Penulis: Nizami
Penerjemah: Dede Aditya Kaswar
Penerbit: OASE Mata Air Makna
Tebal: 256 halaman
Cetakan ke: XII, Juli 2010
“Duhai Kekasihku,andai aku tidak dapat mempersembahkan jiwaku
kepadamu, maka lebih baik aku membuangnya dan kehilangan ia untuk selamanya. Aku terbakar dalam api
cinta. Aku tenggelam dalam air mata kesedihan. Bahkan matahari yang menyinari
dunia dapat merasakan panasnya bara hasratku. Aku adalah ngengat yang terbang
menembus malam untuk mengitari nyala api lilin. Oh, lilin jiwaku, jangan siksa
aku ketika aku mengelilingimu! Kau telah memikatku, kau telah merampas takdirku,
akalku, juga tubuhku.
“Engkau adalah penyebab kepedihanku, namun, meskipun demikian,
cinta yang kurasakan padamu merupakan pelipurku, satu-satunya obat penyembuhku.
Sungguh aneh, sebuah obat yang sekaligus penyebab rasa sakit yang lebih hebat!
Andai sang angin dapat menyentuh bibirmu dan membawa kecupanmu kepadaku. Namun,
aku akan menjadai cemburu kepada sang angin, dan menyesal sendiri karena telah
menyuruhnya.
“Kekuatan jahat telah memisahkan kita,duhai kekasihku. Takdir telah menebar mantra jahatnya dan memukul jatuh cawan dari tanganku: anggur telah habis dan aku sekarat kehausan. Dan sekarang takdir sedang menertawakanku sementara aku terbaring sekarat. Memang, aku telah dikutuk oleh kekuatan jahat, oleh takdir, oleh apa pun namanya. Siapakah yang tidak takut terhadap musuh yang seperti ini? Orang-orang berusaha untuk melindungi diri mereka dari kekuatan jahat dengan mengenakan azimat biru; bahkan sang matahari, yang sangat takut akan kegelapan, mengenakan langit biru sebagai jubah untuk menangakal pengaruh jahat. Aku tidak mengenakan sebuah azimat pun sehingga aku harus kehilangan segalanya. Benar, segalanya. Aku telah kehilangan segalanya karena aku telah kehilanganmu, karena engkau adalah segalanya bagiku. Kalau bukan ulah takdir, maka sudah sepantasnya aku untuk takut. Dan untuk marah….”Hal:25-26.
Kamu, duhai pembaca budiman, kamu pasti telah melewatkan yang
bagian ini bukan?
Kamu, yang belum membaca kisah Laila Majnun, apa yang kau pikirkan
ketika pertama kali mendengarnya dari mulut ke mulut oleh orang-orang
sekitarmu?
Apakah tentang seorang wanita yang bernama Majnun karena gilanya?
Apakah dia seorang wanita yang benar-benar gila?
Lalu, siapakah Laila Majnun? Apakah itu hanya seorang tokoh saja?
Atau ada Laila dan ada Majnun? Dua orang?
Baiklah, tulisanku ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
menghantui kalian selama ini. Setelah kalian menemukan jawabnnya, aku yakin,
kalian akan mencari di perpustakaan, meminjam kepada teman, bahkan sampai
meraba dompet dan isi kantong kalian untuk membeli bukunya di toko buku
terdekat kalian. Hehehe, bukan promo!
