Selasa, 28 Februari 2017

Di Balik Seduhan Kopi Kawa Daun - Rahmaleni



Oleh Rahmaleni

Pagi ini kota Payakumbuh berembun seperti biasa. Bias cahaya matahari masih nampak malu untuk menampakkan dirinya. Hamparan sawah hijau sendu terpapar kabut pagi. Burung burung mulai ramai bersiul. Pagi itu Anida masih harus menyelesaikan laporan deadline kantornya yang sudah bertumpuk semenjak seminggu lalu. Project pekerjaannya sebagai Program Manager social-entrepreneur memaksa dia traveling ke beberapa remote area penjuru negeri.

Kali ini Anida bertugas selama lebih kurang 4 bulan di salah satu nagari di wilayah Limah puluh Kota Sumbar, kampung halaman sang Ayah. Anida sangat menikmati pekerjaannya sebagai manager project lapangan. Ia paling cuma sekali 6 bulan menyambani hiruk pikuk ibu kota dengan keramainnya karena meeting dengan pihak donor. Ada suka duka yang terselip di hati Anida sebagai sosok seorang gadis muda yang bepergian sendirian. Hatinya tersekat dengan dinamika hidup yang sedang dijalaninya saat ini.  

Menjalani hidup secara mandiri sudah menjadi pilihan Anida semenjak dia duduk di bangku kuliah. Anida sudah terbiasa travelling sendiri. Terkadang dia menikmati libur akhir tahun dengan teman-teman dekatnya. Menyambangi pedalaman rimba belantara hingga kawasan pegununan dan tak lupa area tepi pantai menjadi pilihan yang selalu dipilihnya. Setiap travelling Anida selalu mencoba berbagai hal. Makanan tradisional dan kopi khas daerah menjadi menu pilihan utama yang selalu diincarnya.

Entah mengapa akhir-akhir ini Anida begitu sering menikmati Kopi Kawa Daun di salah satu kedai kopi di sudut kota Payakumbuh. Setiap selesai melakukan briefing dan rapat dengan wali nagari, Nida bakal samperin langung kedai kopi Milik Pak Chaniago. Kedai itu berasitektur bangunan Minang. Ada empat rangkiang yang menjadi ciri khas bangunan atap di atasnya. Bangunan kedai berwarna cokelat dan terbuat dari kayu menambah kesan cultural eksotism budaya Minang yang kental. Atap yang bergonjong 4 rangkiang itu di tutup dengan daun rumbai. Pemandangan didalam disuguhi beberapa tempat duduk dan meja kopi. 

Meski berasitektur berbudaya kental, kedai kopi itu sudah menyediakan WIFI dan beberapa fasilitas lainnya. Biasanya anak muda di sana lebih memilih spot teras belakang menikmati seduhan Kopi Kawa Daun dengan batok kelapa sembari menatap pemandangan rimbun rimba pehohonan hijau.

“Ah ... Kopi Kawa Daun ...,” gumannya menikmati kesendirian di tengah keramaian. Ada banyak hal yang ia pikirkan dan renungkan setiap menikmati setenguk demi setenguk kopi itu. 

Konon katanya kopi kawa Daun mulai tecipta di daerah Sumatera Barat semenjak jaman penjajahan Belanda dahulu kala. Kesusahan masyarakat di zaman itu terjadi ketika semua biji kopi tidak boleh dinikmati oleh masyarakat di sekitar. Semua biji kopi berkualitas baik dimonolopi oleh pihak Belanda dijadikan komoditi ekspor. Meskipun begitu, orang minang yang “banyak akal, banyak ide” membuat penduduk setempat berusaha untuk mencari jalan lain untuk menikmati kopi. Tidak bisa menikmati biji kopi, daunnya pun jadi.

Sore itu Nida membawa laptopnya ke kedai kopi. Menikmati seduhan racikan Kopi Kawa Daun dicampur dengan segelas susu hangat dan beberapa potong ubi goreng panas. Kesegaran hawa angin sudut kota Payakumbuh membuat Nida memilih duduk di teras belakang kedai kopi. Sambil menatap jauh ke dalam rimba belantara hijau perbukitan. Suara suara monyet bersahutan satu sama lain.  Ah ada sepotong kisah yang kembali terungkap di hati Anida.


