Sabtu, 30 Desember 2017

Pentingnya Kartu Nama Bagi Seorang Penulis




Sekarang ini banyak orang yang menjadikan menulis sebagai pekerjaan tetap dan sumber penghasilan sehari-hari. Bagaimana tidak, fee yang didapatkan dari menulis juga cukup menggiurkan. Simpel saja, seorang penulis artikel bisa mendapatkan uang 5.000 rupiah sampai 10.000 rupiah per artikel yang dijual bisa dijual pada orang. Biasanya orang yang membeli adalah pemilik sebuah blog yang membutuhkan artikel untuk mengisi blog nya.

Nah untuk penulis buku atau novel, jika buku yang kita tulis diterbitkan oleh penerbit dan laris dipasaran, bayangkan royalty yang akan didapat oleh seorang penulis. Itulah yang menyebabkan banyak orang tergiur menjadi seorang penulis. Yang tadinya dari hobi, bisa menghasilkan uang.

Untuk memperlihatkan sisi professional dari penulis, salah satu yang dibutuhkan adalah sebuah kartu nama. Kenapa demikian? Karena jika kita memiliki kartu nama, maka orang akan memandang kita sebagai seorang penulis yang professional, bukan abal-abal. Apa saja kiat-kiat untuk membuat kartu nama. Bagi kalian yang belum mempunyai kartu nama, yuk simak tipsnya.



                                            
 1. Cantumkan Informasi yang Jelas
Kartu nama berfungsi untuk memudahkan seseorang jika ingin menghubungi kita. Jadi buatlah kartu nama yang jelas mencantumkan data informasi tentang kita. Seperti nama lengkap, alamat, nomor telepon. Nah di era modern dan canggih seperti ini, orang pasti suka dengan yang nama sosial media. Jadi cantumkan juga akun sosial media dalam kartu nama, ini bisa memudahkan juga jika seseorang ingin memeriksa latar belakang kita.
Mereka juga akan lebih percaya dengan melihat akun-akun sosial media kita. Tapi gunakan sosial media yang tidak alay ya. Pakai nama asli kita, atau biasanya kan penulis punya nama pena tuh, bisa juga pakai nama pena.

2. Buatlah Kartu Nama Simpel dan Menarik
Ini adalah salah satu poin penting yang harus diperhatikan ketika membuat kartu nama. Kartu nama harus menarik dan mencuri perhatian ketika kartu itu diberikan pada seseorang. Nah, untuk itu, ketika membuat kartu nama berikan detil yang berkesan pada kartu nama kalian.
Jangan membuat kartu nama yang terlalu ramai dengan hiasan-hiasan, akan menampakkan sisi yang tidak professional kalian. Untuk penggunaan warna yang paling banyak dan netral adalah putih dan hitam. Tapi tidak menjadi patokan juga jika kalian ingin memakai warna lain. Tentukn warna sesuai dengan kesukaan kalian, warna elegan mungkin akan menarik perhatian juga, hehe.


                                                         Sumber : Google

3. Dompet Untuk Kartu Nama
Kenapa harus ada dompet kartu nama? Ya iyalah, setelah kalian punya kartu nama, pastikan untuk menyimpannya di dalam dompet kartu nama. Supaya memudahkan kalian untuk mencarinya jika suatu saat bertemu dengan seseorang yang penting, misalnya penerbit atau agency yang meminta kartu nama kalian. 
Dompet kartu nama juga memudahkan kalian dalam membawanya ke mana-mana. Karena secara umum, bentuk dari dompet warna itu simple dan muat di dalam tas. Jadi kartu nama kalian akan rapi dan tidak tercecer di dalam tas. Jadi, kartu nama kalian akan rapi dan tidak tercecer di dalam tas, hehehe. Sekarang ini banyak model dompet katu nama, warna, dan kualitas yang ditawarkan di pasaran. Menyesuaikan dengan harga juga sih, hehe. Kalian bisa memilih dompet kartu nama sesuai dengan kebutuhan masing-masing. 

4. Cara Memberikan Kartu Nama Pada Seseorang
Poin terakhir lebih mengacu pada etika ketika memberikan kartu nama, atau bisa ketika kita menerima kartu nama dari orang lain. Alangkah baiknya jika kita menggunakan kedua tangan ketika memberika kartu nama atau menerima kartu nama.
Nah, ketika memberikan kartu nama, inilah pentingnya dompet khusus untuk menyimpan kartu nama. Supaya kita bisa langsung cepat menemukan kartu nama kita dan memberikan pada orangnya. Kan gak mungkin harus obrak-obarik seluruh isi tas hanya karena kartu nama nyelip di tas. Itu buang-buang waktu, apalagi jika orang yang kita temui jam terbangnya tinggi.

