Semua yang berbau “Senja” ada pada
Seno Gumira Ajidarma (SGA), ini terlihat dari karya legendarisnya Sepotong
Senja Untuk Pacarku. Sebuah kumpulan cerpen yang menasbihkan SGA sebagai penulis
yang diperhitungkan dalam ranah sastra. SGA juga mempopulerkan nama Alina dan
Sukab yang selalu jadi icon karakter tiap cerpennya. Terdapat 3 trilogi awal
dari kumcernya ini ; Sepotong Senja Untuk Pacarku, Jawaban Alina dan Tukang Pos dalam Amplop.
Sebenarnya
kumcer ini bukan hal baru, tambahan halaman dan cover baru. Cerpen Sepotong
Senja Untuk Pacarku sendiri telah lama termuat di Kompas bulan Februari 1991
silam. Trilogi senja dibuka seorang pria bernama Sukab yang mencoba mencuri
senja dan memotongnya untuk diberikan pada sang pacar-Alina. Sukab betapa
bodohnya untuk memberanikan mencuri dan dikejar seluruh kota demi senja untuk
Alina. Tapi apa yang Sukab curi itu tidak membuat senang Alina, ini dijawab
dalam Jawaban Alina. Senja yang dikirimkan kepadanya dalam sebuah amplop baru
nyampai 10 tahun kemudian oleh seorang tukang pos.
Alina
merasa tidak menyukai Sukab, biarpun Sukab mengirim sepotong senja. Malah
membuat Alina benci karena potongan senja itu membuat lari ke atas puncak
Himalaya karena senja dalam amplop itu mengakibatkan ar bah bagai jaman nabi
Nuh. Dalam trilogi ini, cerpen Tukang Pos dalam amplop ada di tengah 2 cerita
tersebut. Pertanyaan kenapa baru 10 tahun surat Sukab baru nyampai ke Alina,
ini ulah kejahilan tukang pos yang mengintip amplop senja dan tersedot
kedalamnya. Baru muncul kembali 10 tahun kemudian.
Kumcer
SGA ini terdapat 14 cerpen, tapi paling menarik hari pada “Kunang-Kunang
Mandarin” dalam konteksnya mengacu peristiwa kerusuhan rasial Mei 1998 silam.
SGA begitu piawai menyamarkan kata
“Cina” menjadi Mandarin. Didalamnya diceritakan Sukab dan lagi-lagi
Sukab, nama ini diambil SGA tidak sengaja sewaktu mengikuti pemetasan teater
dan nama itu muncul. Si Sukab ini membuat perternakan kunang-kunang dari
kuku-kuku orang mandarin yang dibantai habis di kota yang dimana pelangi tak
pernah memudar
“Dahulu kala, kota dimana pelangi tidak
pernah memudar itu, orang-orang Mandarin diburu seolah-olah mereka makhluk yang
harus dimusnahkan dan tidak boleh hidup dimuka bumi.Orang-orang Mandarin
dibantai seperti binatang sampai habis tanpa sisa,padahal merekalah yang
memajukan perdagangan kota itu” hal
71
SGA sekali lagi
memainkan kata-kata yang cerdas, seperti terlihat diatas. Bagaimana Sukab
menghargai orang-rang Mandarin yang telah mati dibantai tanpa sisa itu dengan
perternakan kunang-kunang yang ia lihat dari atas bukit perkuburan massal
orang-orang Mandarin.
Jasa
si Sukab inilah dengan perternakan kunang-kunang membuat kota itu yang dulu
gelap sepi sunyi kembali bergairah. Cerita-cerita Sukab dan peternakan
Kunang-kunang itulah menarik perhatian para turis-turis untuk berdatangan ke
kota tersebut. Hingga kota terang benderang lagi dengan pelanginya yang tidak
pernah memudar. Bahkan ada seorang sarjana Mandarin bernama Udin datang ke kota
itu untuk bertemu Sukab untuk mengetahui sejarah pahit bangsanya yang dibantai.
Tapi
SGA memberi ending yang pahit dalam Kunang-kunang Mandarin
“Suara angin mendesau dari laut, seperti
nyanyian kematian
“Tuan Udin Mandarin” sebuah suara
memanggilnya
Dibalik gerumbul alang-alang, dilihatnya
sosok-sosok hitam mengelilingi bukit, mengepungnya
Mereka semua membawa golok” hal 77
Tema
“Senja” yang diusung SGA ada sebuah kritik sosial dan budaya dalam sejarah
masyarakat kita. SGA pernah berkata jika jurnalis dibungkam, sastra berbicara.
Dalam cerpen-cerpennya SGA memberikan kritik-kritik sosial dibalut permainan kata yang bernama
“Senja”
Kritik
itu terlihat juga pada “Ikan Paus Merah”, hewan langka yang selalu diburu
manusia. Terakhir dari jenisnya, terpanah dipunggungnya dengan jeritan purbanya
mengarungi samudera selama bertahun-tahun
SGA
sendiri menulis tentang senja ini dalam berbagai pendekatan dan konteks mulai
dari gejala alam kasat mata sampai segenap kontruksi struktural dan tematik.
Semua diterjemahkan kumcernya Sepotong Senja Untuk Pacarku, muncul pertama kali
di Kompas 1991 ini membuat banyak anak muda akan mengganti nama Alina dengan
nama kekasih mereka masing-masing terinspirasi dari cerita ini
Trilogi
dalam sepotong senja untuk pacarku ini sempat dibacakan 2016 silam dengan
aktor-aktor terkenal, Dian Sastro, Abimana Aryasatya dan Butet Kertaradjasa
menyambut Valentine kala itu
Dalam
edisi baru ini SGA menambahkan 3 cerpen berasal dari kumpulan Linguae 2007 dan
permainan kata melayu tempoe doeloe dari Eddy Suhardy. SGA merasa tidak bisa
menulis senja kembali, jiwanya tidak bisa masuk ke dunia absurd dikarenakan
kehidupan dunia membuai dan teperangkap dalam kehidupan sosial politik. Ia
hanya ingin tiap pembaca ini mengartikan senja-nya sendiri.
Buku : Sepotong
Senja Untuk Pacarku
Penulis : Seno Gumira
Ajidarma
Penerbit : PT. Gramedia
Pustaka Utama
Cetakan ke 3 : Januari 2017
ISBN : 978602-03-19003-2
Biodata Penulis :
Ferry Fansuri kelahiran Surabaya adalah travel writer, fotografer dan entreprenur lulusan Fakultas Sastra jurusan Ilmu Sejarah Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya. Pernah bergabung dalam teater Gapus-Unair dan ikut dalam pendirian majalah kampus Situs dan cerpen pertamanya "Roman Picisan" (2000) termuat. Mantan redaktur tabloid Ototrend (2001-2013) Jawa Pos Group. Sekarang menulis freelance dan tulisannya tersebar di berbagai media Nasional. ferry_fansuri@yahoo.com
0 Response to "Kritik Sosial Dalam Sepotong Senja Oleh Ferry Fansuri"
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.