Sebeleum melangkah lebih jauh duhai, pembaca budiman, sedikit
pengalamanku tentang Laila Majnun, ups! Bukan dengan kedua tokohnya, tetapi dengan
bukunya. Beberapa bulan belakangan ini, aku keliling ke maktabah-maktabah atau
toko-toko buku di sekitar Kairo dengan tujuan membeli buku Laila Majnun dalam
versi bahasa Arabnya, kutanyakan satu-persatu pada penjaga toko buku yang
kudatangi di belakang Al-Azhar, sekitarnya dan bahkan sampai ke sekitarAttabah
sana, kutanyakan keberadaan buku Laila Majnun, namun tak kunjung ada. Mungkin
karena buku ini adalah buku lama dan kisah lama, sehingga sudah tidak ada lagi
maktabah yang menjual atau menyimpannya. Beberapa maktabah kuanjurkan agar
mereka mencetaknya kemabali, selain aku ingin mengetahui kisahnya, agar mereka
yang generasi baru juga dapat menikmati ksisah Laila Majnun ini. Sudah sejak
aku masih kecil kata ‘Laila Majnun’ sudah tak asing di telingaku, namun baru
minggu ini dapat kubaca, 30 januari 2017, itu pun minjam dari Perpustakaan
Mahasiswa Indonesia di Mesir (PMIK) di daerah Rab’ah, gedung Wisma Nusantara
lantai lima Kairo. Sekian cerita dariku.
*****
Laila Majnun, dua kata yang sudah booming dari abad ke abad dan sudah tidak asing di telinga lagi bukan? Baiklah, akan aku beritahu sedikit tentang dua kata itu pada kamu yang belum tahu dan mengingatkannya kembali bagi kamu yang sudah tahu. Kisah ini layak untuk dijadikan pelajaran oleh pencinta dan yang dicintai, dan juga kedua orangtua.
*****
“Pada Zaman dahulu, di negeri Arab, hiduplah seorang pemimpin kabilah, seorang Sayid, yang sangat termayshur. Bani Amir nama kabilah itu. Kegagahberaniannya telah masyhur di jazirah Arab. Kedermawanannya kepada para fakir miskin dan keramah tamahannya dalam menjamu para musafir telah terkenal ke mana-mana. Namun, meskipun dicintai oleh semua orang dan mendapat tempat yang yang layaknya sultan atau khalifah, dia tidak merasa bahagia. Sang Sayid tidak memiliki anak. Apalah artinya kekuasaan yang besar dan kekayaan yang melimpah bagi seorang laki-laki apabila ia tidak memiliki anak?” Hal: 12.
Dan demikianlah sang Sayid, selalu berdoa, berpuasa, dan berderma,
hingga, ketika ia baru saja akan menyerah, Tuhan akhirnya mengabulkan permintaannya.
Ia dianugerahi seorang anak laki-laki. Seorang anak yang cantik bagaikan
sekumtum mawar yang baru merekah, laksana sebuah berlian yang kecemerlangannya
dapat mengubah malam menjadi siang.” Hal: 13.
“Pada hari kelima belas, orangtuanya memberinya nama Qois. Namun
semua ini mereka lakukan secara diam-diam , tersembunyi dari orang-orang, agar
bayi itu terhindar dari pengaruh jahat.” Hal: 14.
Ketika Qois beranjak deawasa, ia pun dimasukkan ke sekolah dan
jatuh cinta pada seorang perempuan yang kecantikannya luar daripada biasanya,
lain daripada yang lain.
“Nama gadis itu adalah Laila, berasal dari kata bahasa Arab, “lail”
yang berarti “malam”, karena di bawah
bayangan rambutnya, wajahnya bersinar bagaikan bulan purnama yang memancarkan
keindahan cahaya. Matanya hitam, dalam, dan besinar-sinar bagaikan mata seekor
rusa. Dan dengan sebuah kibasan bulu matanya, ia mampu mengubah seluruh dunia
menjadi puing-puing. Mulutnya yang mungil terbuka-hanya untuk mengucapkan
hal-hal yang indah. Apabila ada orang yang menggodanya-baik dengan kata-kata
maupun dengan senyuman-pipinya akan memerah, seolah mawar-mawar merah merekah
pada pipinya yang seputih susu. Hati yang sekeras apapun akan mencair begitu
memandang keajaiban ciptaan ini. Namun, di antara semua teman-temannya, Qois-lah
yang memiliki hasrat paling besar terhadap Laila. Ia telah tenggelam di dalam lautan cinta
bahkan sebelum ia mengerti makna cinta itu sendiri. Ia telah menyerahkan
hatinya kepada gadis ini bahkan sebelum ia menyadari betapa berharga hati yang diserahkannya kepada Laila
itu. Perasaan Laila pun tidak jauh berbeda, ia telah jatuh cinta kepada Qois.
