Sabtu, 21 Juli 2018

Nasihat Papa (Hari Pertama Kelas XII) – Kavian&KaviraStory Oleh: Yoon





“Kakak sudah siap?”
Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaan papa. Pagi ini aku tepat menjadi anak kelas XII di SMA teladan diJogja. Hari pertama, suasana baru tentunya.
Dan karena itu, dengan spesial papa mengantar kami. Tentu saja aku hanya pasang pose cool. Yup. Kavira harus selalu tampil sempurna. Gak tahu kalau Kavian.
“Kavian mau bareng? Atau berangkat sendiri?” Tak lupa papa menanyai adikku yang manja tak ketulungan itu.
“Bareng donk, Papa. Masa Vira aja yang ditawarin. Papa pilih kasih nih lama-lama. Ma, Papa nakal.”
Papa dan Mama hanya tertawa kecil melihat tingkah putra mereka. Kalau aku sih hanya mendengus kecil. Ada saja ulah King Drama ini.
“Oke, adek bareng sama Papa dan Kakak.” Mama menengahi.
Dengan heboh Kavianbersorak. Dia memang begitu. Berbanding terbalik dengan tampangnya yang tampan. Tapi kelakuan serampangan.
Tak lama kami sudah berada di mobil papa. Aku memilih duduk di belakang dan Kavian duduk di depan. Kan aku perempuan, harus dilindungi.
Sepanjang perjalanan aku hanya  menikmati pemandangan kanan dan kiri. Aku tak terlalu mendengarkan apa percakapanpapa dan Vian. Bagiku, pemandangan jalanan lebih indah. Jarang sekali bisa memperhatikan seperti ini. Ya, karena aku dan Vian lebih sering berangkat menggunakan trans Jogja. Dan itu membuatku harus waswas turun di halte berapa. Jangan tanyakan Kavian, ia hanya menurut saja kubawa kemana- mana.
“Kak, udah sampai weh. Gak mau turun?”
Aku menoleh ke depan saat mendengar Kavian berseru dengan sedikit jengkel. Oke. Mungkin aku terlalu menikmati perjalanan.
“Kakak melamun terus, Pa. Mengkhawatirkan.” Mulai lagi opera sabunKavian. Aku hanya memutar bola mata. Dan papa tertawa.
“Selama tidak ada adegan senyum-senyum sendiri mah, oke ajaDek.”
Nah ini si papa juga malah nambah-nambah. Aduin mama biar pada tahu rasa. Awas aja
“Ya udahadekduluan turun ya, Pa. Kakak sepertinya masih betah sama jok kesayangannya,” Vian membuka pintu dan turun duluan. Sebelumnya ia sudah cium tangan papa dulu kok.
“Pa, Vira juga mau—”
“Sebentar, Kak.”
Aku duduk kembali begitu mendengar papa hendak berbicara serius. Jarang loh papa memotong pembicaraan, kalau tidak ada hal penting.
“Iya, Pa?”
“Kalian sudah kelas dua belas, ya. Sebentar lagi ujian. Tolong kamu jaga adikmu dengan benar ya. Walaupun dia manja, tapi dia tetap punya sisi laki-laki remaja pada umumnya. Kan kita gak bisa mengawasi 24 jam dia bergaul sama siapa. Jadi, tolong lebih detail lagi mengawasi gerak geriknya. Jangan sampai dia nakal seperti ayah kalian.”
Papa menasihati panjang lebar. Aku cuma bisa senyum saja. Heuh, di sini yang harus dijaga itu aku. Kan aku perempuan. Bukan malah si bontot yang banyak tingkat itu. Tapi, iyainaja demi papa. Toh papa benar 1000%.
“Iya, Pa. Vira bakal jaga Vian. Lagian ya, Pa, ayah itu kan nakalnya baik. Masih punya prestasi kok.”
Papa menggeleng. “Yang namanya nakal gak ada yang baik, Kak. Ayahmu baik karena mamamu yangmendidiknya juga.”
Kembali aku terkekeh kecil. Oke. Kata mama, trackrecord papa dan Ayah Tristan memang kurang baik dulu. Jadi, wajar saja jika sisa-sisa perseteruan itu masih ada.
“Iya, Pa, iya. Vian mau berangkat dulu, Pa.” Aku bergegas mencium tangan papa. Sebenarnya aku masih mau mendengarkan nasihat papa, hanya saja Vian sudah berisik mengetuk kaca mobil.
Kembali kuingatkan. Jangan kagum dengan tampang adikku itu. Biar dia tampan, tapi dia serampangan. Terlebih pada aku, kakaknya.
“Hati-hati ya, Kak. Belajar yang benar. Nanti kalian bakal dijemput mama,” aku hanya mengacungkan jempol membalasnya.
“Lama bener.”
Pertama keluar mobil, yang kudapat adalah muka bete adik tersayangku ini. Dengan sedikitsenyum aku membalasnya. Tak lupa tanganku mengusap surainya pelan. Aku jarang sekali seperti ini. Jujur, kalau sudah pulang sekolah, aku lebih suka berdiam diri di kamar. Dan kalau sudah terlalu lama berdiam diri, Vian biasanya akan merusuh.
Yeah, dia punya kunci cadangan pintu kamarku, begitu pula aku. Jadi, sudah biasa bagi dia untuk merecoki istanaku.
“Gitudonk, Kak. Adeknya disayang. Masa dijutekin terus,”sambil memejamkan mata ia berseloroh.
Aku hanya terkekeh kecil. 18 tahun hidup bersama, banyak hal sudah kulewati bersama dia. Segala gerak-geriknya juga sudahkuhafal. Dan, selama itu pula, tak sekali pun aku tak sayang padanya. Mungkin aku terkesan cuek, tapi sebisa mungkin, aku tak pernah lepas perhatian padanya.
“Ayo masuk, Manja. Dasar keenakan.”
Setelah membuka mata ia mencebikkan bibir lagi.Imut sekali wajahnya.
“Eh, maaf, Kak.”
Langkah kami sama -sama terhenti saat ada siswi berseragam putih biru menabrak Kavian dari samping. Ia menatap kami takut. Uh, apalagi tampangku sudah menyeramkan. Well, diam – diam aku tak suka jika ada yang menyentuh adikku sembarangan. Terlepas dari kesengajaan atau tidak.
“Eh. Oke. Lain kali hati - hati.” Kavian memberi tatapan lembut pada siswi itu.
Tak lama ada siswi lain yang menyusul. Mereka membungkuk sekilas sebelum buru - buru ke aula. Sayangnya aku sempat mendengar mereka berbisik.
“Duh itu masnya ganteng banget.”
Nah kan! Heran sama Kavian. Papa mama memberi formula apa sehingga aku bisa punya adik setampan dia. Untung dia belum pernah pacaran. Hampir sih, tapi langsung disidang papa, mama dan aku.
Aku menatap Kavian. “Ingat! Gak ada gebet adik kelas ya, Vian!”
Ia hanya terkekeh pelan. Tuh kan, terkekeh pelan aja tampan sekali.
“Iya, Jutek.” Vian menarik hidungku sebelum merangkulku untuk berjalan bersama menuju kelas kami.
Yep. Waktunya menjadi senior yang paling senior di HighSchool ini.
Salam jutek manja dari Kavira yang selalu sempurna.
*Fin*


Biodata Penulis

Silakan panggil dia Yoon. Boleh kalau mau kontak di yunicahya3@gmail.com. Kalau meetup juga boleh, dia masih anak Jogja.
“Do everythingwhatmakeyouhappy, Dude.” Hidup hanya sekali. Bahagialah selagi bisa diusahakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.