Jakarta, 5 Tahun lalu

Tepat pada hari itu, dia teringat bagaimana perjuangannya mendapatkan beasiswa studi S1. Anida cuma anak dari kalangan biasa-biasa saja. Dulu ketika sang Ayah masih menjadi seorang pengusaha furniture, memang kehidupan Anida berjalan semanis bak laksana kopi mochacinno. Ada rasa perpaduan lezat antara kopi dan harumnya dari biji cokelat. Semua terasa manis pada kadarnya. Semua kebutuhan Nida kecil dan sodaranya ada secukupnya. Ketika Nida ingin nonton bioskop menonton film Dinosaurus, eh ternyata akhir pekan berikutnya sang ayah langsung mengajak ke 21. Pas satu pasang sepatu kaka Nida hilang, pas sekali sang Ibu pulang membawakan sepasang sepatu baru untuk kakaknya.

Waktu terempas bak roda berbalik arah. Kehidupan bahagia keluarga Nida berubah bagai hitam pekat penuh dengan pahitnya kehidupan bak sepekat secangkir kopi expresso.  Nida yang waktu itu masih duduk di bangku SMP kehilangan sosok sang Ayah. Ayah Nida ditemukan meninggal akibat terjatuh disenggol mobil berkecepatan tinggi ketika mengendarai sepeda motor. Nida dan sang kakak terguncang hebat. Hanya Ibu yang terlihat tegar tenang menghadapi semua. Hari-hari Nida mulai dihiasi senyuman murung dan hati yang hampa karena ia kehilangan cinta pertamanya, sang Ayah.

Ada banyak hal yang ia dapat dari sang ayah. Bagaimana Nida kecil memandang sosok Ayahnya yang bijaksana dalam menjalani hidup. Bagimana solusi kreatif sang Ayah berikan ketika Nida ingin sekali beli baju pesta. Bagaimana Ayahnya mendorong Nisa untuk bertanggung jawab menjalani pilihannya sendiri. Nida kecil telah diajarkan sang Ayah untuk memiliki pola pikir dewasa. Bahwa hidup tidak hanya sekedar hidup, kehidupan sosok anak manusia akan dipenuhi setiap cerita lika likunya. Tergantung bagaimana kita menjalaninya bagaimana. Seberapapun kesulitan yang kita hadapi dalam menapaki setiap jalan kehidupan, selagi kita mampu menikmatinya dan menemukan solusi dengan jalan kreatif pasti tujuan yang hendak dicapai akan kita raih. Begitu bincang terakhir bersama sang ayah ketika menikmati seduhan Kopi Kawa Daun di pojok area kedai kopi kampung halaman Ayah Nida.

“Seperti makna yang tersimpan di balik seduhan Kopi Kawa Daun ini ...,” gumannya mengingat saat saat terakhirnya bersama sang Ayah beberapa tahun silam, sembari memegang batok kelapa kopi di depannya. 

Air rebusan dari daun kopi aia kawa daun menghasilkan rasa seduhan unik yang sulit diungkap dengan kata-kata. Rasa liat di lidah dipadu-padankan dengan gula aren atau gula pasir membuat kopi ini memiliki keunikan tersendiri. Ada sejuta memori yang tersimpan setiap menikmati Kopi Kawa Daun di hati Nida. Laksana sejarah terciptanya kopi Aia Kawa Daun dahulu kala, bagaimana perjalanannya hidupnya sampai titik saat ini sebenarnya adalah bagaimana cara ia kreatif menikmati sepotong kesulitan didalam kisah perjalanan hidupnya.  

Nida di waktu SMA masih seperti anak anak ABG pada umumnya. Namun Nida tahu, perjuangan sang Ibu yang hanya PNS golongan biasa tak membuat dia terlena dengan kehidupan hura-hura. Nida muda di kala itu selalu rajin membaca buku sehabis jam sekolah. Ada banyak koleksi buku yang ingin dimilikinya. Namun sayang, uang jajan yang terbatas membuat Nida urung untuk meminta lebih kepada sang Ibu. 