Nah, itu tadi tips yang bisa saya berikan jika kamu ingin membuat kartu nama. Jangan lupakan poin-poin pentingnya ya. Siapa tahu ketika sedang di toko buku atau di tempat lain kamu bertemu dengan penerbit terkenal dan beliau berencana menerbitkan buku kalian, tentunya kartu nama dibutuhkan dong, hehe. Supaya mereka tahu jika kalian penulis professional. Semoga artikel ini bermanfaat

Jumat, 29 Desember 2017

Senja itu Kamu “Adhyastha Cetta” - Siti Nurfadilah


Senja itu Kamu “Adhyastha Cetta” Rindu bagiku adalah ketika aku duduk sendirian di bawah rona jingga sang senja. Mengenang setiap tawa khas dari bibirmu. Masih terngiang dalam memori ingatanku saat kamu memegang erat tanganku, menatap lekat jauh ke dalam mataku, dan berjanji “Aku akan kembali untukmu, untuk melanjutkan potongan kisah yang kita lewati hari ini”. Dan aku menunggu hingga detik ini .... 
 *** 
Pertemuanku di mulai waktu itu, saat Ibu menyuruhku mengantar jajanan khas kota Ciamis ke salah satu kedai langganannya yaitu “Kedai Mang Asep”. Ayuhan sepedaku berhenti tepat di depan kedainya. Laki-laki setengah baya tersenyum memandangiku. Aku membalasnya. “Eh neng Arini, panjang kawih, kumaha damang atuh? biasana indung anjeun ngajaga muterna” “Ibu sedang sibuk mang, mang titip sepeda bentar ya?” pintaku “Sok atuh neng” Syukurlah tak banyak pengunjung sore itu. Aku berlarian dengan bertelanjang kaki di bibir pandai, rambutku terombang-ambing, tergerai indah di terpa sang bayu. Sang senja pun turut menari. Menyumbang coretan crayoon di langit sore. Braaaaakkkkkkkk!!! “Maaf, maaf” ucapnya tergesa “Iya tidak apa-apa” jawabku sambil mengibaskan rokku yang kotor oleh pasir pantai Aku dan dia menikmati senja sore yang elok itu, berdua. Awal pertemuan yang indah di bawah pendar sinarnya. 
 *** 
Lambat laun kedekatan antara kita terjalin. Dia selalu goreskan sajak indah dalam jiwaku. Dunia sempat terhenti. Dia terdiam. Ku tengok lekat wajahnya, dan teduh, aku rasakan. Aku tersenyum dan semua kembali normal. Pernah seketika aku dan dia mengalami kecelakaan di sebuah persimpangan jalan. Aku terpelanting jauh dari tempat kejadian. Sementara dia berada di tempat yang sama, terjatuh bersama sepedaku. Dia kritis. Kepalanya terbentur trotoar saat itu. Aku menangis. Waktu berjalan begitu lambat. Seminggu, dua minggu, tiga minggu, ia masih dalam keadaan koma. “Memang ini salahku, harusnya aku tak perlu mengajaknya pergi, sekedar untuk melihat senja” tangisku pecah di samping ranjangnya.
 *** 
Aku percaya keajaiban dan juga takdir. Keajaiban yang menyembuhkannya. Dan takdir membawanya pergi. Ingin ku menyangkal takdir itu. Aku bisa. Namun terlepas dari genggaman. Dia pergi, katanya akan segera kembali seperti janjinya. Ia meninggalkan sebuah sepeda untukku. Dia bilang “Itu hadiah untukmu, anggap saja itu diriku. Jika rindu, kayuh sepeda itu. Ia akan membawamu kepada senja. Kau bisa nikmati senja itu, bersamaku. Meski aku tak berada di sampingmu. Kita melihat langit yang sama. Begitupun dengan senja”
 *** 
Hingga tahun pertama pertemuan kita, aku masih menikmati senja sendirian. Di tahun kedua pun masih tetap sama. Aku masih setia menunggu. Tahun ketiga .... Rasanya pun masih sama, seperti tahun pertama dan kedua. Ada rasa ingin menyerah. Tapi janji itu .... “Aku akan kembali untukmu, untuk melanjutkan potongan kisah yang kita lewati sekarang” Aku masih berharap perihal janji itu, senja dan juga kita. Aku adalah Arini, yang masih merindumu, menunggumu penuhi semua janjimu, yang masih percaya dengan keajaiban dan juga takdir. Aku adalah Arini, yang masih bertemankan senja layaknya bunga camellia merah muda yang kelopaknya mudah terbawa angin. “Adhyastha Cetta” di samping diriku, senja juga merindukanmu. Senja di pantai Pangandaran. Aku harap kau akan datang, di akhir penantianku. 
 ***




