Buku : Celia Dan Gelas-Gelas Di Kepalanya
Penulis : Lugina W.G dkk
Hal : 256 hlm
ISBN : 978-602-391-147-9
Cetakan 1 : Mei 2016
Penerbit : DIVA Press
Merawat Tradisi
itulah didengungkan Edi AH Iyubenu-Rektor Kampus Fiksi, buku antologi “Celia
dan Gelas-gelas di Kepalanya” ini termasuk bagian tersebut. Sebuah “Nexus” yang
telah dirintis dari angkatan pertama dan sekarang angkatan tiga, layaknya
kumpulan cerpen terbaik Kompas. Dikampus fiksi dijadikan tempat candradimuka
para penulis muda yang ingin mengeluti dunia literasi.
Di dalam
antologi ini terdapat 13 cerpen pilihan dari lulusan kampus fiksi, kita
disuguhkan kata-kata absurd dan permainan diksi dalam imaji kepala kita. Tapi
benang merah ada pada feminis dan cinta yang jadi penyambung bunga rampai ini.
Salah satu terlihat pada “Lelaki yang menyatakan Cinta dengan menjadi Bayangan”
menceritakan seorang lelaki beraroma gaharu rela menjadi kacung pada wanita yang dicintai biarpun ia hanya dimanfaatkan
untuk sebuah ketenaran. Bahkan rela menjadi bayangan dan menghantui pacar yang
tak mencintainya itu
“Menanggalkan seluruh pakaiannya dan
menenggelamkan diri. Bayangan memeluknya. “Aku akan menjadi bayanganmu”bisik
lelaki beraroma kayu gaharu” hal 73
Bayangan itu dan
aroma gaharu itu membuat sang pacar rela mengiris hidungnya sendiri karena tak
tahan siksaan tersebut. Begitu setianya yang lelaki ini untuk mantan pacarnya,
iapun berbisik sekali lagi untuk menentramkan pacarnya.
“Semua orang mengaku mendengar bisikan,
“Tolonglah. Jangan biarkan kekasihku kehilangan hidung sendirian” hal 75
Cinta mati akan
membuat gila dan tidak masuk akal itu juga diperlihatkan pada “Yang menunggu di
dalam Cermin”, disini percakapan seorang pria, wanitaku dan ibuku. Bahwa dalam
satu rumah dalam khayalan pria ini ada wanita yang ia dicintai dan ibuku yang
ia sayangi
“Ibu dan wanitaku sama-sama mendampingiku
dengan cara mereka masing-masing” hal
217
Namun khayalan
pria ini membuat ibunya sedih hingga memanggil dokter untuk mengecek kesehatan
sang putera kesayangan. Tapi kenyataan pahit diterima sang ibu melihat sosok
anaknya menjadi wanita yang ia cintai selama ini.
“Kubuka laci dan kukeluarkan sekotak
kosmetik.aku mulai merias wajahku sendiri.Memolesbedak,lispstik, perona pipi,
perona mata dan sedikit bayangan di rahang untuk menghaluskan garisnya.Kupasang
pula bulu mata palsu yang lentik” hal
227
Beberapa dari
cerpen dalam antologi terinspirasi akan khazanah sastra yang telah ada
sebelumnya. Puisi contohnya, ini terlihat di “Cintalah yang Membuat Diri Betah
untuk Sesekali Bertahan” ini merupakan penggalan dari “Melodia” karya Umbu
Landu Paranggi dalam Manifes, Antologi Puisi 9 Penyair Yogya (1968).
Selain ada
cerita “Kisah yang Tak Perlu Dipercaya” ini terkesan menyoal ending dari film The
Curious Case of Benjamin Button yang diperankan Brad Pitt. Sebuah kisah tentang
pria yang lahir dengan kondisi ringkih layaknya kakek-kakek tapi akhirnya
meninggal dengan kondisi menjadi bayi.
Antologi tidak
melulu tentang cinta berbeda kelamin tapi ada sempalan cinta orangtua kepada
anaknya. Terdapat 3 cerita akan hal tersebut, seperti “Black Butterfly”
pelarangan orang tua untuk menonton konser yang diklaim sesat sebagai ajaran
sesat tapi pada akhirnya anak itu membuat bangga orangtuanya dengan membunuh
idolanya sendiri.
Lain halnya
“Dokumenter tentang lelaki yang menyekap “Seandainya” dimulutnya” ini
menggambarkan seorang anak yang rela mencuri uang orang tuanya demi festival
film konyol, tapi mendapati pelajaran berharga setelah bertemu seorang tua
renta yang berceritakan kehilangan keluarga dengan cara aneh.
Ini juga
menyembul dalam cerpen pilihan utama “Celia dan Gelas-Gelas di Kepalanya” milik
Lugiwa W.G. Khayalan perempuan kecil bernama Celia akan kucingnya yang selalu
membuat gaduh rumahnya, tapi ia tidak menyadari yang memecahkan kaca itu
bukanlah kucingnya tapi pertengkaran orang tuanya.
“Setahu Celia, tak ada kucing yang begitu
serampangan seperti Puffin”
“Seingat Celia, dulu Puffin tak pernah
bertingakah nakal. Hal 93
“Memasuki ruang tengah, ia menyaksikan gelas
terbanting ke lantai dan berserakan. Ia melihat tangan Papa melayang dan Mama
terhuyung ambruk di dekat sofa” hal
102
Semua didalam
antologi ini mengkontruksi ulang akan makna cinta, bukanlah cinta monyet atau
percintaan anak muda yang dimabuk cinta. Penulis-penulis muda didalam antologi
menjabarkan dengan imaji dalam otaknya dengan berbeda. Fiksi yang diciptakan
terdapat kritik sosial yang disisipkan untuk diambil hikmahnya.
Mengekor dari
ucapan Lorrie Moore seorang cerpenis terbaik saat ini. Ia mengatakan dalam bahasa
sederhana dan puitis “A short story is about love but it is not a love story”
Moore menjelaskan sebuah cerita pendek tentang cinta belum tentu itu cerita
cinta. Itu terlihat jelas dalam antologi ini, maka jika anda membaca
cerita-cerita di dalamnya bisa membuat sketsa atau ilustrasi sendiri dalam
pikiran sendiri.
Biodata Penulis :
Ferry Fansuri kelahiran Surabaya adalah travel writer, fotografer dan entreprenur lulusan Fakultas Sastra jurusan Ilmu Sejarah Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya. Pernah bergabung dalam teater Gapus-Unair dan ikut dalam pendirian majalah kampus Situs dan cerpen pertamanya "Roman Picisan" (2000) termuat. Puisi-puisinya masuk dalam antologi puisi festival puisi Bangkalan 2 (2017) dan cerpen "pria dengan rasa jeruk" masuk antologi cerpen senja perahu litera (2017). Mantan redaktur tabloid Ototrend (2001-2013) Jawa Pos Group. Sekarang menulis freelance dan tulisannya tersebar di berbagai media Nasional. Dalam waktu dekat menyiapkan buku antalogi cerpen dan puisi tunggal.
0 Response to "Sebuah Cerita Cinta, Tapi Bukan Love Story - Ferry Fansuri"
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.