Rabu, 22 Februari 2017

Kekasih dari Langit - Ainia Praba




"Sepertinya kau harus mulai melupakannya." Ucapan Darsy mendesirkan hati. Meskipun begitu, tak kuacuhkan perkataannya barusan. 
Kuteruskan kegiatanku yang sebenarnya tak bisa dibilang kegiatan. Aku hanya memandangi langit. Menggantungkan harapan pada samudra yang menjingga. Harapan tentangnya, yang meninggalkanku dalam kehampaan indah dan penantian tak membosankan. 
Kudengar Darsy mendengus di sampingku. Mungkin dia lelah setelah selama ini berusaha menghentikan kegalauanku.
"Ya, sudahlah. Jangan lupa kita ada seminar setelah makan malam," katanya kemudian berlalu. Tentu saja aku tak lupa. Walaupun terasa perih seluas langit, namun aku tak pernah mengabaikan tugas.
Kulirik kepergian Darsy dan menemukan seseorang berdiri di sudut sana, dengan pandangan yang sama dengan Darsy. Laki-laki yang sudah kuanggap seperti ayahku sendiri itu pun pasti berpikiran sama tentangku. Kubaca rasa prihatin di pelupuk matanya. Hanya saja tak terucapkan seperti Darsy.


Mungkin sudah lebih dari tujuh ratus hari kulewatkan senja dengan menatap langit. Memeluk harap akan kehadirannya dari sela-sela awan. Atau untuk sekedar mengabadikan bayang satu kenangan. Kenangan di kala dia datang ke duniaku. Kelembutan mata, jiwa pelindung, dan keberaniannya telah membuatku jatuh cinta. Meski ada setitik ragu mengingat kami berasal dari dunia yang berbeda. Namun keraguan itu terhapus oleh janjinya yang akan kembali. Janji yang terucap seiring kecupan di keningku sebelum dia meniti jembatan itu, kembali ke langit. Janji yang belum ditepati hingga tahun-tahun berganti
Senja itu mendung dan aku kacau. Berulang kali kumasukkan angka-angka yang salah pada laporanku. Aku diam sejenak, menghirup nafas dalam dan kuhembuskan perlahan. Rasa perih muncul di hembusan akhir. Rindu itu telah merebak melahirkan luka. Namun aku tahu aku sanggup, harus sanggup, karena aku sangat mencintainya.
Genangan di mataku hampir meleleh saat Darsy tergopoh-gopoh masuk ke ruanganku. Wajahnya tampak nanap.
"Kau, kau tak akan percaya ini!" Serunya kemudian menarik tanganku.
Aku terperangah melihat pemandangan itu. Di langit, mendung itu memekat, membentuk lingkaran. Percikan petir menari-nari di sekitar. Angin berhembus kencang meniupkan harapan. Bukan takut atau cemas akan cuaca, namun justru senyuman yang terbentuk di bibirku. Genangan di mataku akhirnya pecah, bukan karena lara, namun bahagia saat kutemukan sosok itu. Kekasihku yang turun dari langit meniti jembatan pelangi secepat kilat, mendarat di tengah lingkaran yang terukir serupa sihir. Dan sosok itu sekarang berdiri di hadapanku, dengan senyum semanis madu.
"Kau merindukanku, Jane?" ucapnya. 
Dan tiada lagi kata, kusandarkan tubuh ke dadanya, bersembunyi di antara hangatnya pelukan tangan yang kekar.

Ya, tentu saja aku sangat merindukanmu, Thor. Bisikku dalam hati.


New Mexico sebelah Depok, 140217


Tentang Penulis


Ainia Praba (nama pena), lahir di kota Jepara Bumi Kartini, 18 November. Seorang ibu dari satu anak laki-laki. Alumni SMAN I Bangsri. Sekarang tinggal di Depok. Lulus kuliah tahun 2009. Penyuka cappuccino dan cokelat. Hobi nomor satu menonton film. Menulis dominan puisi dan cerpen sejak SMP. Karyanya dimuat di majalah Story tahun 2011 dan di beberapa buku antologi.
Akun FB Ainia Praba, email haibara_ai20@yahoo.co.id

Ingin karyamu dimuat di sastraindonesia.org? Simak ketentuannya di sini




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.