Biodata
Siti Nurfadilah gadis kelahiran Surabaya, 27 September 1997. Penulis aktif di sebuah komunitas yaitu Love Suroboyo. Menulis adalah sebuah hobby yang menjadi pengisi di waktu luangnya, dan di luar pekerjaannya sebagai customer service. Beberapa karyanya pernah dimuat dalam antologi puisi dan cerpen Meditasi Tulang (Oase Pustaka, 2017), Nokturne (Kaifa Publishing, 2017),  Sajak Payung Mendung (2017), Apa Kabar Kekasih? (2017), dan novel pertamanya “A,K,&S” (Kaifa Publishing, 2017).
Penulis bisa di hubungi melalui surel: sitinurfadilah50@yahoo.com , facebook: Diielah,  instagram: @diielah .







Rabu, 27 Desember 2017

Selamat Fajar Surakarta - Muhammad Lutfi

Selamat Fajar Surakarta
Oleh: Muhammad Lutfi
Pagi sekali mata ini terbuka
Keduanya terasa berat masih mengantuk
Tangan masih gemetar kaku
Tubuh terduduk lemas lunglai tak berdaya
Jam berapakah ini?
Segera kujabat tangan dari pemilik rumah
Aku keluar menelusuri jalan
Yang masih terlihat sedikit gelap
Lampu-lampu hanya menyala remang-remang
Toko dan warung masih tertutup pintu besi bergembok putih
Naik, tak apalah sekali
Namun turun, jalanan menggelincir dayaku
Hanya beberapa saja. Pedagang dan anaknya yang berjualan menunggu pelanggan
Makanan yang dijual ditempatkan di ubin yang masih keras
Lalu kubuka kunci dari pintu samping sambil menaiki anak tangga




BIODATA
G:\Pictures\BBM\IMG_20161011_133119.jpg

Nama penulis Muhammad Lutfi. Bertempat tinggal di Desa Tanjungsari, RT.01/ RW.02,
Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah.
E-mail saya ajidika69@yahoo.com. Lahir di Pati, tanggal 15 Oktober 1997
IG; jenarlutfi18. No.Hp: 081391444664. Fb: Muhammad Lutfi.
Berstatus sebagai pelajar di Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Negri Sebelas Maret Surakarta.
Karyanya terangkum dalam; kumcer Nahima Press (2015),
Antologi Puisi Tuas M Publisher (2016), dan Antologi Puisi Bebuku Publisher (2016),
serta Antologi para penyair Indonesia di Hari Puisi Indonesia yang bertempat di Taman Ismail
Marzuki, Jakarta (Matahari Cinta Samudra Kata, 2016).
Memenangkan Lomba penulisan puisi di SELEKTAS UNS juara II (2015),
serta dalam buku Antologi SAJAK para mahasiswa 2015 dan 2016.
Mempunyai hobi menulis, membaca, dan jalan-jalan.
Cerpennya terangkum dalam Kumpulan Cerita Mini, Penerbit Harasi (2016).

Selasa, 26 Desember 2017

SIMPAN AKU DALAM BUKU HARIANMU - Misnoto




SIMPAN AKU DALAM BUKU HARIANMU
By : Misnoto
1/
simpan aku dalam buku harianmu,
biar kau ingat dengan sepotong janji itu
meskipun nanti kau sudah tak berdaya
menjalankan tahtamu itu


simpan saja baik-baik buku itu,
biar dibaca anak cucumu.


2/
simpan aku dalam buku harianmu,
bukan untuk mengenangku
namun sesuatu itu biar terkenang
lalu, suara itu tak lagi berdusata


apakah ini akhir pertemuan kita?
setelah syahadat akhir kau baca
namun terbata-bata karena janjimu.


Biodata Penulis



Misnoto, mahasiswa jurusan Matematika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang asal Pulau Giliraja,
Sumenep, Madura. Saat ini tinggal di Gubuk Literasi dan Diskusi Mahasiswa Intelektual (Mantek),
Jl. Raya Candi 137 A, Karangbesuki, Sukun, Kota Malang.

