Oleh : Sayyidatul Imamah |
Akhir-akhir ini
aku sering berpikir. Mencoba menggerakkan mesin di otakku yang sudah lama
berdebu. Aku tidak tahu apa penyebabnya, tapi ini dimulai saat aku menonton
film di salah satu bioskop Jakarta. Aku masih ingat judul film itu Despicable
Me. Ya, siapa sekarang yang tidak kenal Minions? Dengan warna kuning, bentuk imut,
suara lucu, dan suka pisang itu. Tapi aku tidak akan menceritakan tentang film
ini, melainkan sejarahnya.
Mungkin
banyak orang yang menyadari kalau awalnya di film Despicable Me, Minions
bukanlah pemeran utamanya. Melainkan bapak tua yang bercita-cita ingin jadi
penjahat yang terhebat, dan 3 anak kecil yang mampu merngubah bapak tua ini.
Siapa sangka? Minions yang cuma muncul pada saat-saat tertentu di film ini
malah lebih mendapat perhatian dari penonton.
Aku
juga berpikir bahwa Minions ini tidak pantas dijadikan pemeran pembantu. Hingga
akhirnya pihak Illumination dan Universal menyadari hal itu lalu mereka
merebranding Minions untuk Despicable Me 2, dan tentu saja film kedua lebih
sukses dari yang pertama. Kenapa? Karena penonton lebih suka pada Minions
daripada tokoh utama di Despicable Me.
Pemikiran tentang film Despicable Me
aku hubungkan dengan kehidupanku, kalau dipikir-pikir mungkin di dunia ini
bahkan di hidupku, aku bukanlah tokoh utama. Sebuah film atau cerita biasanya
berpusat pada karakter protagonis utama yang akan melewati hidupnya, melawan
tokoh antagonis dan sebagainya. Lalu, untuk memperkaya alur cerita biasanya
akan ditambah karakter figuran atau pemeran pembantu dan di sinilah aku sebagai
pemeran pembantu itu. Ya, aku mungkin terlihat menyedihkan. Namun inilah
kenyataannya. Aku bukanlah tokoh utama di kehidupanku sendiri.
Aku punya saudara kembar yang lahir
11 menit lebih awal dariku. Mungkin saja, karena dia lahir duluan maka dia
mengambil semua gen baik ayah dan ibuku. Dia terlahir sempurna dan tumbuh
dengan sangat baik, wajah cantik, pintar dan kepribadian yang disenangi
orang-orang. Sedangkan aku, karena aku lahir belakangan maka aku mungkin hanya
mengambil sisa gen ayah dan ibuku yang tidak terlalu baik. Aku terlahir sehat
dan tumbuh sehat, hanya saja aku tidak cantik, tidak pintar dan memiliki
kepribadian yang bisa dibilang menyebalkan. Aku bisa memaklumi kalau dalam
kehidupanku yang menjadi tokoh utama adalah kakakku. Dia sangat cocok menjadi
tokoh utama.
Aku sadar, seharusnya aku bangkit
dan membuktikan kalau aku lebih pantas menyandang tokoh utama di kehidupanku.
Namun, kau tahu kata “Takut”? suatu perasaan yang membuatmu ragu-ragu dan tidak
berani untuk melakukan suatu hal. Aku mengalaminya, aku takut. Aku takut kalau
aku menjadi tokoh utama aku akan menjadi seperti Hanna kakak kembarku. Dia
baik, sangat baik. Tidak ada tanda-tanda bahwa dia adalah monster atau
sebagainya. Namun, karena itulah aku takut berubah menjadi dia. yaitu terlalu
baik. Semua orang suka seseorang yang baik, tapi terlalu baik bisa menyakiti
dirimu sendiri kan?
Saat aku berumur 12 tahun, kakakku
Hanna mengikuti perlombaan menari untuk anak seusianya. Dia menang dan dapat
banyak cubitan di pipinya karena semua juri gemes melihat wajah imutnya. Itu
membuatku merinding dan tidak ingin terlihat imut. Karena hal itulah aku
merubah penampilanku menjadi tidak imut. Hanna menjadi tokoh utama sejak kami
kecil, ayah dan ibuku terlihat lebih sayang padanya.
Seperti
saat aku mendapat penghargaan karate dan mewajibkan orang tuaku harus datang ke
sekolah untuk mendampingiku. Namun mereka lebih memilih datang ke rumah sakit
karena Hanna terkena cacar. Aku tidak menangis atau marah pada orang tuaku
karena lebih mementingkan Hanna. Aku hanya berpikir, mengapa orang tuaku lebih
memilih Hanna? Padahal kalau dibandingkan, penghargaan karateku lebih penting.
Atau menurut kacamata orang tuaku, menjenguk Hanna yang Cuma sakit cacar ke rumah
sakit tanpa mengkhawatirkan aku itu lebih penting.
Semakin lama, semakin aku mendalami
peran pembantuku. Aku pernah baca di koran, kalau orang tua memiliki anak
kembar maka mereka harus berlaku adil pada keduanya. Tapi sepertinya ayah dan
ibuku tidak membaca koran itu, mereka jauh lebih baik pada Hanna daripada aku.
Dan bila aku berpikir kenapa? Maka otakku akan terpental dan terjebak di jalan
buntu. Aku tidak mengerti kenapa orang tuaku berlaku demikian. Aku menjadi
manusia yang datar dan berperilaku seperti pemeran pembantu. Yaitu muncul hanya
pada saat dibutuhkan.
