun yang dianggap sakti oleh masyarakat di kotaku, tapi dia menjawab dengan jawaban yang sama.

Dan semua usaha untuk membuat aku sembuh sudah aku lakukan, dan tidak ada hasil yang aku temukan, ke psikolog aku menanyakan apakah pikiranku rusak, tapi semua psikolog yang aku datangi mengatakan jika pikiranku baik-baik saja.

“Berikanlah saran untukku, setidaknya aku ingin merasakan sejuknya hatiku saat meminum es itu,” kataku pada Iblis, aku sudah menceritakan segalanya, tapi dia hanya tersenyum tidak menjawab pertanyaanku.

Jika ini sebuah kutukan maka hal itu tidak mungkin terjadi pada diriku, selama dua bulan terakhir aku menjalankan semua perintah agama, aku sering berdiskusi dengan Iblis tapi hal itu tidak membuat diriku kafir dan tidak menyembah tuhan lagi, bahkan saat itu Iblis pernah juga mengajakku untuk solat subuh. Dan semenjak hari itu saya menghormati pribadi Iblis sebagai mahkluk yang iklas dan bertakwa.

Kesalahan yang lain memang ada tapi hal itu wajar, aku sering pacaran dikontrakan kekasihku, dan tentu saat berduaan aku akan melakukan hal yang semacam itu, tapi saya rasa itu bukanlah hal yang menjadi alasan aku mendapat hukuman ini. Jika memang ia tentu akan banyak orang yang memiliki penyakit seperti diriku ini.

Dan apalagi perbuatan yang aku lakukan kecuali hal itu, diskusi sama Iblis, mengerjakan tugas kuliah, mencari makan, beribadah dan kemudian berduaan dengan kekasihku. Kehidupan yang normal dan jika karena salah satu dari itu aku dikutuk oleh tuhan maka saya akan mendebatnya.

“Tanyakan pada dirimu sendiri!,” katanya, hal itu malah membuat diriku bingung.

Setelah mengatakan hal itu dia berpamitan untuk pulang, “aku akan membuatkan gunung emas untuk anakku, dan mempersiapkan pemilihanku nanti,” katanya dan dalam sekejap dia hilang. Lalu aku mencoba berfikir apa yang menyebabkan diriku menjadi aneh semacam ini, aku tidak menemukan alasan yang pas untuk menjawab masalah tubuhku ini. Sementara rasa rinduku pada dingin sudah mulai hilang, aku sudah mulai putus asa, tigapuluh Sembilan hari aku mencoba mencari jawaban atas masalah tubuhku ini dan tidak kunjung aku peroleh.

***
Sekarang hari ke empatpuluh satu, dan saya masih tidak merasakan dingin, saya tidak merasakan nikmatnya meminum es saat panas. Kata dingin sudah aku hapus dalam memori kataku, tidak ada kata dingin, mandi pagi hari, siang hari atau tengah malam bagiku sama saja. Saat aku mandi aku Cuma merasakan belaian yang tidak mesra dari air, dia hanya melewati tubuhku tanpa menghembuskan nafasnya yang kadang mendinginkan diriku dan kadang menyejukkan diriku ini.

Kini aku sudah terbiasa dengan tidak merasakan dingin, aku tidak sibuk mencari obat dan alasan. Kehidupanku normal, setidaknya normal saat aku menghapus kosa kata dingin dari otakku.

BIODATA PENULIS



Saya adalah mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Ponorogo, IAIN ponorogo.Saya mengambil Jurusan Ilmu Alquran dan Tafsir (IAT), selain kuliah saya juga mengikuti salah satu ukm di IAIN Ponorogo ini. Saya aktif di Lembaga pers mahasiswa (LPM) aL-Millah. Selain itu saya juga aktif dalam komonitas kecil “TEMUIRENG” yang konsen membahas isu-isu sosial dan produknya adalah bermacam-macam tulisan, cerpen, artikel, esai, opini, dan puisi .

Nama : LOHANNA WIBBI ASSIDDI
No hp : 085211508718
Alamat : Dusun Purworejo, Desa Mlarak, Kecamatan Mlarak, Kabupaten Ponorogo

Selasa, 07 Agustus 2018

Sumpah Matiku - Annisa Dinda Maulidya



Sumber Google

SUMPAH MATIKU
Oleh : Annisa Dinda Maulidya

Seperti mentari yang bersumpah pada alam..
Untuk selalu menyinari disepanjang usia...
Tak pernah ia meminta balas budi..
Karena ia tau untuk siapa ia diciptakan...