Sabtu, 23 Desember 2017

Genderang - Muhammad Lutfi

Genderang
Karya : Muhammad Lutfi


Genderang
Rang…rang…rang
Genderang
Rang…rang…rang
Puisiku menghimbau semesta
Imajinasi tatawarna
Beku
Kosong
Byar….. ada
Genderang
Rang…rang…rang
Rangkaian peristiwa
Lakon wayang maupun tragedi yunani
Di jawa beribu-ribu filosofi
Rang…rang…rang
Genderang





Biodata


D:\foto\BBM\IMG_20161014_063730.jpg


Nama Muhammad Lutfi. Tinggal di Desa Tanjungsari, RT.01/ RW.02, Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah.
E-mail saya ajidika69@yahoo.com. Lahir di Pati, tanggal 15 Oktober 1997. No.Hp: 081225854416. Fb: Muhammad Lutfi.
Sekarang berstatus sebagai Mahasiswa di Fakultas Ilmu Budaya, Prodi Sastra Indonesia, Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta.
IG; jenarlutfi18.

Minggu, 17 Desember 2017

Alunan Nada Hitam - Nur Ayni

Alunan Nada Hitam
Gemuruh suara tepuk tangan, menggema ke segala penjuru ruang pertunjukan. Seorang pemuda yang berada di tengah ruangan, dengan biola di tangannya, memberi hormat pada seluruh penonton di hadapannya. Pertunjukannya kali ini sukses besar. Hampir seluruh kursi penonton terisi penuh. Pemuda dengan biolanya mengumbar senyum penuh kemenangan. Tak disangka, hujatan dari orang-orang akan membawanya menuju kesuksesan.
“Selamat, kau sukses besar, Steve,” ucap seorang pria bertubuh gempal pada sang pemuda.
Pemuda  bernama Steve itu hanya membalasnya dengan senyuman hangat. Beberapa gadis memberinya buket bunga mawar, tak ada alasan untuk menolaknya, Steve lebih memilih menerima bunga-bunga mawar itu dengan lapang dada. Steve agak kewalahan dengan bunga-bunga di tangannya. Biola yang ada di tangannya, enggan ia tanggalkan. Pemuda tampan itu lebih memilih menanggalkan buket-buket mawar tak berguna itu di kursinya. Suasana ruang pertunjukan masih ramai. Hari ini tak hanya Steve saja yang tampil, melainkan beberapa musisi hebat lainnya juga ikut memeriahkan pagelaran bulanan di kota.  Steve yang seorang pebiola profesional di kotanya, diundang secara khusus oleh sang Gubernur.
“Kau hebat, Steve,” ucap Pak Gubernur saat mengundang Steve secara langsung di kediamannya.
Steve tak bisa menolak, ia juga ingin menujukkan pada dunia bahwa ia bisa, ia hebat, ia bukan pebiola lemah seperti yang orang-orang pikirkan. Pemuda itu akan menunjukkan permainan hebatnya, ia muak akan olok-olok para makhluk yang membencinya. Dan hari ini, ia sudah menjawab habis seluruh cacian yang sudah lama menggema dalam telinganya. Biola coklat antik, dan busurnya sudah berbicara. Steve Gabriel, seorang pebiola hebat dengan biola legendaris yang ada di tangannya menunjukkan pada dunia kalau ia seorang pebiola yang sesungguhnya.
“Hei, bukankah orang itu yang sudah bersekutu dengan iblis. Kudengar biola di tangannya itu pembawa kematian.” Bisi-bisik dari para penonton menerobos dalam liang telinga Steve. Pemuda itu marah, tangannya makin menggenggam erat biola beserta busur biolanya.
“Iya, pemuda itu sudah bersekutu dengan iblis. Cih, pantas saja permainan biolanya bagus.” Suara itu terus saja mengganggu telinga Steve, pemuda itu sudah tak tahan lagi. Waktu 2 tahun yang ia gunakan untuk bersembunyi dari orang-orang itu, belum mampu membungkam mulut besar mereka. Sia-sia saja permainan biolanya tadi, mereka tetap saja menganggap seorang Steve Gabriel, memperoleh kepiawaiannya dalam bermain biola lewat bantuan iblis.
Pak Gubernur mendatangi Steve yang masih terpaku dengan biola yang ia genggam erat. Hatinya terus merintih sakit atas apa yang orang-orang katakan akan dirinya. Pak Gubernur menatap Steve heran, pria berjenggot itu nampak sedikit ketakutan melihat raut wajah Steve yang jauh berbeda dari saat ia memainkan biolanya beberapa menit lalu.
“Kau tak apa, Steve?” tanya Pak Gubernur dengan lembutnya.
“Aku sakit,” jawab Steve parau.
Pak Gubernur mengernyitkan dahinya setelah mendengar jawaban Steve. Steve bahkan terlihat sangat sehat, mana mungkin pemuda di hadapannya kini sedang sakit.
“Kurasa kau butuh istirahat,” saran Pak Gubernur disertai senyum penuh wibawanya.
Steve mengangguk lemah meng-iyakan saran Pak Gubernur. Pria berjenggot itu meninggalkan Steve di tengah ruangan yang masih saja ramai. Para penonton masih asik ber-foto ria dengan para musisi yang hadir. Jauh di lubuk hati Steve, ia juga ingin dihargai seperti teman seperjuangannya. Namun apa yang pemuda itu dapat? hanya cacian dan pengucilan yang selalu menyergapnya. Steve lelah dengan tudingan miring akan biolanya. Hatinya bergejolak hebat. Tangannya makin menggenggan biola beserta busurnya. Tanpa sadar, senar-senar biolanya melukai telapak tangan pemuda itu. Darah bercucuran dari tangannya, Steve tak lagi peduli akan nyeri yang menjalari tangannya. Nyeri di tangannya masih dapat terobati. Namun, nyeri di hatinya tak akan pernah bisa diobati bahkan oleh obat termahal pun yang pernah ada.
