Daun Pelangi.
Tuan
berdalih, hujan tak meminta untuk bersedih. Ketahuilah, embun tak pandai
membohongi, namun serta merta Tuan kian meratapi. Ada sebercak rongga pada daun
yang Tuan warnai dengan pelangi. Keindahannya belumlah pasti. Meski Tuan coba memuliakan
klorofil, daun itu tetap menguning. Warnanya pudar dilindas kesuntukan matahari.
Tuan pun merobek pelangi, agar daun itu tetap memiliki
warnanya yang berahi.
Mengejek
Matahari.
Pada
jejak hujan Tuan semaikan angan pada daun yang kini warnanya telah membaur
dengan kenangan. Begitu ternoda hingga Tuan mengutuk hujan untuk kesekian kali.
Barangkali matahari masih terlalu suntuk, hingga sekumpulan awan menyesali
perbuatannya sendiri.
Tuan
minta pada langit untuk menggelitiki matahari, agar daun Tuan dapat kembali
diwarnai dengan pelangi. Sayang, Tuan lupa bagaimana hujan terlalu asyik
mengejek matahari. Daun Tuan pun membusuk tak berarti.
Kaliwungu,
23 November 2016
Biodata Penulis :
Astri Kumala |
Pegiat
sastra di UKM KIAS Universitas PGRI Semarang. Tercatat sebagai mahasiswa yang
suntuk menulis skripsi.
Ingin karyamu dimuat di sastraindonesia.org? Kirimkan karyamu ke sastraindonesiaorg@gmail.com.
Ingin karyamu dimuat di sastraindonesia.org? Kirimkan karyamu ke sastraindonesiaorg@gmail.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.