Begitu pula sumpah matiku padamu..
Yang kuucapkan ketika senja di tepi danau...
Ku hantarkan dirimu dan melepas kepergianmu...
Kau hapus ait mataku dan kau sentuh lembut kedua pipiku..
“aku pasti kembali”
Kekuatan yang kau beri padaku dengan satu nafas..
Seketika itu akupun bersumpah untuk selalu menantimu..
Meski tak tau akan berapa lama..


Apakah kau merasakannya ?
Setiap nafas dan detak jantungku selalu terucap namamu..
Kau berikan padaku sebuah pengharapan besar..
Kau janjikan padaku kebahagiaan kita...
Aku sangat mencintaimu...
Akan ku jaga selalu diri ini seperti apa yang kau minta..
Hingga kau kembali menjemputku..
Hidup bersama mimpi-mimpi yang kita rangkai bersama..


Cintaku....
Jikalau penantian ini tak berakhir dengan pertemuan..
Ku mohon kau tetaplah berpegang pada keyakinan..
Mungkin dunia terlalu sempit untuk membangun cinta..
Apabila itu benar terjadi..
Janganlah kau bersedih kekasihku..
Sekalipun raga ini tiada, jiwa ini akan tetap kau rasa...


Wahai kekasihku..
Cintaku padamu akan selalu abadi...
Yang selalu terpanjat dalam setiap doaku..
Walau aku mengerti takdir itu tak pasti..
Tetapi percayalah akan satu hal..
Jika aku bukan jodohmu di dunia, aku adalah jodohmu di syurga...


Kasihku..
Apa kau merasakan rindu ini?
Yang semakin bertambah disetiap detik waktu..
Ku rasakan pedihnya rindu yang tak berbalas..
Ku berlari menuju tepi danau..
Tempat dimana kita terakhir bertemu..
Berteman senja dan kicauan burung yang sangat indah..
Ku tatap langit dan membiarkan air mata ini mengalir..
Kurasakan sangat dekat denganmu..
Karena aku mengerti..
Dimanapun kau berada, kita berteduh di langit yang sama...


kau akan selalu ku jaga...
hatimu..
cintamu...
sebuah sumpah yang akan ku pegang dengan teguh..
segeralah kembali ....
wahai cinta matiku...

BIODATA PENULIS :


C:\Users\ASUS\Downloads\5b3edd55e38c2.jpg

Seorang mahasiswa bernama Annisa Dinda Maulidya berumur 20 tahun. Dia merupakan mahasiswa jurusan psikologi. Tempat tinggal nya berada di Perum. Bumi Mondoroko Raya Blok AH’11, Singosari, Kab.Malang. Mempunyai media sosial antara lain whatsapp 081233880810. Dia juga mempunyai akun Email : annisa_dnd02@yahoo.com.




Sabtu, 04 Agustus 2018

Menggugat Kuasa - Rizka Hidayatul Umami






“Kau adalah jelmaan dari konstruksi kuasa, juga aku. Kuasa memang ambigu, ia menjalankan pengekangan sekaligus tawaran kebebasan.”  Kacamatamu agak turun menutupi hidung.
***
Kacamata itu masih setia menemani pergumulannmu dengan buku dan layar komputer. Secangkir kopi instan dan beberapa gorengan semakin sering menjadi hidanganmu. Dari sebuah ruangan berpendingin yang baru saja selesai proses pengerjaannya, kau dilahirkan ke dunia yang fana ini dengan cerita berdarah-darah.
Setiap detik, menit menuju jam, kemudian hari menuju bulan di tahun ini, akan banyak hal yang kau lalui dalam sebuah ruang berukuran 5x6 m, bersama para bakal calon peneliti muda yang lain. Kau akan mencari, menemukan, mengambil sampel, menentukan hipotesa, dan hal-hal lain yang harus kau kerjakan dalam ruang berkarpet merah itu.
Malam ini kau maya dalam segala bias yang coba kau uraikan. Tidak ada kesan cintamu pada buku-buku yang tebalnya lebih dari 300 halaman itu. Pandanganmu kosong, posisi dudukmu hanya bersandar lemah tak bergairah. Jaket coklat yang kau gunakan, lusuh. Wajahmu kembali berminyak dengan kadar yang lebih pekat dari biasanya.
Ada apa denganmu?” Tapi kau diam saja, bahkan tidak melempar apapun padaku. Layar laptop di depanmu pun hanya diam, tidak kau ijinkan menyala dan menyela lamunanmu.
Kau masih belum beranjak. Sementara jam dinding tidak sudi mengabadikan layar imajimu. Tiba-tiba kau mengambil headset dari balik saku celana. Menghubungkannya dengan gadget dan memutar satu lagu yang kau gandrungi, Deep Purple ‘Soldier of Fortune’. Kau merasa lagu itu mewakili keadaanmu sekarang. But I feel I’m growing older, tak lagi punya asa yang cukup, bahkan sekedar mimpi menggenggam masa depan.


