Rabu, 12 April 2017

Waktu (2) - Emka



"Kau sudah makan?" Isi pesan singkatmu di Handphone ku.

"Hem.. apa kau masih perlu bertanya?" balasku singkat.

"Keluarlah, buka pintu rumahmu," balasmu setelah15 menit mengabaikan pesanku.

Oh astaga! Di depan rumahku sudah berdiri seorang lelaki dengan sekotak pizza di tangannya. Ya, aku memang suka makan pizza ketika malam minggu.

"Selamat pagi, Gadis. Kau sedang apa?" sapamu di telepon pagi itu.

"Pagi kembali, aku sedang bosan," jawabku singkat.

"Oh ya sudah. Aku matikan teleponnya."
Eh, aku heran, aku katakan bahwa aku sedang bosan. Tapi kau justru mematikan telepon. Lelaki terkadang susah dimengerti.

Ting tong ….

"Ah! Siapa pagi-pagi begini bertamu," gerutuku dalam hati.

"Selamat pagi Nona. Ada sepaket bunga dari seorang lelaki jauh untuk seorang gadis yang sedang bosan."

". . . . . ."

"Katanya dia bisa mati berdiri kalau gadisnya memberengut terus menerus dan manis di wajahnya ikut luntur."

". . . . ."

"Nona?"

"Oh iya, terima kasih."

Dan begitulah hari kulalui dengan seribu satu kejutan selama empat tahun. Hingga tiba waktunya Kau kembali ke kota ini.

"Aku kembali, study-ku sudah selesai," ucapmu sebgai pembuka pertemuan di sore itu.

"Iya, aku sangat senang mendengarnya. Empat tahun berlalu, Kau selalu bisa membuatku tersenyum walaupun dengan hal sederhana. Aku sudah menutup luka lama. Aku membuka hati. Aku merindukanmu!" kukatakan sesuatu sesuai apa yang ku rasa sambil menatap jernih matanya.

"Aku lega, setidaknya optimismeku tidak berujung sia-sia. Aku menyerahkan seluruh hatiku padamu. Aku benar-benar menyukaimu, bersedia menunggu sembari menyembuhkan luka di masa silammu. Disana, aku selalu mengabaikan setiap cinta yang berusaha mendekat. Karna apa? Karena aku yakin kau akan menungguku."

". . . . ."

“ Aku percaya bahwa kau hanya butuh waktu. Waktu untuk melupakan, waktu untuk menyembuhkan luka, waktu untuk membuka hati. Benar saja waktu bekerja sebagaimana mestinya. Ketahuilah, meskipun kecil aku sudah memiliki usaha sendiri. Usaha yang ku rintis pelan-pelan sembari merindukanmu setiap waktu.

“Terima kasih telah mempercayakan hatimu pada ….” Kau menghentikan kata-kataku dengan meletakkan jari telunjuk di depan bibirku.

"Jadi ... menikahlah denganku!




Biodata :

Menyukai dunia menulis sejak SMA. Penggemar novel romance, dan buku bacaan religi. Seorang Graphic Designer  di sebuah perusahaan Advertising & Digital printing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.