Ah tidak seperti dulu waktu Ayah masih ada. Setiap akhir pekan mereka bertiga pasti akan diajak ayah ke toko buku pusat kota untuk membeli beberapa buku cerita baru. Ayah sudah pasti tahu bagaimana Nida suka mengkoleksi beberapa novel RL.Stine yang terkenal itu. Ayah juga bakal mengajak melihat koleksi enskilopedia geografi untuk dibawa pulang. 


Bersambung ....

Biodata Penulis :

Penulis mencintai dunia menulis sejak kelas 2 SMP. Sejak kecil penulis menyukai novel dan cerpen. Tiada hari tanpa aktivitas membaca bagi penulis. Saat ini penulis aktif membuat karya karya cerpen selain bergelut di bidang blogger.

Ingin karyamu dimuat di sastraindonesia.org? Simak ketentuannya di sini

Jumat, 24 Februari 2017

Putus - Ainia Praba



Kita pun beranjak meninggalkan 
petang yang termangu
Mengitari gerbang malam 
berhiaskan gapura beku

Begitu hening sebab mulut 
serempak tertutup rapat
Padahal ribuan hasrat 
tak sabar ingin menggeliat

Masih saja kita tak mampu 
memaknai sebuah jarak
Dan hanya berandai tentang 
cinta yang semarak

Waktu telah mencatat agar 
kita terbagi oleh bayu
Namun sekali lagi kita enggan 
belajar tentang rindu

Petang itu lagi termangu saat 
kita terus berpaling
Seperti meninggalkan petang, kita 
pun menjadi masing-masing

Kota Petir, 22012017
03:26 pm



Tentang Penulis :

Ainia Praba

Ainia Praba (nama pena), lahir di kota Jepara, 18 November. Seorang ibu dari satu anak laki-laki. Alumni SMAN I Bangsri. Penyuka cappuccino dan cokelat. Hobi nomor satu menonton film. Menulis dominan puisi dan cerpen sejak SMP. Karyanya dimuat di majalah Story dan di beberapa buku antologi.
Akun FB Ainia Praba, email haibara_ai20@yahoo.co.id 

Ingin karyamu dimuat di sastraindonesia.org? Simak ketentuannya di sini

Kamis, 23 Februari 2017

Tentang Hati - April Bee





Aku ingin bercerita kepadamu
Tentang hatiku yang terus gemakan namamu
Dalam bahagia dan senduku selalu kamu yang kurindu

Entah mantra apa yang kau kirim untukku
Hingga sedetikpun tak mampu kuhilangkan wajahmu dalam anganku
Dan tak pernah sanggup kuterpejam tanpa hadirkanmu dalam mimpiku

Tentang hati yang selalu memanggilmu
Dan otak yang selalu memikirkanmu
Pun tangan yang selalu tuliskan kisahmu

Bisakah sekali saja kau mengerti tentang hati ini?
Dapatkah sedikit saja kau memahami keresahan ini?
Dan mungkinkah kau mampu membalas segala rasa ini?

Aku tak berharap kau memiliki rasa sebesar rasaku
Tak juga kuingin kau mencintaiku segila aku mencintaimu
Namun, satu hal yang kumau, pahamilah sedikit tentang hatiku

Bee, 05032016





BIODATA


Hanya seorang gadis biasa yang mempunyai ketertarikan di Dunia kepenulisan. Lahir di Kota Pudak, Gresik – Jawa Timur pada 08 April 1996 lalu. Memiliki hobi membaca buku, mendengarkan music, menggambar, dan mencoba hal baru yang menantang. Pernah mengikuti berbagai organisasi, diantaranya ; Pramuka, Karya Ilmiah Remaja (KIR), Palang Merah Remaja (PMR), Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Ikatan Jurnalistik Pecinta Lingkungan, Polisi Hijau dan lain sebagainya. Sampai saat ini masih aktif menjadi Pembina Pramuka di beberapa gugusdepan.

                Untuk mengenal saya lebih lanjut dapat berteman dengan saya di berbagai social media saya berikut : Facebook April Bee, Instagram @aprilbee96, Line aprilbee96, Wattpad aprilbee96 (akan aktif posting karya setelah banyak followers, untuk sekarang masih aktif menjadi reader), Whatsapp 082236586762 dan jangan lupa untuk mengunjungi blogku di aprilbee96.blogspot.co.id.

