Jumat, 17 Maret 2017

Barbie, Keju, dan Singkong (2) - Ferry Fansuri



“Sarmin itu anak ibu kantin Keela. Menurut info temanku, ia sering di sana karena bantu-bantu emaknya,” jelas Kantil memberi info tentang siapa itu Sarmin.

“Dia itu anak yatim. Bapaknya meninggal 3 tahun yang lalu,” tambahnya.

“Kalau kau lihat orangnya … aduh, nggak deh!” geli Mikeela. Memang ia tak pilih-pilih teman. Tapi, kalau jorok? No way!
“Wajarlah! Kan Sarmin anak Singkong. Bukan seperti Penta yang makan keju!” kekeh Kantil.

Memang benar kata Kantil. Sarmin bukan orang kaya seperti Penta atau berwajah tampan. Tapi, kenapa ia bisa juara? Rasa penasaran itu terus menggebu.

“Aku harus tahu rahasianya!”

Esok harinya, ia datang kembali ke Kantin dan dilihatnya Sarmin sedang membantu seorang ibu separuh baya berjualan gado-gado.

Mikeela memberanikan diri untuk mendekat.

“Hai, aku Mikeela.” Tanda perkenalan pertama sambil mengacungkan tangan kanannya.

“Hei, kamu cewek yang kemarin?” Tawa riang si Sarmin keluar tanpa membalas salam Mikeela.

“Aduh, nih cowok emang tengil banget!” ujar Mikeela dalam hati.

“Duduklah, Mikeela. Santai saja,” Sarmin menyilakan Mikeela duduk di bangku kantin.

“Mau minum apa? Aku yang traktir, gratis,” kekeh lagi si Sarmin

“Nggak usah, Min. Aku cuma pengen ngobrol.”

“Baik, silakan kalau gitu,” sahut Sarmin sambil mengacak-ngacak rambutnya.

Dari situlah percakapan ringan mulai mengalir, Mikeela merasa Sarmin enak diajak ngobrol mulai dari hal enteng sampai berat. Banyak gurauan dan guyonan yang membuat Mikeela tertawa. Cowok seperti Sarmin baru kali ini ditemui.

Mikeela merasakan kenyamanan yang tidak didapat dari Penta, cowoknya sendiri. Akhirnya, Sarmin dan Mikeela bertemu setiap hari secara intens dan bahkan tidak mengacuhkan Penta sendiri.

Pernah suatu malam, Sarmin tiba-tiba datang ke rumah Mikeela dengan membawa kejutan.

“Hei Keela, lagi ngapain?. Nih, aku bawa martabak buat kamu,” kekeh Sarmin yang sudah di depan pintu rumah.

“Min, kok kamu tahu rumahku?” tanya Mikeela heran.

Sarmin tiak menjawab, tapi langsung duduk di beranda rumah Mikeela.

“Biasanya seorang cowok kasih ke cewek bunga atau boneka. Tapi aku ngasih martabak saja. Jika kamu tak mau, yah aku makan sendiri. Jadi aku nggak rugi. Hahaha …,” tawa Sarmin.

Hari demi hari dilalui Mikeela dan Sarmin. Akhirnya mereka jadian juga meski tanpa kata-kata.

“Aku tahu kamu punya pacar, Mikeela. Dia nggak marah kan jika aku datang ke sini? Kan aku bukan saingannya.”

Mikeela memang merasa Sarmin bukan saingan Penta. Namun, sisi lain keunikan Sarmin telah membuatnya jatuh hati. Bisa membuat Mikeela tertawa dan comfort bersamanya. Kantil memperingatkan Mikeela untuk tidak bermain api karena sudah punya Penta.

Namun, dalam hati Mikeela merasa gundah dan bingung. Secara status, memang Penta menjadikannya ratu. Dimanjakan Penta dengan naik mobil, nonton di bioskop, atau makan di restoran. Tapi semua itu sudah biasa. Namun bersama Sarmin, ia merasa lain. Sarmin bukanlah orang kaya, tapi berwawasan luas, pintar, dan humoris.
Mikeela malah lebih intim dengan Sarmin daripada Penta. Dengan Sarmin bisa sharing segala sesuatu dan ditanggapi Sarmin dengan cerdas.

Di sisi lain, kata hati Mikeela mengatakan, “Apakah aku harus mendua?”

Ada sebuah tanda tanya di sana

Pilih Keju atau Singkong?

Tebing Tinggi, Maret 2017

Biodata Penulis :


Ferry Fansuri kelahiran Surabaya adalah travel writer, fotografer dan entreprenur lulusan Fakultas Sastra jurusan Ilmu Sejarah Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya. Pernah bergabung dalam teater Gapus-Unair dan ikut dalam pendirian majalah kampus Situs dan cerpen pertamanya "Roman Picisan" (2000) termuat. cerpen "pria dengan rasa jeruk" masuk antalogi cerpen senja perahu litera (2017). Mantan redaktur tabloid Ototrend (2001-2013) Jawa Pos Group. Sekarang menulis freelance dan tulisannya tersebar di berbagai media Nasional. Dalam waktu dekat menyiapkan buku antalogi cerpen dan puisi tunggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.