Kau tak banyak bicara, binar matamu, nyalanya pecah. Petualangan yang kau jalani seperti sudah hangus tapi tak pernah selesai. I guess I’ll always be a soldier of fortune, menjadi tunduk dan tak pernah punya kuasa atas kedirianmu. Sampai sepersekian menit berselang, kau menggapai secangkir robusta yang mulai dingin di sudut meja. Tinggal setengah cangkir dan seruputmu menggoyangkan lebih banyak ampas di dalamnya.
“Apa lidahmu tak kelu dengan pahit yang demikian kecut?”
“Bahkan sekiranya seluruh tubuhku kelu, aku tetap tidak bisa mengupas tuntas ketidakadilan yang terjadi. Kesewenangan itu… ah..”
“Come lay with me now… although you wandered without me, setidaknya aku tak memberi gubahan yang berarti.” Dan pelukan pertamamu memberhentikan pelik sejenak.
***
Kemelut itu, kau yang rasai sendiri. Bersama dengan beberapa staff lain memungut sejarah demi sejarah, data-data baru, temuan-temuan yang menggugat para pemangku sejarah lama. Hingga pada capaian selanjutnya, kau tidak hanya bergelut dengan hal-hal yang abstrak itu, tapi juga dengan para pemangku kebijakan di institusi yang sama-sama kita tempati.
Tapi tak semudah apa yang kunarasikan. Segalanya menjadi kian berdarah-darah. Perseteruan antar kubu menjadi jelas mengikatmu. Basis keilmuanmu menjadi ambigu. Secara tidak sadar kau mendaku diri, bersanding dengan kubu yang kau yakini punya komitmen lebih dalam pergolakan ilmu pengetahuan.
“Menjadi intelektual juga menuntutmu melacur?”
“Aku tidak punya pilihan.”
“Sejujurnya aku tidak tahu apa itu pilihan. May be you would say that everytime. Sebagai pembenar?”
“Itu akan jadi konsekuensinya.”
Aku tidak lagi mengenalmu, setelah itu. Kita berdua saja duduk seperti mendengar lantunan sajak Sapardi tempo hari, tanpa sepatah kata. Mungkin sesekali mendengar keresahanmu keresahanku tanpa suara. Dan aku benci harus jujur padamu tentang ketidakberdayaanku melarang, membujuk, atau sekedar mengingatkanmu untuk tak melacur demi mereka. “Aku tetap merasa itu bukan pilihan.”
Lagi-lagi kau menepis. Perempuanmu demikian sama dan aku menjadi perempuan kedua yang tak layak mengajari apa-apa. Hanya ada dua pilihan, katamu. Menjadi intelektual atau tidak sama sekali. Tapi tidak ada kata melacur dalam dua putusan itu. Lagi-lagi kau bersikeras menyangkaliku.
“Sudah kubilang berulang kali. Kau adalah jelmaan dari konstruksi kuasa, juga aku. Kuasa memang ambigu, ia menjalankan pengekangan sekaligus tawaran kebebasan.”  Kacamatamu agak turun menutupi hidung.
“Tawaran mana lagi yang bisa membuatku bertahan dari penggusuran selain ini? Tidak ada yang lebih competable selain ia yang saat ini kupilih. Sudah begitu saja.”
Jatah bicaraku telah habis dalam derab siksamu. Mungkin kebodohan ini membuatku tak begitu terima dengan logika peran yang kau ambil. Tapi demi apapun, kau sadar menggugatnya. Meski terlanjur melacur bersama mereka, golongan yang kukisahkan sebagai para resi. []


Nama               : Rizka Hidayatul Umami, Pengasong di Sadha
Alamat             : RT.02/RW.01, Contong, Ngunggahan, Bandung, Tulungagung
Fb                    : Rizka Hidayatul Umami / Tacin
IG                    : @morfo_biru
Twitter             : @morfo_biru
Blog                : rizkatacin.blogspot.com (morfo biu)
No. Hp            : 085735999501