Ingin karyamu dimuat di sastraindonesia.org? Simak ketentuannya di sini

Rabu, 22 Februari 2017

Kekasih dari Langit - Ainia Praba




"Sepertinya kau harus mulai melupakannya." Ucapan Darsy mendesirkan hati. Meskipun begitu, tak kuacuhkan perkataannya barusan. 
Kuteruskan kegiatanku yang sebenarnya tak bisa dibilang kegiatan. Aku hanya memandangi langit. Menggantungkan harapan pada samudra yang menjingga. Harapan tentangnya, yang meninggalkanku dalam kehampaan indah dan penantian tak membosankan. 
Kudengar Darsy mendengus di sampingku. Mungkin dia lelah setelah selama ini berusaha menghentikan kegalauanku.
"Ya, sudahlah. Jangan lupa kita ada seminar setelah makan malam," katanya kemudian berlalu. Tentu saja aku tak lupa. Walaupun terasa perih seluas langit, namun aku tak pernah mengabaikan tugas.
Kulirik kepergian Darsy dan menemukan seseorang berdiri di sudut sana, dengan pandangan yang sama dengan Darsy. Laki-laki yang sudah kuanggap seperti ayahku sendiri itu pun pasti berpikiran sama tentangku. Kubaca rasa prihatin di pelupuk matanya. Hanya saja tak terucapkan seperti Darsy.


Mungkin sudah lebih dari tujuh ratus hari kulewatkan senja dengan menatap langit. Memeluk harap akan kehadirannya dari sela-sela awan. Atau untuk sekedar mengabadikan bayang satu kenangan. Kenangan di kala dia datang ke duniaku. Kelembutan mata, jiwa pelindung, dan keberaniannya telah membuatku jatuh cinta. Meski ada setitik ragu mengingat kami berasal dari dunia yang berbeda. Namun keraguan itu terhapus oleh janjinya yang akan kembali. Janji yang terucap seiring kecupan di keningku sebelum dia meniti jembatan itu, kembali ke langit. Janji yang belum ditepati hingga tahun-tahun berganti
Senja itu mendung dan aku kacau. Berulang kali kumasukkan angka-angka yang salah pada laporanku. Aku diam sejenak, menghirup nafas dalam dan kuhembuskan perlahan. Rasa perih muncul di hembusan akhir. Rindu itu telah merebak melahirkan luka. Namun aku tahu aku sanggup, harus sanggup, karena aku sangat mencintainya.
Genangan di mataku hampir meleleh saat Darsy tergopoh-gopoh masuk ke ruanganku. Wajahnya tampak nanap.
"Kau, kau tak akan percaya ini!" Serunya kemudian menarik tanganku.
Aku terperangah melihat pemandangan itu. Di langit, mendung itu memekat, membentuk lingkaran. Percikan petir menari-nari di sekitar. Angin berhembus kencang meniupkan harapan. Bukan takut atau cemas akan cuaca, namun justru senyuman yang terbentuk di bibirku. Genangan di mataku akhirnya pecah, bukan karena lara, namun bahagia saat kutemukan sosok itu. Kekasihku yang turun dari langit meniti jembatan pelangi secepat kilat, mendarat di tengah lingkaran yang terukir serupa sihir. Dan sosok itu sekarang berdiri di hadapanku, dengan senyum semanis madu.
"Kau merindukanku, Jane?" ucapnya. 
Dan tiada lagi kata, kusandarkan tubuh ke dadanya, bersembunyi di antara hangatnya pelukan tangan yang kekar.

Ya, tentu saja aku sangat merindukanmu, Thor. Bisikku dalam hati.


New Mexico sebelah Depok, 140217


Tentang Penulis


Ainia Praba (nama pena), lahir di kota Jepara Bumi Kartini, 18 November. Seorang ibu dari satu anak laki-laki. Alumni SMAN I Bangsri. Sekarang tinggal di Depok. Lulus kuliah tahun 2009. Penyuka cappuccino dan cokelat. Hobi nomor satu menonton film. Menulis dominan puisi dan cerpen sejak SMP. Karyanya dimuat di majalah Story tahun 2011 dan di beberapa buku antologi.
Akun FB Ainia Praba, email haibara_ai20@yahoo.co.id

