Minggu, 03 Desember 2017

Pesan Nada - Umi farida

PESAN NADA

Dinda masih sibuk menghafal rumus statistika ketika tiba-tiba alarmnya berbunyi. Jam wekernya menunjukkan pukul sembilan tepat. Waktu bagi dirinya untuk menyalakan radio. Mendengarkan suara kesukaannya di stasiun langganannya. Di acara Suara musik pada stasiun 11.2 fm.
“Selamat malam, Musikkiller. Kembali lagi di Suara musik. Dunia penuh nada. Bersama gue, Pandu, malam ini kita akan bernostalgia dengan lagu kenangan. Karena tema kita malam ini yaitu nostalgia... Kalian bisa request lagu yang paling buat kalian bernostalgia malam ini. Atau kalian mau menyampaikan isi hati kalian ke seseorang, bisa kok. Langsung request ke....”
Dinda menaikkan volume radio ketika sang penyiar mulai menyebutkan digit angka pilihan. Rencananya, Dinda akan request lagu yang dapat mewakili perasaannya. Agar perasaan yang selama satu bulan ia pendam dapat tersampaikan.
Kedekatannya dengan Rifan, sang gitaris band sekolah membuatnya sering tersenyum sendiri. Ia suka ketika mengingat Rifan saat memetikkan senar gitar untuk mengiringi suara sendunya. Juga tawa renyah dari laki-laki pemilik hidung mancung itu. Namun, akhir-akhir ini ia kehilangan nada cerianya karena tiba-tiba Rifan menghindarinya. Menghilang dari hadapannya.
“Oke, Musikkiller. Kita dapat request dari Dinda untuk R. Wow.... Siap ini R, Dinda? Katanya request lagu Jangan hilangkan dia milik Rossa. Oke, Dinda. Ini lagu buat kamu, semoga R suka dan dapat tersampaikan.”
***
Surya mulai meninggi ketika Dinda berjalan ke tengah lapangan. Ia ingin memastikan kematangan persiapan pentas band sekolahnya besok. Ia sebagai salah satu panitia pelaksana acara dari serangkaian acara menuju HUT sekolah harus memastikan bahwa acara besok akan berjalan dengan lancar. Ia tak ingin semua waktu yang ia curahkan untuk event ini terbuang dengan sia-sia.
Dinda sedang merapikan tempat duduk tamu ketika seseorang memanggil namanya. Ini membuat Dinda dengan cepat menghadap ke sumber suara.
“Dinda, lu dipanggil Hendra. Katanya ada sesuatu yang ingin dibicarakan.” kata seorang teman Dinda bernama Tasya yang juga merupakan salah satu panitia dalam acara ini.
Thanks, ya. Sekarang Hendra dimana?” tanya Dinda menanyakan keberadaan ketua panitia event HUT sekolah.
“Dia ada di ruang band.” jawab Tasya yang membuat Dinda segera melangkahkan kakinya menuju ruang band.
Tak perlu waktu yang lama bagi Dinda untuk  dapat ke ruang band dengan cepat karena ruangan itu berada tak jauh dari lapangan. Segera ia menemui Hendra setelah melihatnya sedang duduk dikursi vokalis.
“Hai, Dinda. Kita dapat masalah. vokalis perempuannya sedang sakit. Katanya besok dia nggak bisa perform.” jelas Hendra yang membuat Dinda menautkan kedua alis.
“Jadi, aku minta kamu jadi vokalis pengganti. aku sangat bergantung sama kamu. Good luck, ya...” kata Hendra sambil berlalu.
“Hei, Hendra. Gue nggak bisa.” katanya setengah berteriak yang tak dihiraukan oleh Hendra. Ia bingung. Ia menatap Rifan yang ikut hadir dalam rapat mendadak ini. Tatapannya tak menyakinkan tetapi dapat membuatnya semakin kebingungan.
Sambil mengusap-usap rok abu-abunya, Dinda berjalan bolak-balik dari arah pintu sampai kursi vokalis. Ia kebingungan. Ia tak mungkin perform bersama Rifan sedangkan event ini penting untuknya. Jika ini sukses, ini akan menjadi bukti pencapaiannya dalam keikutsertaannya di Organisasi Siswa Intra Sekolah. Dan ia tak ingin semua ini gagal sebelum hari H.
“Dinda,” panggil Rifan disela kebingungannya.
“Kenapa? lu tenang saja, semua persiapan sudah matang. Biar gue yang mikir buat cari vokalis ceweknya.” jelas Dinda mencoba tetap tenang walaupun itu gagal ia lakukan.
“Bukan itu maksudku.” kata Rifan sambil meraih gitar yang berada tak jauh dari jangkauannya.
Dinda menghentikan kegiatannya ketika mendengar Rifan mulai memetikkan senar gitarnya. Nadanya sama dengan nada lagu yang ia request tadi malam. Ditambah dengan lirik yang diucapkan oleh Rifan sama dengan lirik lagu yang ia maksud.
“Kenapa lu mainin lagu itu?” tanyanya sambil mengerutkan dahi.
“Itu yang mau aku tanyakan sama kamu. Lagu tadi malam buat siapa?” tanya Rifan setelah menghentikan petikan gitarnya.
Seketika Dinda ingin tenggelam dalam luasnya lautan. Ia lupa bahwa Rifan juga pendengar setia acara Suara musik.
“Bukan siapa-siapa.” jawab Dinda asal sambil berjalan keluar ruangan. Ia tak ingin terjebak dalam situasi ini.
“Dinda,” panggil Rifan sambil beranjak dari duduknya. Kemudian melangkah menghampiri Dinda yang berdiri diambang pintu.
“Aku suka sama lagunya. Thanks.” katanya sambil berlalu. Seketika Dinda lupa dengan masalah yang menghinggapinya. Rasanya, ia sedang terbang ke luar angkasa. Terbang bersama rasa yang telah tersampaikan lewat nada-nada.
*SELESAI*

Biodata singkat:

Penulis bernama asli Umi farida. Penikmat, pengarang seni dan sastra. Selalu memberikan sajak-sajak untuk orang-orang disekitarnya. Dapat dihubungi melalui akun facebook: Farida umi atau instragam: @Faridaumi23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.