Dosakah aku bila membunuh pria tampan ini? Sudah berapa kali dia membuyarkan lamunanku? Kalau sekali lagi dia memotong lamunanku maka tanpa ragu aku akan mengambil cangkir kopiku dan akan kulemparkan ke mukanya, biar mati sekalian.
“Jadi, kamu itu bisu atau apa?”
Dengan sigap aku mengangkat cangkir kopiku. Dia tertawa, jenis tawa yang merdu. Sekali lagi, aku terlalu takut untuk membunuhnya. Sekarang aku hanya bisa berharap cafe ini tidak penuh lagi, agar aku bisa mengusirnya ke meja yang kosong. Namun, harapan tinggallah harapan, semakin sore maka semakin ramai cafe ini. Bisa saja aku yang pergi dari pria bule yang cerewet minta bunuh ini. Namun, sekarang aku lagi dalam keadaan yang tidak memungkinkan.
Hanna menghilang dan aku kabur. Itulah sebabnya mengapa aku berpikir di salah satu cafe di Bali ini. Kalian mungkin tak akan mengerti kenapa aku kabur, jadi mari kuceritakan. Sebelum Hanna menghilang aku bertengkar hebat dengannya, masalahnya hanya tentang aku yang tidak mau melanjutkan kuliah. Apa haknya mengaturku? Apa cuma karena dia tokoh utama dia bisa menyuruhku untuk kuliah? Hah yang benar saja, pemeran pembantu juga punya hak. Hak untuk memilih, karena aku juga manusia.
Tanpa sengaja sudut mataku menangkap gerakan pria bule yang bernama Dex itu, dia sepertinya sedang menulis sesuatu karena dia memegang pensil dan buku tebal. Namun, sepertinya aku salah mengira, bagaimana mungkin orang menulis sambil kadang-kadang menatap padaku dan tangannya hanya bergerak ke atas ke bawah seperti orang melukis. Tunggu, melukis? What the ... Apa dia sedang melukis aku?
Dengan gerakan cepat aku mengambil kertas yang sedang dia pegang dan... oh ingin sekali aku berlari dan loncat ke dalam sumur, di kertas itu hanya ada gambar bunga yang persis ada di belakangku. Dengan muka memerah aku mengembalikan kertas itu padanya dan si kampret bule itu hanya tertawa menunjukkan deretan gigi-gigi putihnya.
“Kau mengira aku menggambarmu, ya?” tanyanya masih menertawaiku.
“Gambarmu bagus, kamu pelukis?” Oke, aku tahu itu memang tanggapan yang konyol tapi aku melakukannya untuk mengalihkan pembicaraan yang memalukan ini. Dia berhenti tertawa dan tersenyum padaku.
“Yep, pelukis,” katanya singkat.
Aku mengangguk kecil dan meminum kopiku lagi. Dia kembali dengan sikap cerewetnya, kali ini aku tidak terlalu judes padanya karena aku malu akan kejadian yang tadi.
“Nama kamu siapa?” Katanya setelah dia membereskan barang-barangnya di atas meja.
“Hanni.” Aku juga mulai bersiap-siap untuk pergi karena ini sudah malam, penjaga hotel pasti mengkhawatirkan aku.
“Oke, Hanni. Besok mau jalan-jalan? Lain kali mungkin kau tak perlu malu karena salah mengira aku menggambarmu. Karena aku pasti melukismu.”
Deg... apa dia baru saja menggodaku? Plak sadar Hanni dia hanya bercanda jangan terlalu GR. Namun, “Jadi, Hanni kembali bisu? Boleh aku minta alamatmu?” Aku segera mengangguk dan memberikan alamat hotelku. Aku berharap dia juga akan meminta nomor telponku, namun harapan tinggallah harapan.
Semakin lama kita semakin dekat, maksudku aku dengan Dex. Dia seorang pelukis yang terkenal di Bali namun aku tidak mengetahuinya, karena aku orang Jakarta. Sekarang aku bahkan berada di rumahnya, hanya untuk mengambil peralatan lukisnya yang ketinggalan. Aku duduk di sofa coklat dan dia berada di lantai atas, di studio melukisnya.
Kau ingat tentang Minions? Yang awalnya pemeran pembantu lalu berubah menjadi tokoh utama karena orang yang memprokdusinya sadar kalau Minions lebih menarik perhatian? Entah mengapa, sekarang aku merasa seperti itu. Aku merasa telah menjadi tokoh utama karena Dex, dia membuatku menjadi sorot perhatian. Kau tahu? Menjadi tokoh utama ternyata tidak seburuk seperti yang aku bayangkan. Karena aku juga merasa senang, asal orang yang membuatku menjadi tokoh utama adalah orang yang tepat, seperti Dex. Ya, aku menyukainya atau mungkin mencintainya?
Tiba-tiba Dex memanggilku dari atas studionya. Kebiasaan Dex adalah membuyarkan lamunanku. Aku ke studionya dan jreeeng lukisan Dex di mana-mana, tapi langsung membuatku bingung. Semua objek lukisannya adalah wanita. Aku ingin bertanya kenapa objek lukisannya wanita? Namun kuurungkan karena aku sadar, aku bukan siapa-siapanya Dex.
Satu bulan berlalu, aku dan Dex semakin dekat. Bahkan setiap hari aku selalu jalan-jalan dengannya. Namun, hari ini mungkin terakhir kalinya aku jalan-jalan dengannya. Aku menampar pipinya dengan keras sehingga tanganku juga terasa sakit. Air mataku mulai berjatuhan dan dia tidak berusaha untuk mengusap air mataku seperti dulu.
“Dengarkan penjelasanku terlebih dahulu Hanni.” Suara yang sangat menjengkelkan.
Aku harus melakukan apa lagi? Kakiku sudah lemas. Ingat perkataanku tentang betapa menyenangkannya menjadi tokoh utama asal orang yang menjadikanmu tokoh utama adalah orang yang tepat? Dan Dex bukan orang yang tepat. Harusnya aku sadar, mengapa laki-laki tampan seperti Dex mau mendekatiku? Ternyata itu karena Hanna. Aku lupa Hanna adalah tokoh utama, dia yang mengatur semuanya. Aku benci dengannya dan perannya.
Kenapa dia sok mau mengatur kehidupanku? Dex pacar Hanna dan dia memaksa Dex agar mendekatiku lalu membuatku menjadi gadis baik. Dan yah, Hanna berhasil. Aku terjebak pesona Dex, aku menjadi gadis yang baik karena sedang jatuh cinta. Lalu jangan salahkan aku kalau nanti aku berubah menjadi pemeran pembantu yang membantu pemeran antagonis untuk menghancurkan tokoh protagonis utama. Jangan salahkan aku!
TAMAT
BIODATA
Penulis adalah seorang gadis yang lahir lima belas tahun silam, bercita-cita menjadi seorang polwan dan penulis. Dayuk, begitu orang memanggilnya, lengkapnya Sayyidatul Imamah. Penulis lahir di Pasongsongan, Serreh Soddara pada tanggal 18 April 2001. Sekarang penulis ngekost di jl. Guntur No 2. Penulis merupakan alumni SMPN 1 PASONGSONGAN, dan sekarang tercantum sebagai siswi SMAN 1 SUMENEP. Jika ingin menghubungi penulis bisa lewat account facebook dengan nama Hiku Nara Hatsune atau email sayyidatul.imamah18@gmail.com , bisa juga dengan no telpon penulis yaitu 082334928808.
Ingin karyamu dimuat di sastraindonesia.org? Kirimkan karyamu ke sastraindonesiaorg@gmail.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.