“Kakak
sudah siap?”
Aku
hanya mengangguk menjawab pertanyaan papa. Pagi ini aku tepat menjadi anak
kelas XII di SMA teladan diJogja. Hari pertama, suasana baru tentunya.
Dan
karena itu, dengan spesial papa mengantar kami. Tentu saja aku hanya pasang
pose cool. Yup. Kavira harus selalu
tampil sempurna. Gak tahu kalau Kavian.
“Kavian
mau bareng? Atau berangkat sendiri?” Tak lupa papa menanyai adikku yang manja
tak ketulungan itu.
“Bareng
donk, Papa. Masa Vira aja yang ditawarin. Papa pilih kasih nih lama-lama. Ma,
Papa nakal.”
Papa
dan Mama hanya tertawa kecil melihat tingkah putra mereka. Kalau aku sih hanya mendengus
kecil. Ada saja ulah King Drama ini.
“Oke,
adek bareng sama Papa dan Kakak.” Mama menengahi.
Dengan
heboh Kavianbersorak. Dia memang begitu. Berbanding terbalik dengan tampangnya
yang tampan. Tapi kelakuan serampangan.
Tak
lama kami sudah berada di mobil papa. Aku memilih duduk di belakang dan Kavian
duduk di depan. Kan aku perempuan, harus dilindungi.
Sepanjang
perjalanan aku hanya menikmati
pemandangan kanan dan kiri. Aku tak terlalu mendengarkan apa percakapanpapa dan
Vian. Bagiku, pemandangan jalanan lebih indah. Jarang sekali bisa memperhatikan
seperti ini. Ya, karena aku dan Vian lebih sering berangkat menggunakan trans
Jogja. Dan itu membuatku harus waswas turun di halte berapa. Jangan tanyakan
Kavian, ia hanya menurut saja kubawa kemana- mana.
“Kak,
udah sampai weh. Gak mau turun?”
Aku
menoleh ke depan saat mendengar Kavian berseru dengan sedikit jengkel. Oke.
Mungkin aku terlalu menikmati perjalanan.
“Kakak
melamun terus, Pa. Mengkhawatirkan.” Mulai lagi opera sabunKavian. Aku hanya
memutar bola mata. Dan papa tertawa.
“Selama
tidak ada adegan senyum-senyum sendiri mah, oke ajaDek.”
Nah
ini si papa juga malah nambah-nambah. Aduin mama biar pada tahu rasa. Awas aja
“Ya
udahadekduluan turun ya, Pa. Kakak sepertinya masih betah sama jok
kesayangannya,” Vian membuka pintu dan turun duluan. Sebelumnya ia sudah cium tangan
papa dulu kok.
“Pa,
Vira juga mau—”
“Sebentar,
Kak.”
Aku
duduk kembali begitu mendengar papa hendak berbicara serius. Jarang loh papa
memotong pembicaraan, kalau tidak ada hal penting.
“Iya,
Pa?”
“Kalian
sudah kelas dua belas, ya. Sebentar lagi ujian. Tolong kamu jaga adikmu dengan
benar ya. Walaupun dia manja, tapi dia tetap punya sisi laki-laki remaja pada
umumnya. Kan kita gak bisa mengawasi 24 jam dia bergaul sama siapa. Jadi,
tolong lebih detail lagi mengawasi gerak geriknya. Jangan sampai dia nakal
seperti ayah kalian.”
Papa
menasihati panjang lebar. Aku cuma bisa senyum saja. Heuh, di sini yang harus
dijaga itu aku. Kan aku perempuan. Bukan malah si bontot yang banyak tingkat
itu. Tapi, iyainaja demi papa. Toh papa benar 1000%.
“Iya,
Pa. Vira bakal jaga Vian. Lagian ya, Pa, ayah itu kan nakalnya baik. Masih
punya prestasi kok.”
Papa
menggeleng. “Yang namanya nakal gak ada yang baik, Kak. Ayahmu baik karena
mamamu yangmendidiknya juga.”
Kembali
aku terkekeh kecil. Oke. Kata mama, trackrecord
papa dan Ayah Tristan memang kurang baik dulu. Jadi, wajar saja jika sisa-sisa
perseteruan itu masih ada.
“Iya,
Pa, iya. Vian mau berangkat dulu, Pa.” Aku bergegas mencium tangan papa. Sebenarnya
aku masih mau mendengarkan nasihat papa, hanya saja Vian sudah berisik mengetuk
kaca mobil.
Kembali
kuingatkan. Jangan kagum dengan tampang adikku itu. Biar dia tampan, tapi dia
serampangan. Terlebih pada aku, kakaknya.
“Hati-hati
ya, Kak. Belajar yang benar. Nanti kalian bakal dijemput mama,” aku hanya
mengacungkan jempol membalasnya.
“Lama
bener.”
Pertama
keluar mobil, yang kudapat adalah muka bete
adik tersayangku ini. Dengan sedikitsenyum aku membalasnya. Tak lupa tanganku
mengusap surainya pelan. Aku jarang sekali seperti ini. Jujur, kalau sudah
pulang sekolah, aku lebih suka berdiam diri di kamar. Dan kalau sudah terlalu
lama berdiam diri, Vian biasanya akan merusuh.
Yeah,
dia punya kunci cadangan pintu kamarku, begitu pula aku. Jadi, sudah biasa bagi
dia untuk merecoki istanaku.
“Gitudonk,
Kak. Adeknya disayang. Masa dijutekin terus,”sambil memejamkan mata ia
berseloroh.
Aku
hanya terkekeh kecil. 18 tahun hidup bersama, banyak hal sudah kulewati bersama
dia. Segala gerak-geriknya juga sudahkuhafal. Dan, selama itu pula, tak sekali
pun aku tak sayang padanya. Mungkin aku terkesan cuek, tapi sebisa mungkin, aku
tak pernah lepas perhatian padanya.
“Ayo
masuk, Manja. Dasar keenakan.”
Setelah
membuka mata ia mencebikkan bibir lagi.Imut sekali wajahnya.
“Eh,
maaf, Kak.”
Langkah
kami sama -sama terhenti saat ada siswi berseragam putih biru menabrak Kavian dari
samping. Ia menatap kami takut. Uh, apalagi tampangku sudah menyeramkan. Well, diam – diam aku tak suka jika ada
yang menyentuh adikku sembarangan. Terlepas dari kesengajaan atau tidak.
“Eh.
Oke. Lain kali hati - hati.” Kavian memberi tatapan lembut pada siswi itu.
Tak
lama ada siswi lain yang menyusul. Mereka membungkuk sekilas sebelum buru -
buru ke aula. Sayangnya aku sempat mendengar mereka berbisik.
“Duh
itu masnya ganteng banget.”
Nah
kan! Heran sama Kavian. Papa mama memberi formula apa sehingga aku bisa punya
adik setampan dia. Untung dia belum pernah pacaran. Hampir sih, tapi langsung
disidang papa, mama dan aku.
Aku
menatap Kavian. “Ingat! Gak ada gebet
adik kelas ya, Vian!”
Ia
hanya terkekeh pelan. Tuh kan, terkekeh pelan aja tampan sekali.
“Iya,
Jutek.” Vian menarik hidungku sebelum merangkulku untuk berjalan bersama menuju
kelas kami.
Yep.
Waktunya menjadi senior yang paling senior di HighSchool ini.
Salam
jutek manja dari Kavira yang selalu sempurna.
*Fin*
Biodata Penulis
Silakan panggil dia Yoon. Boleh kalau
mau kontak di yunicahya3@gmail.com.
Kalau meetup juga boleh, dia masih anak Jogja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.