Ingin karyamu dimuat di sastraindonesia.org? Simak ketentuannya di sini




Selasa, 21 Februari 2017

Kritik Sosial Dalam Sepotong Senja Oleh Ferry Fansuri


Semua yang berbau “Senja” ada pada Seno Gumira Ajidarma (SGA), ini terlihat dari karya legendarisnya Sepotong Senja Untuk Pacarku. Sebuah kumpulan cerpen yang menasbihkan SGA sebagai penulis yang diperhitungkan dalam ranah sastra. SGA juga mempopulerkan nama Alina dan Sukab yang selalu jadi icon karakter tiap cerpennya. Terdapat 3 trilogi awal dari kumcernya ini ; Sepotong Senja Untuk Pacarku, Jawaban Alina  dan Tukang Pos dalam Amplop.
            Sebenarnya kumcer ini bukan hal baru, tambahan halaman dan cover baru. Cerpen Sepotong Senja Untuk Pacarku sendiri telah lama termuat di Kompas bulan Februari 1991 silam. Trilogi senja dibuka seorang pria bernama Sukab yang mencoba mencuri senja dan memotongnya untuk diberikan pada sang pacar-Alina. Sukab betapa bodohnya untuk memberanikan mencuri dan dikejar seluruh kota demi senja untuk Alina. Tapi apa yang Sukab curi itu tidak membuat senang Alina, ini dijawab dalam Jawaban Alina. Senja yang dikirimkan kepadanya dalam sebuah amplop baru nyampai 10 tahun kemudian oleh seorang tukang pos.
            Alina merasa tidak menyukai Sukab, biarpun Sukab mengirim sepotong senja. Malah membuat Alina benci karena potongan senja itu membuat lari ke atas puncak Himalaya karena senja dalam amplop itu mengakibatkan ar bah bagai jaman nabi Nuh. Dalam trilogi ini, cerpen Tukang Pos dalam amplop ada di tengah 2 cerita tersebut. Pertanyaan kenapa baru 10 tahun surat Sukab baru nyampai ke Alina, ini ulah kejahilan tukang pos yang mengintip amplop senja dan tersedot kedalamnya. Baru muncul kembali 10 tahun kemudian.
            Kumcer SGA ini terdapat 14 cerpen, tapi paling menarik hari pada “Kunang-Kunang Mandarin” dalam konteksnya mengacu peristiwa kerusuhan rasial Mei 1998 silam. SGA begitu piawai menyamarkan kata  “Cina” menjadi Mandarin. Didalamnya diceritakan Sukab dan lagi-lagi Sukab, nama ini diambil SGA tidak sengaja sewaktu mengikuti pemetasan teater dan nama itu muncul. Si Sukab ini membuat perternakan kunang-kunang dari kuku-kuku orang mandarin yang dibantai habis di kota yang dimana pelangi tak pernah memudar
            “Dahulu kala, kota dimana pelangi tidak pernah memudar itu, orang-orang Mandarin diburu seolah-olah mereka makhluk yang harus dimusnahkan dan tidak boleh hidup dimuka bumi.Orang-orang Mandarin dibantai seperti binatang sampai habis tanpa sisa,padahal merekalah yang memajukan perdagangan kota itu” hal 71
            SGA sekali lagi memainkan kata-kata yang cerdas, seperti terlihat diatas. Bagaimana Sukab menghargai orang-rang Mandarin yang telah mati dibantai tanpa sisa itu dengan perternakan kunang-kunang yang ia lihat dari atas bukit perkuburan massal orang-orang Mandarin.
            Jasa si Sukab inilah dengan perternakan kunang-kunang membuat kota itu yang dulu gelap sepi sunyi kembali bergairah. Cerita-cerita Sukab dan peternakan Kunang-kunang itulah menarik perhatian para turis-turis untuk berdatangan ke kota tersebut. Hingga kota terang benderang lagi dengan pelanginya yang tidak pernah memudar. Bahkan ada seorang sarjana Mandarin bernama Udin datang ke kota itu untuk bertemu Sukab untuk mengetahui sejarah pahit bangsanya yang dibantai.
            Tapi SGA memberi ending yang pahit dalam Kunang-kunang Mandarin
            “Suara angin mendesau dari laut, seperti nyanyian kematian
            “Tuan Udin Mandarin” sebuah suara memanggilnya
Dibalik gerumbul alang-alang, dilihatnya sosok-sosok hitam mengelilingi bukit, mengepungnya
Mereka semua membawa golok”  hal 77


