Aku sudah berkali-kali jatuh.
Berkali-kali pula rapuh. Lalu, tiba-tiba saja kau menawarkan diri untuk membuat
hatiku kembali utuh. Oh, apa kata-katamu benar-benar bisa dipercaya? Entahlah..
aku sendiri bahkan masih ragu dengan hatiku. Aku masih ragu menerimamu. Apa kau benar-benar bisa membuat hatiku utuh.
“Aku menyukaimu. Jika ada sedikit
saja celah dalam hatimu, aku berharap bahwa hanya aku saja lah yang berhasil
memasukinya.” Ucapmu di senja sore itu.
“Maaf , tapi aku sendiri bahkan
belum yakin untuk membuka hati.”
“Aku akan meyakinkanmu,” selamu
cepat.
“Dengan cara apa?”
“Dengan cara yang tidak pernah
dilakukan laki-laki yang pernah membuatmu jatuh lalu rapuh.”
Aku diam. Mencoba mencerna setiap
kata yang kau ucap. Lalu, kembali sibuk memutar otak untuk mencari jawaban yang
dapat ku suguhkan.
“Aku tidak ingin memulangkan
mereka, orang yang pernah mengukir luka atau melukis tawa dalam ingatanmu.
Jadi, aku akan mencintaimu dengan caraku sendiri. Dengan cara yang mungkin
jarang dilakukan lelaki pada umumnya.” Kau berucap dengan nada penuh
kesungguhan. Sedikit pun
tidak terkilat keraguan dari kata-katamu. Namun tetap saja, aku masih
ragu. Di sudut dadaku, masih ada luka
yang menganga. Aku belum siap membuka hati.
“Apa kau bisa memberitahuku, atau
mungkin memberi sedikit janji tentang bagaimana kau akan mencintai dan
meyakinkanku?” tanyaku lirih dengan nada penuh harap.
“Oh sungguh, aku bukan lelaki yang
pandai mengumbar janji kepada semua wanita yang kutemui. Aku ….”
“Iya aku tau. Kau tidak perlu
berjanji,” potongku cepat.
“Untuk itu, aku hanya perlu
membuktikannya bukan?” ucapmu sambil menyunggingkan seulas senyum.
Aku bungkam. Tidak dapat megelak
kata-katamu lagi. Dalam hati aku mengutuk diriku sendiri. Bodoh sekali aku,
masih saja meragukan lelaki yang berusaha seserius ini hanya karena takut akan
luka lama. Sungguh aku butuh waktu. Waktu untuk menyembuhkan luka lalu.
"Besok aku berangkat, ketika
aku kembali nanti, aku akan meminta jawaban atas pertanyaanku. Dan aku berharap kau bersedia menunggu.
Menunggu kepulanganku."
Ya, itu adalah hari terakhir Kau
menemuiku, sehari sebelum harus melanjutkan study di Amerika.
(Bersambung)
Baca Juga: Di Balik Sentuhan Kopi Kawadaun - Rahmaleni
Biodata :
Menyukai dunia menulis sejak SMA.
Penggemar novel romance, dan buku bacaan religi. Seorang Graphic Designer di sebuah perusahaan Advertising &
Digital printing.
0 Response to "Waktu - Emka"
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.