Api telah menyala di dalam hati mereka, dan cahayanya saling memantul di antara
mereka. Lantas apa yang bisa mereka lakukan untuk menjinakkannya? Tida ada.
Mereka masih remaja. Dan remaja menerima apapun yang terjadi pada diri mereka
tanpa banyak pertanyaan.” Hal:16-17
*****
Qois adalah tokoh utama dalam novel Laila Majnun ini. Qois dan Laila saling mencintai. Hingga pada suatu hari orang-orang tahu bahwa Qois dan Laila sedang jatuh cinta. Akhirnya kedua belah pihak kabilah tahu. Untuk menghindari permusuhan dan menjaga nama baik masing-masing kabilah, Qois dan Laila berusaha untuk tidak saling memandang dan bertemu. Hal inilah awal yang membuat Qois menjadi ‘majnun, gila’ sejak inilah ia disebut orang-orang si “majnun, si orang gila”. Meskipun ia gila, Majnun sangat pandai sekali bersyair. Mungkin karena rasa galaunya lah ia pandai bersyair, bukankah sekaran g ini juga banyak anak remaja yang baru putus pacaran lalu update status yang galaunya minta ampun dan statusnya luar biasa, tak kita sangka? Benar kan? Bagaimana pula rasanya dua orang yang sedang jatuh cinta dan cinta mereka sedang merekah bagaikan bunga tulip yang baru mekar? Terpaksa dipisahkan oleh jarak dan waktu.
Cinta yang bagaimanakah paling sakit?
Cinta bertepuk sebelah tangan? Bukan!
Cinta tak terbalas? Tidak!
Cinta yang diselingkuhi? Juga bukan!
Diam-diam jatuh cinta? Juga tidak!
Lalu cinta yang bagaimana?
Cinta yang paling sakit, yang sakitnya masyhur sepanjang zaman
aialah: saling mencintai namun tidak boleh bertemu, tidak bisa teleponan, tidak
bisa vedeo call-an dan tidak boleh pula menikah!
Majnun mencoba menahankan hasratnya, tapi ia tidak mampu, hingga ia
kehilangan dirinya dan pikirannya, ia pun menjadi gila. Hal inilah yang
menyebabkan kurangnya kepercayaan ayahnya Laila terhadap sosok Majnun. Majnun
telah menjadi gila, ia berjalan ke sana-kemari dengan gelisah bukan buatan,
berjalan sendiri dan bicara sendiri, berjalan di atas gurun pasir tanpa memakai
alas kaki, tidak memakai baju bahkan tidak ada sehelai kain pun yang ia pakai.
Berita ini pun sampai kepada ayahnya Laila.
Pertanyaanku: Kenanapa Majnun memutuskan sendirinya, tanpa
bersetrus terang kepada ayahnya atau bapaknya Laila bahwa ia mencintai Laila?
Kenapa harus mengambil keputusan sendiri agar tidak bertemu dan saling menahan
dan mengurung diri? Hingga pada akhirnya keputusannya yang membunuh jati
dirinya.
Ya begitulah remaja, masih banyak rasa takutnya. Kalau saja ia
berseterus terang kepada ayahnya sebelum ia menjadi gila, maka kisah ini tidak
akan se sakral ini!.
Ayanhya Laila tidak ingin harga dirinya ternodai, nama baiknya tercoreng
dan tidak mau mendengar cacian dari kabilah-kabilah lainnya, ayahnya Laila
tidak ingin mendengar kabar buruk dari orang-orang bahwa anaknya pacaran dengan
seorang Majnun. Berkali-kali Majnun mencoba untuk menemui Laila, selalu saja
gagal. Dihalangi oleh penjaga kabilahnya Laila. Bahkan ayahnya Majnun sudah mencoba untuk melamar Laila untuk
dijadikan menantunya. Namun, ayah Laila lebih mementingkan harga dirinya, tetap
bersikeras dengan mempertahankan martabatnya, ia tidak mau memberikan anaknya
untuk istri seorang gila, Majnun!.