Ruangan mendadak sepi seketika, saat lampu di ruangan pertunjukan mati. Semua orang berteriak histeris, terutama para wanita dengan suara 8 oktaf mereka. Tak ada yang tahu bagaimana bisa ruangan itu mendadak gelap gulita. Semua orang ketakutan, tak ada yang bisa mengenal kawan maupun lawan. Namun sesuatu yang lebih mencengangkan terjadi, alunan nada dari dawai biola mengiringi jeritan ketakutan para penonton pagelaran. Sebuah alunan nada berdarah yang membuat siapapun ingin mengakhiri hidupnya.
“Hentikan! Kutahu ini pasti kau, dasar pengikut iblis!” teriak Pak Gubernur sembari menutup telinganya.
Alunan nada itu masih saja terdengar di telinga para penonton. Teriakan histeris masih juga terdengar, nampaknya para penonton pagelaran ingin mengalahkan alunan nada kematian dari sebuah biola yang dimainkan. Alunan itu begitu indah, namun entah mengapa orang-orang lebih memilih menutup telinga mereka. Mereka takut jika mendengar alunan nada hitam itu, mereka akan dibunuh oleh iblis yang bersemayam di biola misterius itu. Kalau seseorang terpaksa mendengar alunan nada hitam itu, maka pilihan mereka hanya ada dua; bunuh diri, atau dibunuh iblis terkutuk.
“Aku lebih memilih mati, dasar Steve keparat!” Suara penuh amarah menggema di penjuru ruangan. Namun hebatnya, tak menghentikan alunan nada indah yang terus terdengar dari gesekan dawai-dawai biola dan busurnya. Lampu ruangan masih padam. Suara-suara jeritan penuh ketakutan, sudah tak lagi terdengar bersamaan dengan bunyi sirene mobil polisi yang mendekat menuju tempat kejadian.
Derap sepatu terdengar jelas mendekati ruangan pagelaran yang semula gelap menjadi terang benderang. Para polisi terkejut melihat mayat-mayat bergeletakkan di lantai. Darah mengucur deras dari bagian-bagian tubuh mereka. Hanya ada satu yang masih hidup, seorang pemuda masih berdiri tegak dengan merundukkan kepala. Biola yang ada di tangannya sudah tak ada lagi rimbanya. Steve Gabriel, pemuda itu satu-satunya seorang yang bisa dijadikan saksi.
“Pemuda iblis,” geram dari salah satu polisi yang datang.
“Hei pemuda, kemarilah! Aku ingin meminta penjelasanmu,” teriak seorang polisi yang terlihat paling rapi di anatara yang lain.
Steve masih saja merunduk, pemuda itu tak berkutik sama sekali dari posisinya. Para polisi semakin ngeri dibuatnya.
“Mungkin dia merasa bersalah,” kata seorang polisi wanita pada komandannya.
Si komandan dengan beraninya melangkahkan kaki menuju arah Steve. Ia takkan memaafkan pemuda itu, jika ia benar-benar telah membantai seluruh penonton pagelaran musik bulan ini.
“Apa kau tak mendengar perintah kami, Nak?”
Bug.
Steve tumbang, darah mengucur hebat di perutnya. Komandan polisi itu terbelalak seketika, ia tak menyangka pemuda itu juga tewas. Lalu siapa dalang dari semua ini?
“Pak ... Pak ....”
Sang komandan menoleh ke sumber suara yang memanggilnya. Matanya kembali terbelalak setelah menjumpai sosok di hadapannya. Sosok pemuda yang sama persis dengan Steve, dan biola antik di tangannya, tengah menyeringai pada sang komandan.
“Kau, Steve?” tanya komandan dengan penuh rasa was-was.
“Aku bagian dari diri Steve. Aku kembaran, Steve hahaha.”
Seluruh polisi yang datang dibuat ternganga mendengar ucapan sang pemuda. Jadi selama ini mereka telah memfitnah orang yang salah. Mereka begitu kejam terhadap seorang pemuda yang bertekad besar seperti Steve.
“Kalian begitu bodoh! Aku selalu bersembunyi di balik layar. Aku ingin membunuh kalian semua!” ucapnya dengan seringai kejam di wajahnya. “Aku muak dengan cacian kalian akan biola antik kakekku, kalian menghujat kakekku 10 tahun silam. Aku sangat ingat bagaimana kalian mengolok permainan biola kakekku. Maka dari itu, aku ingin membalas kebiadaban orang yang tak mau menghargai sesamanya!” lanjutnya lagi.
Jleb.
Busur biola yang runcing mendarat di perut sang komandan. Pemuda berparas serupa dengan Steve tertawa puas melihat komandan polisi tergelatak lemah di ruangan. Pemuda itu mulai menyangga biolaya di pundak, ia sudah siap memainkan alunan nada hitamnya lagi. Para polisi yang ada di tempat kejadian, memilih menembak diri sendiri daripada mendengar alunan nada hitam pembawa kematian itu.
“Dasar manusia bodoh! Kalian sendiri yang menciptakan bualan akan biola antik kakekku. Padahal, biola ini hanya biola biasa. Tapi karena kebodohan kalian, kalian membunuh diri kalian masing-masing,” ucapnya dengan menggesek dawai-dawai biolanya.
“Kau benar, Kak.” Steve bangun dari kematian yang ia rekayasa.
Saudara kembar itu menikmati alunan nada hitam yang mengalun dari biola antik kakeknya. Biola yang digadang-gadang memiliki kekuatan magis, nyatanya hanya sebuah biola biasa. Ini hanya soal manusia yang tak mau berpikir rasio terhadap dunia nyata.



