Kamis, 09 Februari 2017

Jamur Kehidupan 2 - Amaliya Khamdanah

Add caption

            “Pak Tua?” tanya lelaki paruh baya dengan jenggotnya panjang berwarna putih.
            “Kami dari planet Zet, Tuan.” balas sosok bayangan putih bersayap sedikit gugup.
            Lelaki paruh baya itu terdiam, mencoba mengingat lagi akan masa lalunya termasuk nama Pak Tua. Lelaki paruh baya tinggal di dekat hutan belantara, hutan yang jarang di singgahi oleh manusia, karena jarang di singgahi itulah tumbuh berbagai macam tanaman dari berbagai belahan bumi bahkan planet lainnya dengan subur.
            “Yaya, Aku adalah teman dekat dari Pak Tua, ada gerangan apakah engkau dan kawananmu kemari?” tanya lelaki paruh baya setelah kembali mengingat.
            Sosok bayangan putih bersayap yang tampak retak itu menjelaskan segalanya—hujan meteor—yang melanda planet Zet, dan hancur jika tak segera di hentikan. Alasannya hanya satu, makhluk dari planet Zet harus tetap menjaga sepenuh hati planetnya seperti pasan terakhir penemu planet bayagan sebelum tiada.
            Lelaki paruh baya itu mengangguk-angguk, seutas senyum tua miliknya terukir indah bersamaan guratan-guratan di wajahnya—tampak tua—dan pemikirannya tak setua wajahnya. “Carilah tanaman yang bersinar di tengah hutan belantara.” ujarnya tanpa menatap sosok-sosok bayangan putih bersayap. Lelaki paruh baya itu memejamkan mata sama seperti yang dilakukan Pak Tua, “manusia menyebutnya jamur kuning keemasan, ambillah tujuh jamur dan tanam di planet kalian, ingat hanya tujuh,” lanjutnya dengan mata yang masih memejam. Sosok bayangan putih bersayap saling mengangguk tak berani berkata.
            “Ketujuh jamur akan menjadi pelindung di planet mu, dan lihatlah keajaiban-keajaiban selanjutnya. Segeralah mencari dan selamatkanlah nyawa-nyawa makhluk di planetmu.” Lelaki peruh baya itu berucap dengan senyum kehangatan.
            “Terima kasih, Tuan,” sosok bayangan putih bersayap itu saling menyalami lelaki paruh baya sebelum akhirnya berjalan jauh memasuki hutan belantara.
            “Sampaikan salam hangatku pada Pak Tua!” teriak lelaki paruh baya setelah sadar melupakan salam untuk teman dekatnya. Sosok-sosok bayangan putih bersayap tersenyum lantas mengangguk.
***
            “Tujuh jamur yang tumbuh di seberang jalan sana adalah jamur kehidupan, Dik.” ujar Kakak menunjuk taman jamur di seberang jalan. Ia tersenyum menatapnya. Aku masih melihat disudut matanya masih ada cairan bening yang hampir melesat jatuh.
            “Mungkin tanpa jamur-jamur itu kakak dan yang lainnya tak akan hidup, dan kemungkinan besar kau tak akan lahir di planet ini,” lirihnya. “karena ketujuh jamur itu planet kita aman dari serangan meteor. Kau tahu, Dik? Di ujung Barat sana terdapat banyak hutan jamur, Papa dan anggota Misi Penyelamat Planet yang mengelolanya.” Balasnya. Kali ini raut mukanya berubah bersinar, bahkan cairan bening yang tak lain adalah air mata miliknya itu telah sirna.
            “Kakak pernah kesana?” tanyaku penasaran, kedua bola mataku membulat, telingaku kembali meninggi seolah-olah tak mau ketinggalan info terpenting tentang planet Zet.
            “Ketika pertengahan bulan tiba, semua jamur-jamur yang tumbuh di hutan jamur akan bercahaya dan ketujuh jamur tersebut pun juga mengeluarkan cahaya keemasannya. Indah sekali.” jawabnya dengan mata yang berkaca-kaca.
“Karena cahaya keemasan dari jamur-jamur itu kita masih bisa hidup di planet Zet ini, Dik.” lanjutnya tersenyum lebar, “pertengahan bulan Papa dan Mama mengajak kita untuk menikmati keindahan jamur-jamur kehidupan.” tutupnya yang masih tersenyum melihatku.

Aku mengangguk paham. Aku masih menerka-nerka seperti apakah jamur-jamur bercahaya keemasan itu. Aku kembali mengangguk seolah berdoa agar pertengahan bulan segera terjadi.

TAMAT

Biodata penulis :

Amaliya Khamdanah, lahir di Demak 7 Agustus 1998. Beberapa tulisannya dimuat dalam buku antologi terbitan Penerbit Indie. Jangan lupa kunjungi juga blog absurdnya di amaliyakhamdanah.blogspot.com 

Ingin karyamu dimuat di sastraindonesia.org? Kirimkan karyamu ke sastraindonesiaorg@gmail.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.