Bahkan, seorang raja kabilah lain bernama Naufal, sedang melakukan
pemburuan di padang pasir. Binatang buruannya masuk ke dalam gua, dan Naufal bertemu
sosok yang gila, si Majnun di dalam gua tersebut. Tak lama, Naufal pun
bersahabat dengan Majnun. Selain merasa kasihan pada Majnun, Naufal sangat
kagum pada Majnun yang lidahnya lihai sekali bersyair. Kemudian Naufal pun
berjanji untuk menyembuhkan nasib malang
yang dialami Majnun, untuk mengabulkan hasrat Majnun, dengan mendatangkan Laila
untuk Majnun.
Akhirnya Naufal mendatangi kabilahnya Laila secara baik-baik untuk
melamar Laila jadi istri Majnun, namun ayah Laila tidak mempan. Pada akhirnya
terjadilah perperangan antar kabilah Naufal dan kabilahnya Laila dan kabilah
Laila pun kalak telak!. Namun ini adalah tentang harga diri seorang raja. Mau
bagaimana pun, harga diri tetaplah harga diri seorang sultan, ia tidak ingin
harga dirinya tercoreng, ayah Laila tidak mau menyerahkan anaknya kepada Naufal
untuk diberikan kepada Majnun, menjadi istri Majnun. Seperti yang dikatakan
ayahnya Laila di bagian berikut ini:
“Hai Naufal! Kau adalah kebanggaan orang-orang Arab dan pangeran
seluruh manusia! Aku adalah seorang renta-orang tua yang hatinya telah remuk
dan punggungnya telah bungkuk oleh pergantian waktu. Malapetaka telah membuatku
jatuh bersimpuh, duka cita telah menyesakkanku.
Kesalahan dan kekejian ini telah dilimpahkan ke pundakku. Dan bila aku
berpikir tentang darah yang telah tumpah karena aku, aku berharap bahwa bumi
tuhan ini akan terbelah dan menelanku hidup-hidup. Sekarang waktunya kau untuk
memutuskan. Jika kau membiarkan anakku hidup, maka aku sangat berterima kasih.
Jika kau berniat membunuhnya, maka bunuhlah dia! Sembelihlah lehernya dengan
belatimu, hujamkan pedangmu ke dalam jantungnya, injak-injak tubuhnya oleh
kaki-kaki kudamu jika kau menginginkannya. Aku tidak akan melawan.
“Tapi ada satu hal yang tidak dapat aku terima. Tidak akan pernah,
selagi aku masih ayahnya, kuserahkan anakku kepada orang sinting ini, kepada
‘majnun’ ini-tidak akan pernah! Lebeih baik, kau ikat orang ini dengan rantai
besi dan penjarakan dia, bukan diikat oleh tali pernikahan dan membiarkannya
berkeliaran!
“Lagipula, siapakah dia? Dia adalah orang tolol. Gelandangan dan
gembel biasa, seorang pengembara tidak berguna yang tidak memiliki rumah dan
berkelana ke pelosok-pelosok seperti petapa kotor yang dikuasai oleh setan dan
kaki tangannya. Apakah ia masih pantas untuk duduk bersama manusia, apalagi untuk
menikah? Apakah aku akan mengambil menantu seorang penyair durhaka yang telah
menyebabkan namaku tercemar? Tidak ada satu penjuru pun di seluruh Jazirah Arab
ini di mana nama anakku tidak disebut-sebut dalam syair-syair murahan
orang-orang. Dan kau, dengan segenap akal sehatmu, memintaku menyerahkan anakku
ke tangannya? Namaku akan ternoda selamanya, kehormatanku akan sangat tercemar
hingga tidak dapat dipulihkan kembali. Kau meminta sesuatu yang mustahil, Tuan,
dan aku mohon kepadamu untuk menarik kembali permintaanmu. Mengapa aku lebih
baik memilih menebas leher anakku dengan pedangku sendiri daripada
menyerahkannya kepada Manjun: karena itu bagaikan menyerahkan anakku sendiri
kepada singa untuk dimangsa. Lebih baik dia mendapat kematian dengan cepat oleh
pedangku, daripada meletakkannya di dalam taring seekor ular seperti Majnun!”