            Tema “Senja” yang diusung SGA ada sebuah kritik sosial dan budaya dalam sejarah masyarakat kita. SGA pernah berkata jika jurnalis dibungkam, sastra berbicara. Dalam cerpen-cerpennya SGA memberikan kritik-kritik  sosial dibalut permainan kata yang bernama “Senja”
            Kritik itu terlihat juga pada “Ikan Paus Merah”, hewan langka yang selalu diburu manusia. Terakhir dari jenisnya, terpanah dipunggungnya dengan jeritan purbanya mengarungi samudera selama bertahun-tahun
            SGA sendiri menulis tentang senja ini dalam berbagai pendekatan dan konteks mulai dari gejala alam kasat mata sampai segenap kontruksi struktural dan tematik. Semua diterjemahkan kumcernya Sepotong Senja Untuk Pacarku, muncul pertama kali di Kompas 1991 ini membuat banyak anak muda akan mengganti nama Alina dengan nama kekasih mereka masing-masing terinspirasi dari cerita ini
            Trilogi dalam sepotong senja untuk pacarku ini sempat dibacakan 2016 silam dengan aktor-aktor terkenal, Dian Sastro, Abimana Aryasatya dan Butet Kertaradjasa menyambut Valentine kala itu
            Dalam edisi baru ini SGA menambahkan 3 cerpen berasal dari kumpulan Linguae 2007 dan permainan kata melayu tempoe doeloe dari Eddy Suhardy. SGA merasa tidak bisa menulis senja kembali, jiwanya tidak bisa masuk ke dunia absurd dikarenakan kehidupan dunia membuai dan teperangkap dalam kehidupan sosial politik. Ia hanya ingin tiap pembaca ini mengartikan senja-nya sendiri.


Buku               : Sepotong Senja Untuk Pacarku
Penulis            : Seno Gumira Ajidarma
Penerbit          : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan ke 3  : Januari 2017

ISBN               : 978602-03-19003-2


Biodata Penulis :


Ferry Fansuri kelahiran Surabaya adalah travel writer, fotografer dan entreprenur lulusan Fakultas Sastra jurusan Ilmu Sejarah Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya. Pernah bergabung dalam teater Gapus-Unair dan ikut dalam pendirian majalah kampus Situs dan cerpen pertamanya "Roman Picisan" (2000) termuat. Mantan redaktur tabloid Ototrend (2001-2013) Jawa Pos Group. Sekarang menulis freelance dan tulisannya tersebar di berbagai media Nasional. ferry_fansuri@yahoo.com

Ingin karyamu dimuat di sastraindonesia.org? Silakan simak syarat dan ketentuannya di sini.

Senin, 20 Februari 2017

Kesuntukan Matahari - Astri Kumala




Tarian Suntuk.
Apa yang Tuan lakukan ketika matahari tengah suntuk pada siang yang sunyi? Kalau boleh puan beri saran, menarilah ketika saat itu tiba. Sebab Tuan akan menemukan ribuan kunang-kunang bening yang menyerupai kenangan. Rauplah sebongkah mimpi untuk menghiasi hati Tuan yang sedang bersedu itu. Biarkan mimpi itu tumbuh, memunculkan daun lamunan dan memekarkan bunga bernama hasrat. Semailah ketika saat itu tiba. Jangan lupa, mimpi Tuan disirami oleh kesuntukan matahari. Maka, menarilah hingga saat itu tiba.



Ikrar.
Apa yang Tuan lakukan ketika bunga bernama hasrat itu tengah mekar-mekarnya? Aromanya bak  parfum bidadari. Tak tergelitikkah berahi Tuan untuk menyemai? Semailah bunga itu dengan hati-hati, sebab kelopaknya sensual namun rentan akan  kecupan. Luruh kelopaknya bahkan meninggalkan rongga. Saat itu tiba, Tuan akan menantikan kesuntukan matahari kembali. Kalau boleh puan beri saran, jangan Tuan robek pelangi hanya untuk mewarnai mimpi.


