Cintaku merah seperti darah. Jika kau
memang mencintaiku, keluarkan darah segar itu dari tubuhmu. Aku akan sangat
menyukainya. Bahkan, darahmu akan kuabadikan nanti.
"Apa kau sudah gila?"
Kamu memberiku pertanyaan konyol. Kau
pernah bilang jika cinta butuh pengorbanan. Lantas, aku ingin mengujimu. Silet.
Aku menemukannya di nakas ruangan ini. Kujulurkan silet itu padamu.
"Makanlah silet ini, jika kau
mencintaiku!"
Tanpa ragu kau mengambil silet itu dari
tanganku. Kau masukkan ke dalam mulutmu. Merobek halus mulut indahmu yang kini
menjadi mengerikan. Lidahmu seperti sampah yang tercecer di dalam mulutmu.
Aroma darahmu menjadi penyedap alami kunyahanmu. Kau hancurkan silet itu dari
mulutmu. Hingga darah berhasil membanjiri dagumu. Kau telan mentah-mentah silet
itu. Hingga tak tersisa sedikit pun.
Kulihat tubuhnya belum lunglai. Lalu,
aku memasukkan lagi silet yang tersisa di nakas ke dalam mulut berdarah itu.
Kau kunyah lagi, dan lagi, hingga mulutmu sudah hancur dan tidak berbentuk.
Merasa kurang puas, aku segera mengambil jarum di laci. Kutancapkan
berkali-kali di kedua matamu. Hingga matamu berhasil mengeluarkan air mata
darah. Entah mengapa, aku belum puas. Tatapan ku tertuju pada gunting yang
terletak di atas meja. Kugunting kedua telingamu hingga lubangnya penuh dengan
cairan darah merah yang terus berderaian. Aku menyukainya. Sangat. Sesuai
ucapanku tadi. Kuambil darah itu, dan ku goreskan ke dalam buku diary ku. Cinta dan darah. Akan abadi
seiring hancurnya dunia ini. Ketika cinta di atas perjuangan tinta merah.
Baca Juga: Waktu - Emka
Tentang
Penulis :
Fresty Herawati, dilahirkan di Blitar,
12 September 2001. Ia masih duduk di bangku kelas X. Ia bersekolah di MAN 3
Blitar. Lebih dekat dengan dia bisa di hubungi lewat akun facebook; Fresty
Herawati, instagram; frestyhr_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.