Biodata Penulis:
Ay atau Nur Ayni merupakan seorang pecinta sastra yang sampai sekarang belum jug bsa menerbitkan karyanya. Gadis yang tidak suka hujan ini, berumur 16 tahun dan dapat ditemui di akun Instagramnya yang bernama @ayni_08 atau akun wattpad-nya @Achan_08

Kamis, 14 Desember 2017

Fatamorgana Cinta - Heriwati simanullang


Fatamorgana Cinta


Tik.....tik.....tik.....
Derai hujan turun dengan kilat putih bergemuruh
basahi seluruh tubuh.
Sedari aku menunggumu
Petir tak lupa gerogoti. seakan melarangku.
Egois kali.
Ambisi ini tetap setia: menanti.
Mata ini telah terpesona
Dalam senyumanmu yang pertama kali


Nampak indah dari jauh
Hipnotis hati. ingin mendekat.
Mendekap.
Cinta t'lah memperdaya
Cintamu hanyalah fatamorgana semata
Indah kemilau pada pandangan saja










C:\Users\YOU\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\IMG20170501070804.jpg









Biodata Penulis



Heriwati simanullang perempuan kelahiran, 7 Januari 1998.  salah satu warga desa Doloksanggul, kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera utara. Lahir dari pasangan P.simanullang dan M.simamora.Sedang menjalani perkuliahan di salah satu Perguruan Tinggi Negeri yaitu Universitas Negeri Medan, jurusan Sastra Indonesia. dan Alamat sekarang Pancing, jln.Rela. Gg Jala.  Karya penulis pernah di muat di salah satu Event lomba puisi Musafir Kelana, dan mengikuti salah satu organisasi di perkuliahan  UKMKP  dari jurusan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) FBS.
Alamat E-mail  : herywati simanullang@gmail.com
Facebook : herywati simanullang
whatsApp : 082258430572