Seperti
saat Hanna ulang tahun maka aku harus hadir karena otomatis kalau Hanna ulang tahun aku juga atau saat
ibuku perlu bantuan dengan mencabuti ubannya. Selebihnya aku tidak muncul dan
tidak menjadi sorotan. Kehidupanku mungkin memang terlihat menyedihkan namun
aku menyukainya. Aku suka saat orang tuaku tidak terlalu mengekangku untuk
menjadi gadis baik seperti Hanna. Aku memang pemeran pembantu namun aku bukan
robot.
Kehidupanku berjalan seperti
biasanya, aku dengan peranku yang sebagai pemeran pembantu untuk membantu Hanna
dalam menjalankan karakternya. Hanya Hanna dan untuk Hanna karena dialah tokoh
utamanya. Seperti dalam kebanyakan film, tokoh utama selalu mempunyai masalah
dan bisa diselesaikan lalu hidup bahagia, jarang ditemukan tokoh utama mati
atau berakhir dengan mengenaskan. Yang ada hanya pemeran pembantu yang bisa
saja hanya muncul sebentar untuk menambah alur lalu dibuat mati.
Mungkin
kehidupanku seperti itu juga, Hanna selalu punya penyelesaian di setiap
masalahnya dan selalu berakhir menyenangkan. Sedangkan aku selalu menyerah dan
berakhir menjadi orang yang menyebalkan. Aku tidak pernah ingin merubah keadaan
ini, aku terlalu malas untuk mengubah takdir, meskipun katanya takdir bisa
diubah asal kau punya kemauan dan berusaha.
Namun,
apakah kau ingat film Despicable Me? Tentang minions yang berubah menjadi tokoh
utama padahal awalnya hanya pemeran pembantu. Bukankah minions itu menjadi
tokoh utama karena yang memproduksinya menyadari kalau minions lebih menarik
banyak perhatian penonton? Apakah aku hanya harus membuat orang-orang di sekitarku menyukaiku?
Agar aku menjadi tokoh utama? Jawabannya TIDAK. Aku tidak akan menjadi tokoh
utama, ingat kan? Aku suka menjadi pemeran pembantu.
“Maaf,
apa kau duduk sendiri?” Aku hampir saja membentak orang di depanku karena telah
membuyarkan lamunanku, namun kuurungkan saat melihat wajahnya. Bule, itu hal
pertama yang kupikirkan saat melihatnya. Si bule berdehem dan bertanya lagi apa
kursi di depanku kosong karena semua meja di Cafe ini sudah penuh. Aku hanya
mengangguk dan kembali meminum kopi yang sudah dingin ini. Oke sampai dimana
kita tadi? Oh ya, tentang aku yang menyukai sebagai pemer ….
“Dex.”
Lagi, pria bule ini membuyarkan lamunanku. Dia mengulurkan tangannya padaku,
aku membalas uluran tangannya dan berpikir apa dia bule yang pintar bahasa
indonesia? Namanya saja Dex itu artinya bukan hanya penampilannya yang bule
kan? Oke lupakan, kenapa juga aku memikirkan pria bule bernama Dex ini yang
ngomong-ngomong memiliki wajah tampan dengan mata sebiru es, rambut pirang dan
senyuman manis yang menggoda.
Oh
apa yang kupikirkan? Sampai di
mana
kita tadi? Ya ya aku sangat suka dengan pemeran pembantu karena itu akan
membuatku menjadi diri sendiri dan tak perlu merubah diri agar terlihat
menyenangkan di mata or ....
“By
the way namamu siapa?” Ingin sekali kutuang kopi yang dingin ini pada wajah
pria bule di depanku,
namun kuurungkan karena wajahnya terlalu tampan untuk itu. Aku menggelengkan
kepala karena memikirkan hal aneh lagi, si pria bule mengernyit dan menanyakan
namaku lagi.
“Bukan
urusanmu.” Kataku dengan nada dingin dan bersiap untuk melamun lagi. Tapi gagal
karena suara merdu pria bule ini membuyarkan lamunanku lagi.
“Oke
nona ‘Bukan urusanmu’ salam kenal,”
katanya dengan
menekankan kata ‘Bukan urusanmu’. Aku hanya memutar bola mata dan kembali fokus
untuk memikirkan kehidupanku, tentang sukanya aku dengan pemeran pembantu.
Bersambung ke Pemeran Pembantu 2
Bersambung ke Pemeran Pembantu 2
BIODATA
Sayyidatul Imamah |
Penulis adalah seorang gadis yang
lahir lima belas tahun silam, bercita-cita menjadi seorang polwan dan penulis. Dayuk, begitu
orang memanggilnya, lengkapnya Sayyidatul Imamah. Penulis lahir di
Pasongsongan, Serreh Soddara pada tanggal 18 April 2001. Sekarang penulis
ngekost di jl. Guntur No 2. Penulis merupakan alumni SMPN 1 PASONGSONGAN, dan
sekarang tercantum sebagai siswi SMAN 1 SUMENEP. Jika ingin menghubungi penulis
bisa lewat account facebook dengan
nama Hiku Nara Hatsune atau email sayyidatul.imamah18@gmail.com
, bisa juga dengan no telpon penulis yaitu 082334928808.