Hal: 98-96.
Akhirnya setelah mendengar kata-kata yang dilontarkan oleh ayahnya
Laila, hati Naufal jadi Lumer. Ia pun menyerah dan memerintahkan anak buahnya
untuk pulang.
Kecantikan Laila tersebar ke seluruh penjuru Arab dari mulut ke
mulut hingga sampai di telinga sang pangeran raja yang bernama Ibnu Salam, yang
mempunyai harta melimpah, jauh lebih kaya dari kabilah lainnya, apalagi dari
kabilahnya Laila? Tidak sebanding!
Ibnu Salam pun mendatangi kabilahnya Laila dengan membawa
pasukannya, bukan untuk berperang tetapi untuk menikahi Laila. Segala penawaran
yang ditawarkan kepada ayahnya Laila, akhirnya ayahnya takluk. Awalnya ayahnya
tidak mempan, karena ia mempunyai sebuah intan yang sangat berharga, ia tahu
akan itu dan dia tidak semudah itu memberikannya kepada orang lain. Namun siapa
sih yang tidak mau menantunya seorang kaya raya akan harta dan martabat? Ayah
Laila pun menerima lamarannya dan menjanjikannya.Tak lama kemudian Ibnu Salam menagih
janji ayahnya Laila dan Ibnu Salam resmi menjadi suami Laila.
*****
Lalu bagaimanakah dengan si Qois, si Majnun? Apakah berita ini
sampai kepadanya? Apakah ia tidak makin gila setelah mengetahui sang pujaan
hatinya diambil orang lain? Dimanakah dia sekarang? Apakah ia dipertemukan lagi
dengan Laila? Apakah Laila maeninggal tanpa melihat Majnun selamanya?
Berbagai pertanyaan tentunya menghantui kalian…
Maka dari itu, yuk dibaca bukunya, dapatkan pelajaran dan
hikmahnya. Kalau kau tidak menemukannya di toko buku, di perpustakaan, minjam
di teman pun tidak ada. Maka aku akan bersedia menceritakannya padamu lewat
mulutku duhai, Kawan, akan tetepi tidak semuanya kuceritakan sampai ending
cerita! Agar kalian juga membaca. Yang kupaparkan di tulisanku ini tidaklah
seberapa dibandingkan yang ada di dalam cerita, di dalam buku, kisah
lengkapknya akan kalian temukan di sana, akan kalian temukan sastranya, pelajarannya,
hikmahnya dan kandungan nasihat dari penulisnya sendiri, Nizami.
Jujur, aku sendiri merasa bahagia, merasa terobati, merasa senang
hati pada penulis, karena penulis telah sedikit mengobati kerinduan sang
pangeran cinta si Majnun, ketika Majnun melantunkan Syairnya, seperti di bagian
berikut ini, jangan pernah melewatkannya, Kawan!
Majnun bersyair:
“Bila mana taman meriah oleh mawar-mawar merah, betapa cocoknya
menyandingkannya dengan anggur merah delima.
Aku heran,untuk siapa mawar mengoyak pakaiannya?
Untuk cinta sang kekasih, kukoyak pakaianku sendiri!
Bukankah mangsa yang menjerit akan ketidakadilan?
Lalu mengapa meributkan halilintar?
Jika korbannya adalah aku!
Bagaikan tetes hujan di saat matahari terbit yang jatuh menetes
pada kelopak melati,
Pada pipi sang kekasih, air mataku bercucuran.
Tulip yang memerah di seluruh daratan bagaikan batu delima.
Pencuri mana yang telah merampas intan milikku?
Pepohonan menebarkan wanginya dalam aroma bunga,
Hingga aroma Khotan tak bisa bernafas dalam kekaguman.” Hal: 225.