            Semarang, 24 November 2016

Biodata Penulis :

Astri Kumala

Pegiat sastra di UKM KIAS Universitas PGRI Semarang. Tercatat sebagai mahasiswa yang suntuk menulis skripsi.


Ingin karyamu dimuat di sastraindonesia.org? Kirimkan karyamu ke sastraindonesiaorg@gmail.com.

Minggu, 19 Februari 2017

Senja, Aku, dan Kamu - Ainia Praba



Oleh : Ainia Praba


Senyum kecil tersungging pada 
langit kalbu
Kala sapaan senja mengintip
bagai hantu

Aku dan kamu
Masih bergenggam mencumbu 
arakan awan
Melayang
Sayap-sayap patah karena 
jingga merekah

Lalu jatuh
Menyeluruh
Matahari berpaling tak acuh


Kemudian petang melumat
Sayap-sayap patah
Yang memucat

Depok, 050217
05:14 am


Tentang Penulis :



Ainia Praba (nama pena), lahir di kota Jepara Bumi Kartini, 18 November. Seorang ibu dari satu anak laki-laki. Alumni SMAN I Bangsri. Sekarang tinggal di Depok. Lulus kuliah tahun 2009. Hobi nomor satu menonton film. Menulis dominan puisi dan cerpen sejak SMP. Karyanya dimuat di majalah Story tahun 2011 dan di beberapa buku antologi.

Akun FB Ainia Praba, email haibara_ai20@yahoo.co.id 

Ingin naskahmu dimuat di sastraindonesia.org? Simak ketentuannya di sini.

Sabtu, 18 Februari 2017

Hujan Mengulas Kenangan - Syifa Hayah


Rintikan hujan menetas di bawah naungan sang surya
Mengulas seribu cerita di ambang masa                                   
Memutar dunia usang kembali menerka
Menoreh kenangan ketika air bergumam

Bayangan tentang rasa yang pernah terbesit pada lubuk hati
Menuangkan beberapa goresan di rangkaian memori
Terkoyak raga ini ketika cahaya enggan menutupinya
Memecahkan alunan burung yang terhinggap pada ranting masa

Terpikir bayangan itu hanya semu
Memuat lembaran sandiwara sahaja
Tapi pikir itu bukan sekedar lamunan kosong
Yang memuat suatu ilusi di bawah dekapan rasa
Lara seakan terus menggebu
Ketika rintikkan hujan di terpa angin yang sendu
Menista semua jalan di balik lamunan
Meluapkan pecahan hati yang pernah terukir atas kekeliruan


Narasi diri :



            Syifa Hayah adalah nama pena dari Siti Saja’ah. Ia lahir pada tanggal 20 Juli 2000 di Garut, Jawa Barat. Dari pasangan Bapak Apeh Suryadi dan Ridho Siti Sofiah. Sekarang, ia mengenyam pendidikkan di MA Annajaat Sumur Sari dengan mengambil jurusan IPS. Sebagai seorang penulis profesional dan Guru besar merupakan cita-citanya. 

Jumat, 17 Februari 2017

Lentera - April Bee



Wahai lentera
Jangan jera berikanku beribu cinta
Agar aku sanggup melawan kejamnya dunia

Wahai lentera
Jangan jera berikanku berjuta cahaya
Agar aku bisa mengabaikan hina dan cela



Wahai lentera
Jangan malas mengingatkanku tentang kewajiban kepadaNYA
Agar sampai akhir hayat senantiasa aku bahagia

Ajarilah aku untuk selalu mendekat kepadaNYA
Karena atas izinNYAlah kalian bisa bersama
Bersatu dalam cinta
Membangun indahnya bahtera rumah tangga

Tetaplah berdua, sebagai lentera keluarga
Membantuku menggapai cita
Menerangiku merajut asa

Tetaplah jalin asmara karenaNYA
Agar tetap kalian jadilentera, ketikakelakbersatu di surge
Bee, 20052015


BIODATA



Namaku Eka Aprilia Rohmawati, gadis yang bernama pena April Bee ini lahir di kota Gresik pada tanggal 08 april 1996, Ini beberapa sosial media yang aku miliki, Email : aprilbee96@gmail.com Line, Instagram, Wattpad : aprilbee96 Facebook : April Bee

Ingin karyamu juga dimuat di sastraindonesia.org? Simak syarat dan ketentuannya di sini