Kamis, 16 Maret 2017

Barbie, Keju, dan Singkong (1) - Ferry Fansuri




Mikeela begitu populer di sekolahnya, seorang gadis menjelang 17 tahun berpostur tinggi semampai, rambut lurus tergerai, dan wajah indo begitu mencolok di antara teman putih abu-abunya. Layaknya Barbie, Mikeela jadi pusat perhatian dan magnet tiap cowok di SMA Sanata Dharma. Biarpun ter kenal dikalangan murid-murid, Mikeela bukan cewek sombong yang pilih-pilih teman dalam pergaulan. Ia sangat ramah dan mudah bergaul. Teman dan guru-gurunya menyukainya, seperti kisah roman anak sekolah sang Barbie pasti ada pasangan. Penta juga termasuk cowok terpopuler, bertampang ganteng, atletis, jago basket, dan kaya. Ia bagaikan Ken bersanding dengan Mikeela sang Barbie

Tapi dari semua itu, ada yang membuat mata Mikeela terus memandang penasaran. Itulah Sarmin, sebuah nama kampungan entah dari mana asalnya. Ini berawal pengumuman hasil semester seluruh sekolah. Di peringkat paling atas ada nama Sarmin.
“Siapa itu Sarmin, Keela? Kok aku baru tahu, anak kelas berapa?” tanya Kantil teman sebangku Mikeela.

“Nggak tahu, Kan. Kok ada di rangking pertama, yah?” jawab Mikeela penasaran.

“Wah, si Sarmin ini mengalahkan kamu. Hihihi …,” kekeh Kantil lagi

Mikeela tidak membalas sindiran Kantil. Matanya menerawang ke jendela kelas. Mikeela tergolong anak pintar di kelas. Selalu rangking satu. Pelajaran matematika, fisika, dan biologi jadi favoritnya. Cita-citanya ingin jadi dokter. Otak yang encer itu terbukti ketika ujian semester pertama. Ia menduduki peringkat 1. Teman-temannya mengira bahwa Mikeela akan melanjutkan tradisi itu semester berikutnya. Tapi, si Sarmin mematahkan semua itu. Siapa dia?

“Sarmin pasti seorang kutu buku, berkacamata tebal, dan senang menyendiri di perpustakaan untuk tenggelam bersama buku-buku tebal,” goda Kantil.

Ini yang membuat Mikeela penasaran. Kenapa ia bisa kalah dengan si Sarmin? Apakah ini kurang belajar atau kurang keras untuk menyimak pelajaran? Otaknya berkecamuk dengan pikiran.

“Aku harus tahu tentang Sarmin ini!” bisik Mikeela dalam hati.

Mulai ia menjelajah dan berburu info sekitar sekolah. Bertanya pada tukang kebun, satpam, atau bagian TU. Mereka hanya menunjukkan jika mencari Sarmin, carilah ke kantin. Tapi mereka tidak menerangkan ciri-ciri si Sarmin.

Setiba di kantin, Mikeela seperti anjing pelacak, mengendus mencari bau si Sarmin. Mungkin omongan Kantil ada benarnya. Sarmin berkacamata tebal dan introvert yang suka mojok di ujung kantin.

Mikeela menanyai setiap orang yang berkacamata dan membaca buku tebal.

“Apakah kamu Sarmin?”

“Kamu Sarmin?”

“Tahu nggak namanya Sarmin?”

Semua cowok yang berkacamata hanya menggeleng kepala tanda tidak tahu atau bukan Sarmin.

Mikeela jadi tontonan seantero kantin. Saat ia mulai lelah mencari, ada yang menepuk pundaknya.

“Hai, kamu mencari aku? Kenalkan, namaku Sarmin.”

Terpampang seorang cowok dengan rambut agak sedikit gondrong, kulit sawo matang, dan mulutnya selalu nyengar-nyengir seperti cowok urakan tak tahu sopan santun. Tidak berkacamata seperti yang dikira selama ini.

“Ih, nih cowok jorok banget!” kata Mikeela dalam hati. Ilfeel ketika melihat cowok di depannya berbicara sambil ngupil. Mikeela tidak menjawab, malah ngibrit dari kantin.


Gambaran Sarmin sangatlah berbeda. Orang tengil begitu kok rangking 1? Aih, alamak!

(Bersambung)

Biodata Penulis :


Ferry Fansuri kelahiran Surabaya adalah travel writer, fotografer dan entreprenur lulusan Fakultas Sastra jurusan Ilmu Sejarah Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya. Pernah bergabung dalam teater Gapus-Unair dan ikut dalam pendirian majalah kampus Situs dan cerpen pertamanya "Roman Picisan" (2000) termuat. cerpen "pria dengan rasa jeruk" masuk antalogi cerpen senja perahu litera (2017). Mantan redaktur tabloid Ototrend (2001-2013) Jawa Pos Group. Sekarang menulis freelance dan tulisannya tersebar di berbagai media Nasional. Dalam waktu dekat menyiapkan buku antalogi cerpen dan puisi tunggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.