Aku senang tentu bukan karena syairnya si Majnun, melainkan senang
karena dia bertemu lagi dengan kekasihnya Laila setelah lama pakai banget
sekali tak bertemu, duh!. Tetapi, apakah ini adalah ending cerita? Tidak, Kawan!,
ceritanya masih jauh dan masih lama. Silakan dibaca sendiri saja ya? Hehehe.
Apapun motif kalian, tulisanku ini hanya bermaksud membantu
mendorong kalian untuk tak ragu menjadikan novel ini sebagai koleksi pribadi.
Aku siap ‘mengompori’ kalian untuk segera mengambil lembaran rupiah di dompet
kalian dan menukarnya dengan novel yang tergolong best seller dunia ini, yang
booming sepanjang sejarah!.
*****
Setting Tempat: Sangat
menyentuh, aku sendiri merasakan ikut hadir di tempat-tempat yang disebutkan
penulis. Gurun pasir di tanah Arab.Terhitung aku sendiri sedang di tanah Arab,
hehehe, promo deh gua. Seluk-beluk tempat di dalam buku ini semuanya tersentuh,
bahkan sampai ke hewan-hewan di gurun pasir pun ikut narsis dalam novel ini.
Kenapa tidak? Karena si Majnun telah bersahabat dengan alam dan binatang-binatang
buas.
Tema: Tentang Integritas, Cinta dan Kesetiaan. Sungguh kuatnya ayah Laila
mempertahankan martabatnya!, kalau saja ia menuruti kata hatinya, tentunya
Majnun tidak segila itu dan tentunya kisah ini pun tidak diingat dan tidak
tertanam di hati pembaca hingga saat ini. Sungguh betapa cintanya Majnun
terhadap Laila dan betapa setianya Laila kepada Majnun, sehingga gilanya Majnun
berefek juga kepada Laila. Mereka memang terpisahkan oleh jarak dan waktu,
namun ruh cinta mereka bersatu!. Kesetiaan Laila pada Majnun amat sangat hebat,
sehingga ia tidak dapat mencintai suaminya sendiri. Menikah, namun mutiaranya
tetap terkunci, tidak pernah disentuh oleh orang jahat bahkan suaminya sendiri
pun tidak!, ia hanya menanti suaminya yang sesungguhnya, belahan jiwanya, si
Majnun. Novel ini tidak berarti mengajarkan kita lebih mencintai seseorang
daripada Yang Maha Pencinta, justru adalah sebaliknya: mengajarkan kita untuk
lebih mencintai Tuhan, Sang Pencipta. Di epilog buku Laila Majnun akan kamu
temukan keterangannya.
Sudut Pndang: Di dalam novel
ini, penulis, Nizami, menjadikan dirinya sebagai orang ketiga. Sehingga ia bisa
menceritakan semua tokoh menjadi menonjol. Tidak terikat pada satu atau dua
tokoh saja, Majnun dan Laila. Tokoh utamanya sendiri di dalam novel ini adalah
Majnun dan Laila, sesuai dengan judul arabnya, “Majnun Laila” dan di dalam
judul terjemahan tertulis “Laila Majnun”, orang yang pertama kali mendengar dua
kata ini akan mengira bahwa yang majnun itu adalah si Laila. Atau orang akan
beranggapan ada seorang perempuan yang bernama Laila telah menjadi majnun. Aku
tidak tahu apa alasan penerjemah membalikan judul tersebeut. Ini pertanyaan
khusus buat penerjemah. :D
Alur: Secara umum,
alur yang dipakai di dalam novel ini adalah alur maju. Nizami menceritakan
sejak awal lahirnya Qois, masa kecilnya Qois, awal mulanya Qois dan Laila jatuh
cinta, Qois menjadi gila, dan hingga nama Qois berubah menjadi Majnun! Sampai ke ending alurnya adalah alur maju.
Bahkan di tengah-tengah ada penambahan alur, maksudku, ada penambahan cerita.
Sebuah cerita hikmah sebagai tamsil ibarat yang diceritakan penulis. Nanti akan
kalian temukan sendiri, silakan baca novel Laila Majnun! #Promosi-__- lagi deh
gue. Hehehe.
Penokohan Tokoh Utama: Seperti
yang telah kusebutkan sebelumnya, bahwa tokoh yang menjadi poros utama cerita
dalam novel ini adalah Majnun dan Laila, yang lebih menonjol ialah si Majnun.
Kenapa kukatan dua tokoh utama? Karena Majnun dan Laila adalah satu ruh,
jasadnya saja yang terpisah dan dua-duanya gila. Satu sama lain sama adanya.
Terakhir:
Cela?: Aku tidak
menemukan cela dalam novel terjemahan ini. Mungkin karena yang ada di tanganku
ini adalah sudah direvisi berkali-kali sehingga tidak ada kutemukan kesalahan
opini, typo dan sebagainya dan sebagainya, apa aku kurang teliti ya? Oh semoga
saja tidak.
Novel ini nyaris sempurna! Ini novel bergiz! Tidak mengherankan
jika novel ini mendunia, diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan booming
hingga saat ini. Mereka yang tinggal di daerah-daerah Majnun dan Laila, sesuai
yang disebutkan penlis dalam novel ini. Mereka generasi baru yang tinggal di
sana menelusuri tempat-tempat tersebut untuk mengetahui kebenaran kisah cinta
yang sakral ini! Sudah dibuatka ke dalam berbagai teater dan difilemkan di
berbagai Negara termasuk india. Generasi-generasi baru yang baru mendengar juga
mencari dan ingin membaca. Maka ini adalah saran baik untuk penerbit OASE agar
mencetak ulang lebih banyak lagi buku novel ini, agar yang belum memilikinya
segera meilikinya, hehe, ini hanya saranku loh.
*****
“Salah satu karya sastra yang popular dari dunia Islam adalah
“Laila Majnun”. Selama lebih seribu tahun, beragam versi dari tragis ini muncul
dalam bentuk prosa, puisi, dan lagu dalam hampir semua bahasa di negara-negara
Islam Timur Dekat. Nizami telah memetakan kemisteriusan dunia cinta secara
utuh, tidak menyisakan satu daerah pun tanpa tersentuh. Bahasanya mungkin
adalah bahasa Persia abad kedua belas, namun temanya adalah sesuatu yang
menembus semua batasan ruang dan waktu.” –Dr Colin Paul Turner, Durham
University. (Bagian sampul belakang).
Semoga, dengan adanya tulisanku ini dapat membantumu untuk
meningkatkan gairah atau hasratmu membacamu akan buku novel Laila Majnun, bukan
hanya buku itu saja, tetapi semua buku, membaca sebanyak-banyaknya. Selamat menelusuri
kisah Laila Majnun. Dan semoga menjadi amal jariah bagi penulis dan penerjemah
novel ini. Aamiin.
-SELAMAT MEMBACA KISAH MAJNUN LAILA-
-By: Muhammad Daud Farma.
Kairo, 2 February 2017.
Biodata Penulis :
Nama : Muhammad Daud Farma
TTL : Alur Langsat, 01 Oktober 1994
Alamat di Indonesia: Desa Alur Langsat. Kec. Tanoh Alas. Kab. Aceh Tenggara. KUTA CANE-INDONESIA.
Alamat di Mesir: Kawakib-Darrasah, Kairo-Mesir.
No paspor: A 8814151
Pekerjaan: Mahasiswa Fakultas Al-Lughah Al-Arabiah. Syu'bah 'Ammah.
TTL : Alur Langsat, 01 Oktober 1994
Alamat di Indonesia: Desa Alur Langsat. Kec. Tanoh Alas. Kab. Aceh Tenggara. KUTA CANE-INDONESIA.
Alamat di Mesir: Kawakib-Darrasah, Kairo-Mesir.
No paspor: A 8814151
Pekerjaan: Mahasiswa Fakultas Al-Lughah Al-Arabiah. Syu'bah 'Ammah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.